Komparatif.ID, Jakarta—Bivitri Susanti menyebutkan 5 RUU yang sedang digodok, bertujuan untuk memperkuat kekuasaan. Rancangan Undang-Undang yang bermasalah tersebut yaitu RUU Kepolisian, RUU TNI, RUU Kementerian Lembaga, RUU Mahkamah Konstitusi, dan RUU Penyiaran.
Bivitri Susanti dalam diskusi daring bertajuk “RUU Polri Melenggang Impunitas Melanggeng” yang digelar oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Publik, dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Rabu (3/7/2024), menyebutkan RUU yang dirancang sekarang ini, bukan bertujuan menumbuhkan reformasi, tapi memperkuat kekuasaan.
Bivitri Susanti yang merupakan dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, mengatakan RUU Kepolisian yang sedang digodok, tidak untuk melahirkan reformasi di tubuh kepolisian.
Baca: Revisi UU Kepolisian Ancam Kemerdekaan Sipil
“Revisi UU Polri sekarang ini, bukan reformasi kepolisian yang kita butuhkan, maksud saya begini, saya yakin kita semua harus percaya kita berdiri di atas premis, bahwa institusi Polri itu memang membutuhkan reformasi. Tapi RUU polri yang dibahas sekarang tidak ada kaitannya dengan premis itu,” sebut Bivitri Susanti.
Akademisi tersebut mengatakan bila dibaca lebih dalam, akan ditemukan bahwa RUU Kepolisian yang sedang digodok memperkuat institusi tersebut memainkan perannya sebagai perwakilan kekuasaan untuk melakukan pengawasan lebih dalam terhadap kebebasan rakyat.
“Bukan hanya RUU Polri, tapi empat lainnya juga demikian. Apa yang sedang dilakukan sekarang, dengan tujuan mewujudkan reformasi, justru yang dilakukan tidak nyambung,” sebutnya.
Dia mencontohkan pada revisi UU Mahkamah Konstitusi, isinya bertujuan mengintervensi hakim, supaya apa yang dilakukan selama ini menjadi legal. Jadi, melegalkan apa saja yang sebenarnya salah tapi telah dilakukan.
“Gelagatnya sekarang telah menunjukkan upaya manipulasi proses legislasi. Upaya manipulasi legislasi dilakukan sedemikian rupa,” sebutnya.
Pemberian kewenangan yang begitu besar, tidak diikuti dengan pembatasan kekuasaan yang tegas. Sehingga RUU Polri memiliki kelemahan signifikan dalam upaya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).