Belajar dari Tsunami Aceh 2004, BRIN Riset Lempeng Tektonik

Belajar dari Tsunami Aceh 2004, BRIN Riset Lempeng Tektonik
Pelepasan tim riset BRIN, SIO Tiongkok, dan UGM untuk meneliti lempeng Australia–Jawa di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/8/2025). Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Jakarta— Bencana dahsyat tsunami Aceh 2004 yang menelan korban ratusan ribu jiwa masih jadi alarm peringatan bagi Indonesia tentang betapa besar ancaman bencana laut.

Dua dekade berlalu, pengalaman pahit itu kini menjadi pijakan penting penguatan riset dan mitigasi bencana. Salah satu langkah terbaru dilakukan melalui ekspedisi riset kelautan internasional yang melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Second Institute of Oceanography (SIO) dari Tiongkok, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ekspedisi yang dilepas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/8/2025) ini mengusung tema Collision Process Between the Java and Australia and Its Impacts on Geohazard.

Riset berfokus pada mempelajari tumbukan lempeng Australia–Jawa dan dampaknya terhadap potensi gempa bumi dan tsunami, fenomena yang juga menjadi penyebab bencana di Aceh dua dekade lalu.

Baca juga: Calvin Verdonk Pastikan Ayahnya Masih Hidup, Bukan Korban Tsunami Aceh 2004

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menegaskan riset ini dirancang bukan hanya untuk mengungkap dinamika geologi, tetapi juga untuk memperkuat kesiapsiagaan nasional.

Ia mengingatkan bencana tsunami Aceh 2004 membuktikan kurangnya pemahaman dan sistem peringatan dini membuat dampak bencana menjadi lebih besar.

“Ekspedisi geosains ini penting untuk memitigasi dan mengurangi risiko dari potensi bencana alam, khususnya yang datang dari laut, seperti yang terjadi saat serangan tsunami besar yang pernah melanda Aceh,” katanya di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Ekspedisi ini akan difokuskan di wilayah selatan Nusa Tenggara Timur, yang berada dekat dengan palung terdalam Samudra Hindia dengan kedalaman sekitar 7.200 meter dan tingkat aktivitas tektonik yang tinggi.

Para peneliti akan memanfaatkan teknologi mutakhir, termasuk 30 unit ocean bottom seismometer (OBS) dan 30 unit ocean bottom electromagnetic (OBEM) untuk merekam data seismik dan resistivitas dasar laut. Sebanyak 24 seismometer terapung juga akan digunakan untuk memantau aktivitas gempa.

Sebanyak 22 peneliti dari Tiongkok dan 10 peneliti dari Indonesia, termasuk mahasiswa dan teknisi, akan berlayar menggunakan Kapal Riset Jia Geng berbobot 4.780 ton yang dilengkapi peralatan geofisika canggih seperti air gun dan sumber elektromagnetik.

Kapal ini tiba di Jakarta pada 5-6 Agustus 2025 setelah berangkat dari Xiamen, Tiongkok, pada 28 Juli 2025 lalu.

Proses pengumpulan data di lapangan dijadwalkan berlangsung pada 13-25 Agustus 2025. Data yang terkumpul diharapkan dapat menjadi dasar pembuatan model mitigasi bencana geologi, sekaligus membantu penyusunan kebijakan eksplorasi sumber daya laut yang berkelanjutan.

Artikel SebelumnyaCristiano Ronaldo Lamar Georgina Rodriguez dengan Cincin Berlian Raksasa
Artikel SelanjutnyaIMI Aceh Gelar Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here