Bahasa Aceh Semakin Tak Akrab Dengan Generasi Muda

Bahasa Aceh
Presiden Jokowi dan generasi muda Aceh pada sebuah kesempatan kunjungan kerja. Foto: Setpres.

Komparatif.ID, Banda AcehBahasa Aceh merupakan salah satu bahasa ibu yang penuturnya masih banyak di Indonesia. Sesuai data yang dipublikasi Student Activity Binus, bahasa Aceh berada di peringkat enam sebagai bahasa yang paling banyak penuturnya di Indonesia.

Pun demikian, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penggunaan bahasa Aceh mulai berkurang pada generasi post gen Z yang lahir 2013 ke atas. Hal itu berdasarkan laporan long form sensus penduduk 2020.

Puncak tertinggi penutur bahasa Aceh berada pada generasi pre boomer (usia 77 tahun ke atas). Jumlahnya mencapai 89,93 persen. Kemudian pada generasi baby boomer (usia 58 sampai 76 tahun) jumlah penutur bahasa Aceh menjadi 85,72 persen.

Baca: Cinta Abadi Wu Jinnan Terhadap Aceh

Penutur bahasa ibu mayoritas di Serambi Mekkah, berkurang lagi jumlahnya pada generasi X yang memiliki rentang usia 42-57 tahun. Persentasenya 82,27%. Pada kelompok millennial (21-41) berjumlah 79,76%. Generasi Z (10 sampai 25 tahun) sebesar 74,77 persen.

Pada generasi paling muda yaitu gen post Z, jumlah penutur basa Aceh berjumlah 64,36 persen.

Mahasiswa Tak Lagi Gunakan Bahasa Aceh

Siti Zubaidah, mahasiswa program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, dalam skripsinya yang berjudul Eksistensi Komunikasi Bahasa Aceh Pada Generasi Z, menyebutkan menurut observasi sepanjang 2019 hingga 2022, mahasiswa KPI UIN Ar-Raniry, generasi Z bersuku Aceh sudah kurang menggunakan bahasa ibu dalam berkomunikasi sehari-hari.

Bahkan dalam hubungannya dengan sesama Aceh, baik saat sedang berada di kantin, ketika mengerjakan tugas, bahasa ibu tidak menjadi pilihan utama. Padahal, bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa daerah yang memiliki perkembangan sangat luar biasa, dengan jumlah penutur 1.777.701 orang.

Baca: Fifi Young, Artis Nan Rupawan Indonesia dari Aceh

Dalam penelitian skripsinya Siti Zubaidah menyebutkan sejumlah narasumber mengatakan mereka tidak berbahasa Aceh dalam komunikasi karena tidak diajarkan sedari kecil di rumah. Ada keinginan supaya dapat berbahasa Aceh, tapi malu karena tidak lancar. Lingkungan tempat tinggal semasa kecil juga tidak mendukung percakapan dalam bahasa ibu.

Ada pula informan yang meskipun Aceh tapi enggan menggunakan bahasa ibu, karena menurut mereka bahasa tersebut sudah kuno.

Ada pula yang tidak menggunakan bahasa indatu bersebab teman-temannya bukan suku Aceh.

Temuan lainnya yang disampaikan Siti Zubaidah, minimnya penggunaan bahasa ibu di program studi tempat dia menimba ilmu, juga karena tingkat kemampuan berbahasa lokal tersebut yang berbeda-beda. Banyak yang dapat memahami tapi tidak mampu menjawabnya dengan benar.

Penelitian Siti Zubaidah menjadi penguat terhadap observasi Komparatif.ID. Di berbagai warung kopi di Banda Aceh, Bireuen, Lhokseumawe, seringkali ditemukan anak muda yang sedang nongkrong, menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Mereka terdeteksi sebagai Aceh ketika dialek gaul yang digunakan tetap meu Aceh. Seperti  “Kek na lu ke.”, “Cak ko bilang lu.”

Degradasi yang Disemai dari Keluarga

Dalam Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu (Malay Language Journal Education) dengan judul Pemilihan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pertama Anak Dalam Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam, yang ditulis oleh Teuku Alamsyah, dkk, disampaikan bahwa penutur basa Aceh yaitu di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Kota Sabang, Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, sebagian Abdya, dan sebagian Aceh Selatan.

Terdapat fenomena yang telah lama terjadi bahwa penutur bahasa Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)cenderung memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga. Fenomena tersebut diawali dari wilayah perkotaan, kemudian menyebar hingga ke desa-desa di Aceh.

Hal yang menarik, meskipun kedua orangtua berasal dari etnis Aceh, namun bahasa Indonesia tetap dijadikan bahasa pertama dalam komunikasi di dalam keluarga. Dampaknya, generasi muda Aceh sudah kesulitan berkomunikasi menggunakan bahasa Aceh.

Dalam jurnal tersebut yang ditulis oleh Teuku Alamsyah, Rostina Thaib, Azwardi, dan Muhammad Idham, yang seluruhnya dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, terdapat berbagai alasan mengapa bahasa Indonesia menjadi mother tounge dalam keluarga di Aceh.  Supaya memudahkan anak mengikuti pelajaran di sekolah. Dalam konteks ini terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi.

Agar mudah dan cepat memahami pelajaran di sekolah. Supaya tidak diejek karena tidak bisa berbahasa Indonesia—trauma masa lalu orangtua anak, dan demi dapat menjawab pertanyaan guru di dalam kelas

Alasan lainnya, karena orangtua seringkali berpindah-pindah tempat tugas. Selain itu supaya anak mudah dalam bergaul, dan lain-lain.

Akan tetapi ada juga pendapat—dan menarik—bahwa mengapa kedua orangtua yang bersuku Aceh, mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama di rumah? Alasan mereka, agar anak-anaknya memiliki nilai lebih, serta terkesan lebih modern. Ada juga yang menjawab bahasa Indonesia merupakan simbol kemapanan.

Hasil observasi Komparatif.ID, juga menemukan fakta yang senada dengan penelitian para akademisi Universitas Syiah Kuala. Bahasa ibu ditunda diajarkan di rumah, supaya anak-anak dapat mengikuti pelajaran dan perkembangan zaman.

“Semua buku pelajaran ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan bahasa pengantar di sekolah juga menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, agar anak tidak minder dan cepat dapat beradaptasi, ya harus diajarkan bahasa Indonesia sedini mungkin. Dengan harapan kelak bahasa Aceh akan mereka temukan sendiri seiring waktu,” sebut beberapa narasumber dengan redaksi yang agak berbeda-beda.

Artikel SebelumnyaRazia Mendadak di Lapas Lhoksukon, Polisi Temukan 15 Narapidana Positif Narkoba
Artikel SelanjutnyaBank Konvensional Tidak Dilarang Dalam Qanun LKS
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here