Asa dari Madu Liar Hutan Ulu Masen

madu liar ulu masen
Kawasan Taman Nasional dan Konservasi Ulu Masen merupakan rumah bagi ratusan satwa dilindungi. DIi lebatnya rimba, sarang-sarang lebah bergelantungan secara merdeka di dahan pohon dan bukit-bukit batu. Foto: CRU Sampoiniet, Aceh Jaya.

Komparatif.ID, Calang–Madu liar yang dipanen di Hutan Ulu Masen mencapai 1,6 ton per tahun. Supaya lebah tak berhenti memproduksi madu liar, warga berharap pemerintah perlu menjaga kelestarian Taman Nasional dan Konservasi Ulu Masen.

Fauzan Khuzain (37) berhenti berpetualang ke Banda Aceh. Setelah sekian lama berdiwana, ia akhirnya pulang kampung. Fauzan Khuzain pulang ke Gampong Mukim Kuala Daya, kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh.

Bila sebelumnya ia memandang kota sebagai sumber penghidupan, setelah kembali ke Aceh Jaya, sudut pandangnya berbalik 120 derajat. Ia mulai melihat Taman Nasional dan Konservasi Ulu Masen sebagai sumber ekonomi yang sangat menjanjikan.

Ulu Masen merupakan sebuah kawasan hutan hujan tropis nan eksotis yang berada di kawasan Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Barat,Pidie, dan Pidie Jaya. Bentang wilayahnya mencapai luas 738.856 ha.

Baca: Bantal Emas, Durian Terbaik dari Lembah Gunung Kuali

Hutan Ulu Masen merupakan hutan hujan tropis yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Berdasarkan catatan Ulu Masen Ecosystem, Hutan Ulu Masen mengandung 320 spesies burung, 176 spesies mamalia, 194 spesies reptil dan amfibi.

Sejumlah fauna Sumatra yang terancam punah seperti orangutan sumatra, gajah sumatra, harimau sumatra, macan dahan, beruang madu, kukang, siamang, kambing hutan sumatra, rangkong, dan kuau besar, diyakini masih berada di sana.

Hutan Ulu Masen selain sebagai rumah bagi ratusan spesies satwa dilindungi, juga sebagai bank ekonomi bagi masyarakat tempatan. Di lebatnya rimba itu, lebah liar membuat sarang di dahan pohon tinggi, dan di atas bukit-bukit batu.

Sungai yang mengalir deras di tengah rimba, juga mengandung berbagai jenis ikan eksotis seperti keureuling dan sidat berukuran besar. Dengan air sungai sangat jernih, ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi itu hidup damai, di tengah harmoni rimba yang saling melindungi.

Fauzan Khuzain memulai petualang berburu madu liar di lebatnya Ulu Masen pada Ramadan 2024. Dengan mengucapkan asma Allah, dia memantapkan diri masuk rimba Ilahi, demi membangun impian ekonomi keluarga.

Tatkala berkisah kepada Komparatif.ID, Kamis (30/5/2024) di Warung Kopi Arol, Banda Aceh, dari kelompok pencari madu yang kini dia bina, setiap tahun berhasil mengumpulkan madu liar sebanyak 1,6 ton. Madu-madu itu dipetik dari dahan-dahan tinggi pepohonan tropis berkualitas tinggi, dan dari tebing-tebing bukit batu.

Ia berkisah, setiap kali musim berburu madu liar dimulai, dia dan teman-temannya harus menempuh perjalanan dengan kaki hingga delapan jam. Bahkan ada yang mencapai 12 jam.

Baca: Mengenang Durian Juli yang Tinggal Kenangan

Dari pengalaman berburu tersebut dia mengetahui bila hujan tiba, koloni lebah akan melindungi sarangnya dari terpaaan air hujan. Lebah-lebah itu secara bergerombol, memasang tubuhnya sebagai mantel supaya air hujan tidak menembus sarang.

“Itulah mengapa bila musim hujan tiba, madu tidak bisa dipanen. Selain karena alasan keamanan bagi pemetik madu, juga daya protektif dari lebah juga sangat tinggi,” sebut Fauzan.

Pengalaman lain yang dia dapatkan, rasa madu lebah yang bersarang di pohon, lebih manis ketimbang lebah yang membangun sarang di bebatuan. Tapi soal kekentalan, lebah yang membangun sarang di bebatuan, lebih kental madunya.

Di Lamno, Aceh Jaya, secara umum madu dibagi dua jenis. Madu kampung dan madu hutan. Madu kampung yaitu madu yang dipanen di sarang-sarang yang dibuat di pepohonan di sekitar kampung dan perkebunan warga.

Rasa madu kampung lebih asam, dan teksturnya lebih encer. Fauzan mengatakan rasa dan kekentalan itu karena lebah-lebah di perkampungan mengisap nektar bunga mangga, dan pepohonan buah lainnya yang ditanam warga.

Baca: Mempertahankan Hutan Tersisa dari Buruan Mafia

Adapun rasa madu liar dominan manis. Bahkan ada yang teramat manis. Tingkat kekentalan pun lebih pekat. Warnanya lebih gelap.

Di rimba Ulu Masen juga tersedia madu pahit berwarna hitam, madu sungsang yang berwarna lebih cerah, dan madu liar biasa yang warnanya lebih pekat.

Setiap kali panen, Fauzan melakukan kontroling yang sangat ketat. Para pemanen harus berpakaian lengkap, memakai sarung tangan karet panjang, dan sarang madu tidak boleh terkena tangan sedikitpun.Madu tersebut juga dijaga dari terkena sentuhan metal.

Saat melakukan penyaringan, juga tidak boleh kena tangan. Semua prosesnya dijaga sedemikian ketat. Sehingga setiap kali panen madu, Fauzan akan memantaunya sendiri, atau menyuruh orang kepercayaannya melakukan pengawasan.

Buah dari ketatnya proses panen, Fauzan berani menjamin bila kualitas madu yang dia kelola, di atas rata-rata. “Bukan 100 persen, saya jamin 1000 persen. Proses panen hingga dibotolkan, tidak terkena kulit manusia. Semua prosesnya saya jaga sehigienis mungkin,” kata Fauzan.

Meskipun proses panennya tidak mudah, dan biaya produksinya termasuk menguras kantong, tapi harga madu liar Ulu Masen yang dijual Fauzan tidaklah mahal. Satu kilogram madu, dia jual Rp400 ribu.

“Harganya sama saja, apakah mau dijemput ke Lamno, ataupun membelinya di Banda Aceh,” kata Fauzan.

Baca: WALHI Aceh Temukan Aksi Illegal Logging di Mukim Krueng, Bireuen

Mengapa Fauzan tidak menjual dengan harga lebih mahal? Dia beralasan, Ulu Masen telah menyediakan madu-madu itu secara gratis. Lebah tidak pernah meminta ongkos memproduksi madu. Hewan-hewan buas yang ada di dalam lebatnya taman nasional itu, tidak pernah meminta jatah. Apa yang tersedia di Ulu Masen merupakan anugerah Allah.

madu liar ulu masen
Madu liar yang dipanen dari dalam rimba Ulu Masen oleh tim Fauzan dijamin kualitasnya hingga 1000 persen. Proses panen hingga pembotolan, dijamin tidak terkena kulit manusia. Prosesnya sangat higinis. 1 kilogram madu tersebut dijual Rp400 ribu. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Sejak 16 April hingga 12 Mei 2024, ia telah menjual 407 kilogram madu liar. Penjualan itu melalui Whatsapp dan Facebook. Sebagian dijual langsung olehnya, sebagian dijual oleh kolega.

Harganya tetap sama, Rp400 ribu per kilogram untuk madu liar. Untuk luar Banda Aceh ditambah ongkos kirim.

Untuk membedakan madu yang ia panen dengan kelompok lain, madu liar milik Fauzan diberi nama Ie Unai Rimbe Daye, beralamat di Lamno, Aceh Jaya.

Fauzan berharap, Pemerintah Aceh dan seluruh stakeholder memberikan perhatian khusus terhadap hutan hujan tropis tersebut. Pepohonan raksasa di sana jangan sampai ditebang. Hutan nan rimbun itu jangan digantikan dengan kebun sawit dan tempat membalak hutan untuk kepentingan sesaat.

“Ulu Masen adalah rumah bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Alam yang eksotis menyediakan oksigen dan sumber air. Binatang menghias keindahannya, dan di lebatnya rimba itu, tersedia sumber daya ekonomi yang dapat dimanfaatkan seperti madu, rotan, ikan, air, jernang, dan lain sebagainya,” harap pria ramah tersebut.

Artikel SebelumnyaMainar Novita Terpilih Sebagai Ketum IWAPI Aceh
Artikel SelanjutnyaSumur Minyak Ilegal di Aceh Timur Terbakar
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here