Akal, Modal, Pasar

akal modal pasar
Mawardi Hasan. Foto: Koleksi MH.

Setiap orang yang ingin memulai usaha sering dihadapkan pada satu pertanyaan, harus mulai dari mana? Apakah ide dulu, modal dulu, atau cari pasar dulu?

Dalam kearifan lokal, ada satu rumus lama yang tetap relevan hingga sekarang yaitu akai, pangkai, pasai. Tiga kata yang bila diterjemahkan secara bebas berarti akal, modal, dan pasar. Meskipun terdengar sederhana, rumus ini sesungguhnya mencerminkan urutan logis dan praktis dalam membangun usaha, dari perencanaan hingga penyaluran hasil.

Baca: Strategi Mengeluarkan Aceh dari Kemiskinan dan Ketergantungan

Pertama dan paling dasar adalah akai, yaitu akal. Inilah titik mula dari segalanya. Akal berarti pengetahuan, pemahaman, dan daya pikir untuk membaca peluang, membuat strategi, serta merancang jalan usaha. Akal pula yang menentukan bagaimana modal dikumpulkan dan bagaimana pasar dijangkau. Dengan akal, seseorang dapat membaca kebutuhan, menciptakan solusi, dan mengatur langkah-langkah ke depan.

Setelah akal, dibutuhkan pangkai, yaitu modal. Modal dapat berupa uang, alat, bahan baku, waktu, atau bahkan jaringan pertemanan. Tapi pangkai saja tak akan efektif tanpa akal yang tahu cara mengelolanya. Akal yang baik akan mampu membuat modal sekecil apa pun menjadi cukup untuk memulai sesuatu.

Kemudian datang pasai, atau pasar. Ini adalah ruang untuk menyalurkan hasil produksi kepada yang membutuhkan. Pasar memberi tempat bagi produk untuk hidup dan berguna. Namun pasar tidak selalu tersedia begitu saja. Kadang ia harus dicari, kadang diciptakan. Dan lagi-lagi, di sinilah peran akal sangat menentukan – menemukan celah pasar, memahami tren, membaca perilaku konsumen.

Dengan kata lain, pasar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari strategi yang digerakkan oleh akal. Begitu pula modal. Tanpa akal, pasar tidak akan ditemukan. Tanpa akal, modal pun dapat habis tanpa hasil. Maka akal menjadi pilar utama yang mengatur dua hal lainnya.

Tiga unsur ini akai, pangkai, pasai bekerja sebagai satu kesatuan. Tak ada yang dapat ditinggalkan. Bila salah satunya diabaikan, maka usaha dapat goyah. Namun selama akal tetap bekerja, peluang selalu dapat dicari, pangkai dapat diolah, dan pasar dapat dibuka.

Rumus ini bukan sekadar nasihat turun-temurun, melainkan cerminan dari cara berpikir yang rasional dan berpengalaman. Di tengah dunia usaha yang terus berubah, kembali pada prinsip dasar seperti ini justru menjadi kekuatan tersendiri, karena dari akal, tumbuh harapan dan keberanian untuk terus mencoba.

Mawardi Hasan, peminat literasi sosial budaya.

Artikel SebelumnyaGabungkan Puasa Syawal dan Qadha, Bolehkah?
Artikel SelanjutnyaMualem Gaet Adik Prabowo Hidupkan Lagi Pabrik Kertas Aceh
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here