Aceh Utara dan Mbong Duda Tua

Aceh Utara Mbong
Teuku Murdani.

Mengamati kondisi terakhir kabupaten Aceh Utara yang selalu cheih choeh dapat dijadikan suatu asumsi bahwa negeri tempat saya dilahirkan tidak dalam kondisi baik-baik saja. Kasak-kusuk antara legislatif dengan eksekutif, serta tudingan tak mendasar pemenangan tender untuk kontraktor luar Aceh Utara adalah dua diantara yang viral.

Tentunya persoalan tersebut seperti gambaran puncak gunung es yang hanya kelihatan puncaknya yang kecil, tetapi di bawah permukaan laut sebenarnya menyimpan fondasi gunung yang cukup besar.

Aceh Utara tidak miskin-miskin sekali kalau berpedoman kepada data Badan Pusat Statistik (BPS). Ia berada pada urutan ke 10 dengan presentase kemiskinan 16,86 % dari 23 kabupaten/kota di Aceh.

Baca juga: Aceh Utara; Jeut Cheih Asai Beik Choeh

Perihal yang menyedihkan adalah, ketika “anak-anak” Aceh Utara—Kota Lhokseumawe dan Bireuen—kini tumbuh lebih baik dari ayahnya. Lhokseumawe hanya memiliki angka kemiskinan 10,86%. Bireuen yang kini tanpa daerah teriosolir, presentase kemiskinan 12,51%.

Seorang penulis mencoba membantah tulisan saya sebelumnya yang tayang di Komparatif.ID dengan judul: Aceh Utara; Jeut Cheih Asai Beik Choeh. Sayangnya,tulisan yang tayang di medialiterasi.id dengan judul Aceh Utara tidak Mbong: Itu hanya persepsi sepihak bukan atas dasar realita, memperlihatkan penulis yang tergesa-gesa menyusun tulisan itu, sehingga terlihat tidak profesional. Nama Komparatif.ID, ia tulis komporatif. Setahu saya tidak ada kata komporatif dalam bahasa Indonesia yang dapat dipersamakan dengan Komparatif. Tapi ya sudahlah.

Selain itu, setelah saya baca secara keseluruhan, tulisan tersebut sangat normatif, sehingga menimbulkan paling tidak dua pertanyaan. Pertama, realita apa yang dimaksud oleh penulis. Kedua, ketika penulis menyebutkan beberapa putra Aceh Utara yang memiliki prestasi di luar kabupaten dan di provinsi lain, apakah ada kaitannya dengan kabupaten Aceh Utara?

Untuk mengklaim sebuah keberhasilan orang sangat diperlukan peran serta. Saya melihat kalau Aceh Utara secara pemerintahan kabupaten tidak memiliki peran apa-apa terhadap keberhasilan mereka yang namanya disebut oleh penulis itu. Pernyataannya merupakan bukti sahih klaim mbong yang tidak ada obatnya.

Indatu kita sering menggambarkan klaim seperti ini dengan istilah jak khanduri bak seunujoh goeb. Dalam artian hanya mengambil keuntungan dari keberhasilan orang. Kalau zaman now sering diekspresikan dengan perkataan “bekerjalah segiat mungkin sampai ramai orang mengatakan nyan aneuk keumuen loen.”

Apa indikator yang dipakai sehingga si penulis menyimpulkan bahwa selama tiga dekade Aceh Utara memiliki berbagai prestasi pembangunan? Apakah ini penilaian di atas kertas untuk merawat istilah Asal Bapak Senang (ABS) karena kondisi yang ada adalah tidak sesuai dengan data yang disampaikan.

Realita Pembangunan Aceh Utara di Lapangan

Aceh Utara memiliki Lembaga keuangan untuk membantu para pengusaha dan penggiat UMKM. Hal yang harus ditanyakan, apa yang terjadi dengan Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) tersebut? Bagaimana pengelolaanya saat ini? Berapa rakyat jelata yang sudah terbantu? Bukankah dana awal mereka disubsidi oleh APBK? Berapa sumbangan untuk PAD?

Aceh Utara juga memiliki BUMD lain seperti Pase Energy, PT Bina Usaha, PDAM Tirta Mon Pase, dan Hotel Lido Graha. Bagaimana kondisinya saat ini? Berapa PAD yang dihasilkan untuk dana pembangunan Aceh Utara dalam upaya mensejahterakan rakyat?

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah membangun kantor mewah sebagai tempat kerja sang bupati dan Monumen Islam Samudera Pase. Monumen tersebut menjadi temuan dan terindikasi korupsi merugikan negara Rp44,7 miliar. Program pembangunan rumah dhuafa melalui Baitul Mal Aceh Utara, juga terindikasi korupsi sehingga lima orang ditetapkan sebagai tersangka.

Apakah itu prestasi yang dimaksud dari duda tua yang mbong?

Coba lihat perihal banjir. Persoalan banjir sudah menjadi ladang amal tahunan dan menjadi ajang kampanye oleh berbagai pihak. Apa solusi jangka pendek dan jangka panjang? Bagaimana solusi pembebasan lahan untuk bendungan Krueng Keureuto, apakah masih ada upaya ganti rugi hutan lindung?

Prestasi dalam olah raga khususnya pada ajang Pekan Olah Raga Aceh (PORA) ke XIV di Pidie, Aceh Utara juga begitu menyedihkan. Hanya mampu nangkring di peringkat 16. Bila dibandingkan dengan Bireuen pada peringkat 6 dan Lhokseumawe pada peringkat 8, di mana Aceh Utara?

Belum lagi saban bulan kita membaca berita penangkapan kurir narkoba yang rata-rata dari Aceh Utara. Tidak hanya laki-laki, tetapi perempuan juga melakoni pekerjaan tersebut.

Berbagai video viral di media sosial tentang para muda-mudi Aceh Utara yang tidak memiliki skill merantau ke Malaysia dengan harapan untuk mengubah hidup. Namun sesampainya di negeri jiran ditangkap dan dipenjara serta mengalami berbagai perlakuan yang tidak manusiawi. Tak sedikit yang menjadi korban penipuan. Apakah ini semua hasil dari upaya pembangunan manusia kabupaten Aceh Utara?

Ketika ada masyarakat yang ingin menyuarakan keprihatinan, namun dianggap sebagai  sebuah kritik yang tidak menghargai apa yang sudah dilakukan oleh para elit Aceh Utara terhadap upaya pembangunan,itulah sebuah mbong duda tua yang mulai lebay karena mulai terganggu tidurnya yang dulu tak ada yang mengusik. Sebelumnya, tidur sang duda dijadikan hal mistis. Siapa saja yang mencoba membangunkannya akan mendapatkan karma dari demit yang menjaga kamarnya yang luas.

Aceh Utara Butuh Kritik Berdasar Fakta

Sebuah revolusi terjadi umumnya karena kristalisasi berbagai masalah sosial di dalam masyarakat. Ketika rakyat sudah mentolerir sampai kepada batas akhir dari garis dasar, maka kata terakhir yang akan muncul enough is enough (cukup ya, cukup).

Bernegara adalah rakyat membiayai para elit untuk mengurus kepentingan mereka. Para elit digaji dan mendapatkan berbagai fasilitas dalam menjalankan tugasnya. Jadi bernegara itu bukanlah cara untuk mendapatkan kekayaan dengan memutarbalikkan realita dengan angka-angka.

Selama bulan suci Ramadan ini, sering-seringlah blusukan ke daerah pedesaan. Contohlah strategi Umar Bin Khattab dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. Hal paling penting percayalah bahwa jabatan dan harta yang didapat selama dalam jabatan tersebut tidak akan pernah luput dari hisab yang sudah dijanjikan di Yaumil Mahsyar.

Semoga opini dapat dijadikan sebuah realita yang dipikirkan oleh rakyat jelata, jangan hanya doek mengembangkan opini sendiri tentang keberhasilan semu di dalam gedung dan mobil mewah milik rakyat, dan mengklaim keberhasilan orang lain karena jasanya.

Rakyat harus bangkit membangunkan para pejabat yang tidur pulas. Rakyat harus bangkit melawan upaya penenggelaman kritik melalui upaya membangun isu primordial.

*Penulis adalah Putra Nisam Antara yang sedang menempuh Pendidikan Doktor di University of Canberra dalam bidang Pembangunan Masyarakat Terpencil.

Artikel SebelumnyaBerbuka Puasa Dengan Kanji Rumbi Racikan Sukma Hayati
Artikel SelanjutnyaPj Bupati Aceh Utara Salurkan Santunan untuk Anak Yatim
Teuku Murdani
Dosen pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here