Aceh Kaya Tapi Miskin

Aceh kaya tapi miskin
Satu keluarga miskin di Aceh Timur di depan pondok mereka pada 2019. Foto: Barisan Muda Umat.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Aceh kaya tapi miskin, demikian fakta yang tersaji. Meski kaya dengan sumber daya alam, akan tetapi indeks kemandirian fiskal Aceh tahun 2020 hanya 0,1780. Dengan angka demikian, Serambi Mekkah masuk kategori daerah yang belum mandiri.

Secara nasional, Aceh berada di urutan enam dari 10 daerah dengan persentase penduduk miskin terbesar dan dengan IKF terendah. Urutan pertama daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak dan IKF terendah adalah Papua, dengan jumlah penduduk miskin 26,8%, IKF 0,1330. Papua Barat, rakyat miskin 21,7%, dan IKF 0,558. Selanjutnya NTT 21,21 % rakyat miskin, IKF 0,0297. Maluku 17,99 % rakyat miskin, IKF 0,1694.

Selanjutnya Gorontalo 15,59 % rakyat miskin, IKF 0,2227. Aceh dengan jumlah rakyat miskin 15,43 %, dengan IKF 0,1780. Bengkulu 15,30 % rakyat miskin, IKF 0,2556. NTB 14,23 % penduduk miskin, IKF 0,3509. Sulteng jumlah rakyat miskin 13,06 %, IKF 0,2677. Sumatra Selatan jumlah rakyat miskin 12,56 %, dan IKF-nya 0,3589.

Baca: Kemiskinan Aceh Masih Ekstrim, Pejabat Harus Bergerak Cepat

10 daerah dengan persentase rakyat miskin terbanyak serta IKF terendah, merupakan daerah kaya tapi miskin.

Kepala Kantor Wilayah Dorektorat Jenderal Pajak Provinsi Aceh, Minggu (30/7/2023) pada acara “Ekspose Pelaksanaan Kerja Sama PT Trans Continent Dengan Pemkab Aceh Jaya untuk Mendorong Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Melalui Pengelolaan Pelabuhan Calang dan Pengembangan Kawasan Industri” yang digelar di Kantor Cabang dan PLB Trans Continent di Krueng Raya, Aceh Besar, menyebutkan tiap hari PT Freeport di Papua memproduksi emas 240 kilogram.

Papua Barat memiliki blok gas alam terbesar di Indonesia. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah penghasil emas, Maluku juga demikian. Aceh kaya gas alam, emas, batubara, dan lain-lain. Tapi mengapa Aceh kaya tapi miskin?

Imanul Hakim di hadapan CEO PT Trans Continent Ismail Rasyid, Pj Bupati Aceh Jaya Dr. Nurdin, Rektor Universitas Teuku Umar Prof. Dr. Ishak Hasan, Rektor Universitas Islam Kebangsaan Bireuen Profesor. Dr. Apridar, dan tamu lainnya, mengatakan 50 orang terkaya di Indonesia, dominan bisnisnya di sektor pertambangan. Orang terkaya di Indonesia Low Tuck Kwong, memiliki total kekayaan 392 triliun. Bandingkan dengan pajak Aceh setiap tahun rata-rata hanya 5,7 triliun.

Imanul Hakim juga mengatakan, para ketua umum partai politik dan tokoh elit , rata-rata pengusaha tambang. Mereka kaya raya karena ikut berinvestasi di sektor tambang minerba, selain di sektor bisnis lainnya.

Mengapa mereka kaya, sedangkan daerah kaya SDA tidak menjadi daerah yang kaya? Mengapa Aceh kaya tapi miskin? Apakah kekurangan orang berpendidikan? Ataukah ada masalah lain?

Secara sumber daya manusia, Aceh merupakan daerah paling banyak memiliki perguruan tinggi negeri di Indonesia. Jumlahnya 13 unit. Jumlah SDM yang bekerja di atas pendidikan SMA sebanyak 400 ribu orang. Rata-rata mereka bekerja sebagai pegawai negeri, polisi, TNI, dan akademisi.

Masalah utama mengaoa Aceh kaya tapi miskin, dengan indek kemandirian fiskal ketegori tidak mandiri, karena selama ini untuk sektor Sumber daya Alam (pertambangan) dikuasai oleh pemilik modal. Aceh yang memiliki kekayaan alam (minerba, migas, perkebunan, perikanan laut) justru tidak punya uang.

Imanul mengatakan hal tersebut tentu tidak ideal, mengingat daerah selalu mengundang investor dengan komitmen akan menyediakan fasilitas pendukung seperti jalan, air bersih dan listrik. Tapi karpet merah yang digelar kepada investor, tidak seimbang dengan kemakmuran yang didapat.

Kondisi yang terjadi di Aceh dan daerah penghasil SDA lainnya, berkebalikan dengan perintah undang-undang. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar mengamanatkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebeasar-besar untuk memakmuran rakyat.

Masalahnya ada di mana? Masalahnya daerah penghasil tidak punya apa-apa selain SDA di dalam perut bumi. Daerah penghasil tidak menemukan cara paling tepat untuk mendapatkan lebih banyak dari kekayaan yang dimilikinya. Dalam konsep pembagian hasil penambangan mineral, 5 persen hingga belasan persen untuk daerah penghasil, selebihnya untuk investor.

“Pembagian DBH untuk Aceh 80%  antara lain berasal dari royalti tambang minerba yang tarifnya macam macam. Ada yang di bawah 5 persen dan ada yg di atas itu sampai belasan persen,” sebut Imanul.

Imanul membandingkan kondisi Aceh dan Indonesia dengan Prancis yang tidak memiliki satupun tambang emas, tapi memiliki cadangan emas terbesar keempat di dunia dengan total 2.436 ton. Nasib Aceh dan Indonesia sama seperti Mali yang diduduki Prancis. Di negara itu ada 860 tambang emas dan menghasilkan 50 ton per tahun. Tapi Mali tidak memiliki cadangan emas di banknya.

“Demikian juga Aceh dan daerah penghasil lainnya. Meski kaya SDA tapi hasilnya tidak mereka dapatkan. Karena selama ini hasil pengelolaan SDA dan berbagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak terbesar dimiliki oleh pemilik modal kuat, yang bisa berasal dari luar negeri dan bukan oleh daerah/negara penghasil,” sebut Imanul Hakim.

Minimnya keuntungan yang diterima daerah penghasil, sehingga terjebak dalam kemiskinan karena daerah-daerah yang menjadi tujuan investasi, tidak menyertakan modal ke dalam bisnis tambang yang ada di daerah. Dengan dalih tidak memiliki anggaran yang memadai. Sehingga investasi yang hadir ke daerah tersebut, semata-mata hanya mengandalkan modal kapital besar.

Padahal, bila ditinjau lebih jauh, banyak sumber-sumber pendanaan yang dapat digerakkan sebagai modal oleh pemerintah. Secara regulasi pun dapat ditempuh. Khusus Aceh, regulasi nasional dan kekhususan, tidak mengalami pertentangan dalam konteks penyertaan modal pemerintah dalam investasi sumber daya alam (minerba,migas, perkebunan, perikanan laut).

Catatan redaksi: Berita di atas telah mengalami penyuntingan. Tapi tidak mengurangi pesan utama.

Artikel SebelumnyaImparsial: Kepala Basarnas Harus Disidang di Pengadilan Tipikor
Artikel SelanjutnyaTrans Continent dan Pemkab Aceh Jaya Kerja Sama Kelola Pelabuhan Calang
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here