Aceh Ibu Susu Indonesia

Jenderal Kohler tewas tertembak saat menyerang benteng Masjid Raya Baiturahman, Banda Aceh.
Lukisan lawas yang menggambarkan detik-detik tewasnya Jenderal Kohler di bawah pohon geulumpang di depan Masjid Raya Baiturahman, saat penyerangan terhadap pertanahan Kesultanan Aceh.

Ketika daerah lain telah dikuasai kembali oleh Belanda, Aceh merupakan satu-satunya kawasan yang berdaulat. Meski berpeluang kembali mendirikan negara, tapi orang-orang Aceh memilih membantu Indonesia, dan bergabung sebagai salah satu daerah di bawah Indonesia. Serambi Mekkah menyusui bayi Indonesia, mulai dengan memberikan uang, pesawat, bantuan perdagangan, hingga pasukan tempur.

State of the Union Address, atau disingkat SOTU, adalah Pidato Kenegaraan Presiden Amerika Serikat di depan Congress, terdiri dari anggota House of Representatives dan anggota Senate.

Dalam pidato itu, Presiden menyampaikan pencapaian pemerintah, program-program prioritas dan masalah-masalah yang strategis termasuk masalah anggaran, dan politik.

Tahun 1873, Presiden Ulysses S. Grant, menyampaikan Pidato Kenegaraan, dan di antara isinya:

Official information being received from the Dutch Government of a state of war between the King of the Netherlands and the Sultan of Acheen, the officers of the United States who were near the seat of the war were instructed to observe an impartial neutrality. It is believed that they have done so.(1873: President Ulysses S. Grant: Fifth Annual Message To the Senate and House of Representatives)

Baca: Tionghoa Bireuen Bukan Cina di Morowali

Didapatkan informasi resmi dari Pemerintah Belanda tentang pecahnya perang antara Raja Belanda dengan Sultan Aceh. Para pejabat Amerika Serikat yang sedang berada di kawasan dekat dengan tempat perang, diperintahkan untuk menjaga agar tetap netral dan tidak berpihak. Diyakini pejabat kita mematuhinya.

Sejak berabad-abad Atjeh adalah negara yang kuat, menguasai sebagai besar Sumatera dan semenanjung Malaya. Atjeh juga mengontrol selat Malaka, sehingga bersinggungan dengan kekuatan imperialis dari Eropa, seperti Inggris, Portugis, dan Belanda.

Selain itu, ada Traktat London, yang disepakati oleh Inggris dan Belanda untuk tidak mengganggu Aceh. Posisi Aceh juga kuat, karena sejak abad ke-16 menjadi protektorat Turki Usmani.

Setelah diresmikan Terusan Suez pada tahun 1869, peta politik berubah, Inggris dan Belanda menandatangani Traktat Sumatra tahun 1871, di mana Ingris membiarkan Belanda meluaskan pengaruhnya atas kesultanan Aceh, sebagai gantinya, oleh Belanda, Inggris diberikan hak untuk menancapkan kukunya di Dutch Gold Coast, bagian dari Ghana sekarang.

Belanda dari dulu sangat berambisi menguasai Aceh, selain karena kekayaan alamnya seperti minyak bumi dan lada, juga Belanda ingin mempunyai pengaruh yang kuat di Asia Tenggara seperti negara lain dengan mencaplok Aceh.

Berbagai strategi dilakukan untuk melemahkan Aceh dari beberapa tahun sebelumnya. Serangan kilat, blokade laut sering dilakukan.

Para pemimpin Aceh tidak tinggal diam. Selain menyiapkan logistik perang, juga melakukan perang diplomasi. Amerika Serikat, Turki, Italia, Rusia, Inggris, Perancis, negara Arab, semua didekati.

Perundingan diplomat Aceh dengan Konsul Jenderal Amerika Serikat di Singapura, bocor kepada Belanda. Belanda mengultimatum Aceh menyerah. Dibalas dengan tegas bahwa Aceh siap membela diri.

Akhirnya, tanggal 26 Maret, 1873, Belanda menyerang Aceh dan membombardir ibukota, tujuannya merebut istana raja, dengan harapan Aceh akan takluk. Belanda mengira dengan menangkap pemimpin Aceh, rakyat Aceh akan menyerah.

Belanda kecele, walaupun ibukota dikuasai, perlawanan rakyat sangat dahsyat. Perang Aceh hampir membuat kerajaan Belanda bangkrut, puluhan juta gulden dihabiskan tiap tahun untuk membiayai perang, namun negeri ini tidak pernah dapat dipaksa bertekuk lutut. Perlawanan berkelanjutan.

Tahun 1883, sebuah kapal dagang Inggris, SS Nisero, terdampar di perairan barat Aceh, semua awak kapal disandera. Belanda tidak mampu untuk menanganinya, malah Menteri Angkatan Perang Belanda, August Willem Philip Weitzel lagi-lagi menyatakan perang terbuka, tetap saja dilayani oleh rakyat Aceh dengan perang gerilya. Dalam perang yang panjang, berkali-kali Belanda terkena tipu muslihat pejuang Aceh.

Dalam debat Parlemen Inggris untuk membebaskan kapal ini, General Sir George Balfour sampai-sampai kembali menegaskan, the handing over of Acheen and of the whole of the Island of Sumatra to the Dutch in 1871 was one of the most cruel and unjust acts ever committed by a British Government. Bahwa penyerahan Aceh dan Pulau Sumatra kepada Belanda pada tahun 1871 (dengan penandatanganan Traktat Sumatra), ini adalah satu tindakan yang kejam dan tidak adil yang dilakukan oleh Pemerintah Inggris.

Perjuangan Aceh, selain dipimpin oleh keluarga kerajaan dan para hulubalang, juga dikomandoi oleh para ulama seperti Tengku Chiek di Tiro Muhammad Saman, Tengku Chiek Pantekulu dan lainnya.

Walaupun phak-luyak, porak-poranda karena perang, Aceh masih tetap merdeka dan tidak mampu dikalahkan oleh Belanda.

Tidak mampu dikalahkan dengan kekerasan, Dr. Christiaan Snouck Hurgronje dari universitas Leiden turut diturunkan untuk membujuk rakyat Aceh dan mencari kelemahan mereka.

Perlawanan umat Islam di Serambi Mekkah, ditumpas lagi dengan pengiriman Marechaussee bersenjata. Membantai di mana-mana dan membumihanguskan kampung-kampung Aceh.

Pejuang Aceh tidak pernah surut, malah membuat frustasi Belanda sampai lahir bermacam istilah yang terkenal sampai sekarang seperti Atjèh-moord.

Hikayat Prang Sabi, syair-syairnya tentang perlawanan terhadap kafir, mampu menggelorakan semangat perlawanan Aceh sehingga tidak pernah padam.

Hingga akhirnya Jepang masuk dan Belanda harus minggat dari Aceh, Serambi Mekkah tidak benar-benar dapat dikuasai sepenuhnya.

Saat aksi polisionil Belanda (Agresi Belanda I), di Jawa dan Sumatra tahun 1947, Belanda tidak berani mendekati Aceh.

Demikian juga dalam Operatie Kraai (Agresi Belanda II) tahun 1948-1949, justru negeri tanah kelahiran Sultan Iskandar Muda menjadi modal Republik dan membantu logistik untuk mengusir Belanda.

Tahun 1904, setelah 30 tahun berperang, Belanda tidak berhasil menjajah, membuat gusar banyak pihak.

Dalam sebuah sidang House of Commons Parlemen Inggris, Sir John Henniker Heaton, wakil dari Canterbury, meminta kepada Pemerintah Inggris untuk melakukan intervensi dengan segala kekuasaan yang dimiliki untuk menghentikan penderitaan rakyat di ujung barat Sumatera.

Mr.Henniker Heaton juga meminta Inggris untuk menggunakan pengaruhnya di Eropa guna menyelesaikan perselisihan antara Sultan Aceh dengan Belanda, supaya dicapai kesepakatan di Pengadilan Peace Tribunal di Den Haag.

Demikianlah. Serambi Mekkah bukan anak tiri atau pengisap budi Republik ini. Tanoh Serambi adalah ibu yang menyusui Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak pertama lahir. Jangan dikhianati. Jangan rakyat dan pemimpinnya dicederai.

Perang Aceh,26 Maret 1873 – 26 Maret 2023.

Artikel SebelumnyaWarga Ikmali Santap Kuah Beulangong Usai Tarawih
Artikel SelanjutnyaAceh Utara; Jeut Cheih Asai Beik Choeh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here