Komparatif.ID, Banda Aceh– Aceh menjadi pusat ekonomi baru di Indonesia? Bukankah itu impossible? Tidak! Aceh berpeluang [besar] menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.
Pakar Ekonomi dan Pembangunan Aceh, yang juga Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh, Safuadi,S.T., M.Sc.,Ph.D, Jumat (21/2/2025) mengatakan bila ingin maju, Serambi Mekkah harus meninggalkan pola lama, serta mulai mengadopsi inovasi berbasis produktivitas dan investasi.
Safuadi mengatakan, ekonomi Aceh sampai hari ini masih sangat bergantung kepada uang pemerintah, dan dana transfer. Ketergantungan tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak berjalan alias stagnan.
Tentu mengherankan, dengan potensi besar yang dimilikinya di sektor pertanian, perikanan, industri berbasis sumber daya alam, serta pariwisata, Aceh sampai saat ini masih masuk sebagai daerah termiskin di Sumatra.
Untuk menuju daerah maju, Pemerintahan Aceh harus mau dan mampu melakukan reformasi kebijakan, demi mendorong masuknya investor swasta. Juga memperkuat daya saing sumber daya manusia (SDM) di Aceh.
Baca juga: Ekonomi Aceh Tumbuh 4,66 Persen, Tertinggi dalam 4 Tahun Terakhir
“Reformasi birokrasi yang pro-investasi, serta pembangunan infrastruktur strategis menjadi kunci dalam mewujudkan transformasi ekonomi Aceh. Langkah ini tidak hanya mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap Dana Transfer Pusat, tetapi juga menjadikan Aceh sebagai pemain utama dalam perekonomian nasional dan global,” sebut Safuadi.
Safuadi memberikan ide, salah satu strategi utama yang disarankan adalah penerapan teori distraksi, yakni mengalihkan perhatian dari ketergantungan pada dana otonomi khusus ke solusi nyata yang lebih produktif.
Sebagai contoh, energi dapat difokuskan pada pembangunan ekosistem bisnis yang lebih sehat melalui pengembangan zona ekonomi khusus, digitalisasi layanan publik, serta promosi ekspor produk unggulan seperti kopi Gayo dan hasil perikanan.
Transformasi ekonomi Aceh tidak bisa hanya sekadar wacana, tetapi harus diwujudkan melalui langkah konkret.
Pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi serta kewirausahaan menjadi aspek krusial agar generasi muda Aceh siap bersaing dalam industri kreatif dan digital. Pemerintah juga perlu memberikan kemudahan dalam berusaha dengan menghapus regulasi yang menghambat, mempercepat perizinan, serta memberikan insentif bagi industri bernilai tambah tinggi.
Sektor unggulan seperti perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan hasil pertanian, serta pariwisata berbasis budaya dan alam harus mendapatkan dukungan penuh.
Infrastruktur pendukung seperti bandara ekspor, jaringan logistik efisien, serta kawasan industri berbasis teknologi harus segera diwujudkan agar Aceh dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Tantangan utama yang dihadapi Aceh dalam pembangunan ekonomi adalah kemiskinan, ketergantungan ekonomi, dan resistensi terhadap perubahan. Untuk mengatasi hal ini, strategi berbasis pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan perlu dikembangkan, seperti akses permodalan berbasis syariah bagi UMKM, penguatan rantai nilai pertanian dan perikanan, serta pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan pasar global.
“Selain itu, pemerintah harus mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer dengan memperkuat sektor-sektor yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Fokus pada investasi dan ekspor menjadi prioritas, termasuk mengembangkan industri hilir dari komoditas unggulan Aceh,” sebutnya.
Sementara itu, dalam menghadapi resistensi terhadap perubahan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi efektif kepada masyarakat dan pemangku kepentingan mengenai manfaat transformasi ekonomi ini. Penyediaan jaring pengaman sosial bagi kelompok terdampak juga menjadi langkah penting dalam memastikan keberlanjutan perubahan.