Beda Pendapat Ulama & Umara Soal Rokok, Lalu Harus Ikut Siapa?

Umara, Ketua Komisi A MPU Banda Aceh Dr. Tgk. H. Tarmizi M. Daud, M.Ag (Abu Tarmizi) menyebut perbedaan pendang soal rokok harus mengikuti keputusan pemerintah. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Ketua Komisi A MPU Banda Aceh Dr. Tgk. H. Tarmizi M. Daud, M.Ag (Abu Tarmizi) menyebut perbedaan pendang soal rokok harus mengikuti keputusan pemerintah. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Ketua Komisi A Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh Dr. Tgk. H. Tarmizi M. Daud, M.Ag menjelaskan perbedaan pendapatan perihal rokok harus mengikuti keputusan pemerintah (umara).

Hal tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers imbauan implementasi kawasan tanpa rokok sesuai fatwa MPU Aceh nomor 18 tahun dan kota Banda Aceh nomor 5 tahun 2016 tentang peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Aula MPU Kota Banda Aceh, Rabu (2/8/2023).

Dalam acara yang digelar Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banda Aceh dan Aceh Institute (AI) Abu Tarmizi mengungkapkan, perbedaan pandang soal rokok harus dimaknai sebagai rahmat, serta tidak menimbulkan masalah apapun.

“Dalam kaidah fikih, bila terjadi perbedaan maka harus ada sebuah ketegasan, karena itu berlaku kaidah hukmu al-hakimi ilzamun wa yarfa’ul khilaf, keputusan pemerintah itu mengikat dan menghilangkan perbedaan,” terang Abu Tarmizi.

Baca juga: Dunia (Tanpa) Rokok

Ketua Komisi A MPU Banda Aceh ini juga menjelaskan perbedaan pendapatan dalam kerangka fiqih merupakan hal yang normal terjadi, namun saat bersinggungan dengan kepentingan publik, pemerintah harus hadir memberikan keputusan yang bijak.

“Pendapat pribadi masing tidak masalah dalam kerangka fiqih, namun ketika untuk kepentingan publik, amaran pemerintah yang sudah melewati berbagai kajian yang harus dituruti. Perihal beda pandang soal rokok, pendapat hukum boleh beda, namun keputusan hukum harus sama. Dan tentunya keputusan itu hasil kolaborasi ulama dan umara,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Abu Tarmizi mengatakan kehadiran fatwa dan qanun KTR harus diikuti dan ditegakkan tanpa tebang pilih, baik oleh pemerintah, ulama, hingga masyarakat. MPU Banda Aceh juga mendukung penuh pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

Abu Tarmizi menekankan peran ulama dalam penegakan KTR hanya untuk sosialisasi dan menyampaikan tausiah tentang regulasi kepada masyarakat. Sementara domain eksekusi tetap harus dijalankan pihak terkait.

“Ini yang perlu dipahami, fungsi dan tugas kami (ulama) adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang fatwa dan regulasi yang ada dengan dukungan sepenuhnya. ulama tidak tidak ada di wilayah eksekusi,” pungkas Ketua Komisi A MPU Banda Aceh.

Artikel SebelumnyaPengunjung Restoran di Banda Aceh Merokok Sembarang
Artikel SelanjutnyaMukhlis Rehab Jalan Raya Tambo & Bantu Keramik untuk Dayah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here