Komparatif.ID, Ankara— Lebih dari 600 orang sedang diselidiki Pemerintah Turki terkait runtuhnya ratusan bangunan akibat gempa mematikan pada 6 Februari lalu.
Menteri Kehakiman Bekir Bozdag mengatakan 184 tersangka –termasuk kontraktor konstruksi dan pemilik properti telah ditangkap pada Sabtu (25/2/2023).
Sebelumnya, selama bertahun-tahun para ahli memperingatkan bahwa korupsi kronis dan kesalahan kebijakan pemerintah membuat banyak bangunan baru menjadi tidak aman.
Kebijakan pemerintah yang disebut amnesti bagi kontraktor memberikan kesempatan bagi mereka untuk melanggar peraturan pembangunan, serta mendorong peningkatan jumlah konstruksi tidak aman di daerah rawan gempa.
Dilaporkan ribuan bangunan runtuh selama gempa, dan menimbulkan pertanyaan tentang apakah dampak bencana alam diperparah oleh kegagalan manusia.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengakui kekurangan pada salah satu kunjungannya ke zona bencana, ia menyebut gempa bisa terjadi kapan saja serta bagian dari takdir yang tidak bisa ditolak.
“Hal-hal seperti itu selalu terjadi, Itu bagian dari rencana takdir,” ujar Erdogan via BBC.
Baca juga: Gempa Turki-Suriah: Korban Meninggal Tembus 21.000 Jiwa
Turki Lanjutkan Pencarian Korban Dilanjutkan
Di seluruh Turki selatan dan Suriah utara, jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan suhu terus turun di bawah titik beku setiap malam.
PBB telah memperingatkan bahwa lebih dari 800.000 orang tidak memiliki makanan yang cukup, dan badan bantuannya di lapangan memperingatkan jumlah korban tewas terakhir akibat gempa tersebut kemungkinan akan berlipat ganda.
Di Suriah, jumlah korban tewas sekarang mencapai lebih dari 3.500 –tetapi angka baru belum dipublikasikan sejak Jumat (24/2/2023). Pada hari Minggu, jumlah korban tewas di Turki naik menjadi lebih dari 29.000.
Harapan untuk menemukan lebih banyak orang yang selamat memudar, meskipun ada penyelamatan yang luar biasa. Di antara yang diselamatkan dari reruntuhan pada Sabtu (17/2/20230 adalah satu keluarga beranggotakan lima orang di provinsi Gaziantep Turki, dan seorang gadis berusia tujuh tahun di Hatay, yang menghabiskan 132 jam di bawah reruntuhan.
Disadur dari BBC, The Guardian