
Komparatif.ID, Bireuen— Sebanyak 1.200 jiwa dari 400 kepala keluarga di Gampong Meunasah Pulo, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, masih menghadapi krisis air bersih setelah empat belas hari pascabanjir.
Hingga Selasa (9/12/2025), para pengungsi terpaksa menggunakan air sumur yang sebelumnya terendam banjir untuk kebutuhan minum, memasak, dan mandi.
Keuchik Gampong Meunasah Pulo, Hamdani, mengaku kondisi tersebut membuat warga mulai mengalami gangguan kesehatan. Ia mengatakan beberapa warga sudah mengalami gatal-gatal, diare, serta demam setelah menggunakan air sumur yang tercemar lumpur banjir.
Kondisi ini menurutnya semakin memperburuk situasi pengungsian yang sudah terbatas.
Selain kesulitan air bersih, fasilitas mandi cuci kakus (MCK) di meunasah desa belum dapat digunakan karena masih dipenuhi lumpur dan belum dibersihkan. Akibatnya warga terpaksa buang air besar di tempat terbuka karena tidak ada fasilitas sanitasi yang layak.
Baca juga: 2 Lansia di Pengungsian Neubok Naleung Peudada Butuh Kursi Roda
Hamdani menyebut kondisi itu rentan menimbulkan penyakit dan mempercepat penyebaran bakteri.
Di lingkungan meunasah, lumpur setinggi sekitar 50 sentimeter masih menumpuk dan mengeras sehingga sulit dibersihkan secara manual. Bau menyengat mulai tercium. Hamdani mengatakan dibutuhkan mesin pompa air berkapasitas besar untuk mempercepat pembersihan.
Keterbatasan ruang juga menjadi persoalan lain. Enam kepala keluarga kini tidur di pos ronda gampong karena tidak ada tempat yang cukup di meunasah, meski harus tidur berdempetan. Tiga kepala keluarga lainnya mendirikan tenda darurat di tepi jalan Pulo menuju Calok untuk bertahan sementara.
Menurut Hamdani, bantuan bahan makanan mulai tersedia, namun kebutuhan air bersih masih menjadi prioritas utama. Selain untuk konsumsi, warga juga membutuhkan air dalam jumlah besar untuk membersihkan sekitar 370 rumah yang rusak akibat banjir.
Ia berharap bantuan mobil pemadam kebakaran dapat diturunkan untuk mempercepat proses pembersihan.
Pada siang hari, sebagian warga kembali ke rumah masing-masing untuk menyelamatkan sisa barang dan membersihkan rumah secara bertahap. Sementara pada malam hari, mereka kembali ke tempat pengungsian untuk beristirahat karena kondisi rumah belum layak ditempati.











