
Komparatif.ID, Banda Aceh— Pemerintah Indonesia akan menerbitkan dua peraturan presiden (Perpres) untuk mengatur arah dan etika pengembangan kecerdasan artifisial (AI) di Tanah Air.
Langkah ini diambil untuk menyeimbangkan potensi besar teknologi AI dengan risiko etika, keamanan digital, dan dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Dua regulasi yang sedang difinalisasi tersebut adalah Peta Jalan Nasional Pengembangan AI (AI Roadmap) dan Pedoman Etika AI Nasional. Kedua Perpres ini akan menjadi dasar tata kelola AI di Indonesia agar pengembangannya berlangsung secara bertanggung jawab, transparan, serta berpihak pada kepentingan nasional dan nilai-nilai kemanusiaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Very Radian Wicaksono, dalam kegiatan Insight Talks bertajuk “Literasi Cerdas di Era Kecerdasan Artifisial” yang digelar di Aceh Besar, Kamis (6/11/2025).
Acara yang diselenggarakan oleh Komdigi bekerja sama dengan Dewan Pers ini dihadiri para jurnalis, akademisi, dan pegiat literasi digital di Banda Aceh.
Baca juga: Kecerdasan Buatan & Seni Budaya Aceh
Very Radian menjelaskan Indonesia saat ini termasuk salah satu negara paling optimistis di dunia dalam menyambut kehadiran teknologi AI. Antusiasme publik terhadap inovasi digital dinilai sebagai modal penting agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga mampu berperan sebagai pengembang dan pelaku dalam ekosistem AI global.
“Teknologi AI membawa kemudahan dan efisiensi luar biasa dalam berbagai sektor. Namun optimisme ini harus memiliki pagar. Literasi AI bukan sekadar kemampuan menggunakan alat, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana teknologi ini memengaruhi interaksi sosial, budaya, dan pengambilan keputusan kita,” ujar Very.
Ia menegaskan, dua Perpres yang sedang digodok pemerintah akan berperan penting dalam menciptakan sistem tata kelola AI yang etis, aman, dan berdaulat.
Pemerintah berupaya memastikan agar setiap inovasi di bidang kecerdasan artifisial tidak menimbulkan ketimpangan, pelanggaran privasi, atau penyalahgunaan data yang dapat merugikan masyarakat.
Menurut Very, media massa memiliki peran strategis dalam menyebarkan pemahaman publik terkait penggunaan teknologi berbasis AI. Dengan kapasitas literasi yang baik, jurnalis diharapkan mampu menyajikan informasi yang akurat dan mencegah penyebaran disinformasi maupun hoaks yang kini banyak dipicu oleh teknologi AI.
“Kita ingin masyarakat dan media kita tidak hanya siap, tetapi juga adaptif dan berdaya menghadapi gelombang kecerdasan artifisial ini,” tutup Very.











