Ibrahim Hasan dan Kisah Siswa SMA 3 yang Jadi Gubernur Aceh

ibrahim hasan smsa negeri 3 banda aceh safrizal
Bersama KDH Dista Aceh Prof. Ibrahim Hasan: Safrizal ZA (ketiga dari kanan) berfoto bersama Gubernur Dista Aceh Ibrahim Hasan dan Hj Maryam, pada sebuah stand di ajang PKA III tahun 1988 di Blangpadang, Banda Aceh. Foto: HO for Komparatif.ID.

Tahun 1988, Safrizal bertemu dengan Gubernur Aceh Profesor Ibrahim Hasan. Pertemuan itu sangat singkat. KDH Dista Aceh itu berkunjung ke sebuah stand pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) III di Blang Padang, Banda Aceh.

Malam itu, Ibrahim Hasan dan istri, Dra. Hj Siti Maryam mengunjungi sebuah stand yang di dalamnya sedang berkumpul siswa SMA Negeri 3 Banda Aceh. Sebagai seorang orator, Prof. Dr. Ibrahim Hasan memberikan semangat kepada para siswa yang mengerubuti dirinya.

Ibrahim Hasan, pria bertubuh tinggi besar itu, mengenakan kopiah riman khas Pidie. Baju lengan panjang kain satin warna medium purple menutup tubuh bagian atas. Hj. Mariam mengenakan gaun model jenis dan seirama, warna hijau emerald. Sepintas, gaya Hj. Maryam seperti Tien Soeharto. Bedanya, kecantikan Maryam khas Aceh, eksotis.

Baca: H. Abubakar, Saudagar Bireuen yang Beri Baju Baru untuk Soekarno

Saat sesi foto bersama, Safrizal berdiri tepat di samping kiri Ibrahim Hasan. Remaja tinggi besar dan kurus itu sangat antusias mendapatkan kesempatan berdiri tepat di sisi Guru Besar Universitas Syiah Kuala itu. Ia mengulum senyum.

Pertemuan itu, sesi foto itu membekas di benak pria yang kini Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri tersebut.

“Saat itu saya masih kelas II SMA. Ada kebanggaan tersendiri mendapatkan kesempatan berfoto dengan Kepala Daerah Aceh,” kata Safrizal, Senin, 3 Februari 2025.

Ada hal menarik, setelah pertemuan itu berlalu, sempat melintas di benaknya, andai suatu saat dia menjadi Gubernur Aceh, sungguh mewah kesempatan itu. Atas izin Ilahi, pada Kamis, 22 Agustus 2024, dia dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh oleh Menteri Dalam Negeri Prof. Dr. Tito Karnavian. Tara! Mimpi itu akhirnya maujud.

Semasa Muzakir Walad memimpin Aceh, Profesor Ibrahim Hasan merupakan salah satu intelektual yang diandalkan oleh sang gubernur yang berasal dari militer. Pertemanan berdasarkan saling membutuhkan terjalin sebelum Ibrahim Hasan menjadi Rektor Universitas Syiah Kuala. Bahkan ia ditawari sebagai Wakil KDH Aceh waktu itu. Tapi atas saran Rektor Unsyiah kala itu, Prof. Madjid Ibrahim, tawaran itu ditolak secara halus. Kala itu Prof. Madjid mengatakan bila terlalu dini mengambil posisi tersebut, Ibrahim Hasan akan mati kutu. Ia hanya perlu menunggu waktu, sesuatu yang lebih besar akan dia dapatkan. Yang penting sabar, konsisten, dan terus bergerak dinamis.

Waktu menjawab, setelah menjadi Rektor Unsyiah, dia diatunjuk sebagai Kepala Bappeda Aceh.

Dalam sebuah cerita dikisahkan, beberapa koleganya bertanya mengapa dia mati-matian membantu Muzakir Walad. Dengan jawaban sederhana, ia menjawab bahwa kita harus bangga dimintai pandangan oleh Gubernur. Kesempatan diajak berkolaborasi, merupakan kesempatan membantu sahabat, sekaligus media belajar.

Ibrahim menjelaskan bahwa tidak ada kerugian sedikitpun membantu sahabat yang memiliki semangat membangun. Suatu hari, kita pun membutuhkan bantuan orang lain.

Baca: Obituari: M. Asjik Ali Kini Telah Pergi

Dalam titimangsa sejarah, Ibrahim Hasan kemudian menjadi Gubernur Aceh setelah Hadi Thajeb. Pengalamannya membantu Muzakir Walad dan gubernur-gubernur setelahnya, sangat berguna bagi dirinya dalam memimpin Aceh dan kemudian menjadi bagian dari Kabinet Pembangunan VI. Ia ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Menteri Negara Urusan Pangan/ Kepala Bulog.

***

Rabu, 5 Fabruari 2025, Penjabat Gubernur Aceh Dr. Safrizal berpidato pada acara pengukuhan lima guru besar baru Universitas Syiah Kuala (USK) di Gedung AAC Dayan Dawood, Banda Aceh.

Dalam pidatonya dia mewanti-wanti tentang betapa pentingnya melibatkan akademisi dalam pembangunan daerah. Para akademisi harus terus dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah.

Pernyataan Safrizal di dalam forum para guru besar itu, semakin meneguhkan pertemuan pikiran antara dirinya dengan allahyarham Ibrahim Hasan. Sebagai birokrat yang “nekat” hijrah ke Pusat, Safrizal merupakan tipikal yang rajin belajar, gemar membantu, dan punya kesenangan tersendiri bila berhasil mengambil beban orang lain, dan dialihkan ke pundaknya.

Dalam konteks berbeda, di tengah masa transisi politik dan pemerintahan seusai Pilkada 2024, Safrizal melakukan sejumlah langkah yang dikecam oleh sebagian orang. Dia “nekat” membuka seleksi calon kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA), dan uji kompetensi pejabat eselon II.

Safrizal dituding menikung Muzakir Manaf sebagai pemenang pilkada. Safrizal dituding mempercepat proses demi mengumpulkan upeti. Pria hitam manis itu dituduh sedang bermain api menyelamatkan “adik leting”.

Seperti kata pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Safrizal terus melangkah. Selama ia masih punya kewenangan, dia akan melakukan tindakan-tindakan yang menurutnya strategis, demi menciptakan landasan terbaik untuk Muzakir Manaf.

“Saya sedang memeprsiapkan start engine terbaik untuk Mualem. Beberapa kebijakan yang saya tempuh, saya diskusikan dengan Mualem. Saat nanti beliau dilantik, langsung dapat tancap gas,” kata Safrizal pada suatu kesempatan.

Seorang teman ngopi menyebutkan, Safrizal bersedia theuen rung, demi Aceh yang lebih baik.

Siswa SMA 3 Negeri Banda Aceh itu, sebentar lagi pamit dari Aceh. Ia harus kembali ke Kemendagri, melaksanakan tugas-tugas pokoknya sebagai direktur jenderal. Ia telah mencapai mimpi di masa remajanya; menjadi Gubernur Aceh—meski hanya sebentar. Ia juga telah melakukan tugas membangun Aceh, sesuai tupoksinya sebagai penjabat.

Sejauh ini, dia memang seperti sosok idolanya. Responsif, solutif, transformatif, edukatif, aplikatif.

Sebagai manusia, kekurangan pastilah ada. Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Manusia tempat salah dan lupa. Konon lagi bagi seorang pemimpin tinggi daerah, banyak hal yang luput dari pandangan. Karena banyak hal harus diurus dalam waktu bersamaan.

Artikel SebelumnyaMisteri Kematian Nek Jah
Artikel SelanjutnyaKIP Tetapkan Mukhlis-Razuardi Sebagai Bupati-Wakil Bupati Bireuen Terpilih
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here