Komparatif.ID, Beutong— Bripka Adi Syafnur Arisal benar-benar mengabdi untuk masyarakat. Sejak bertugas di Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, dia berhasil mengajak petani ganja beralih ke komoditas palawija.
Berada di jajaran pegunungan dengan hutan hujan tropis yang subur, Beutong Ateuh Banggalang merupakan salah satu kawasan subur di Nagan Raya, lengkap dengan berbagai sumber daya alamnya.
Sayangnya, di sana, menanam ganja alias mariyuana, telah dilakukan sejak lama. Menjadi kebiasaan sebagian masyarakat petani dalam mencari nafkah.
Sejak ditempatkan sebagai Kepala Pos Polisi (Kapospol) Beutong Ateuh Banggalang pada 2021, Bripka Adi Syafnur Arisal, melihat kebiasaan menanam ganja sebagai sebuah sumber masalah. Bila dibiarkan, warga setempat akan bermasalah dengan hukum.
Bila ganja tumbuh subur, maka palawija juga akan tumbuh dengan baik. Berbekal tekad mengubah masyarakat mengganti kebiasaan, Bripka Adi Syafnur Arisal pun menempuh jalan penuh kerja keras.
Ia terenyuh melihat fakta banyak warga di sana yang terlilit persoalan hukum karena menanam ganja. Bahkan ada yang sudah terbiasa keluar masuk penjara karena menanam ganja.
Baca juga: Berkah Seuribee: Inisiatif Kapolsek Banda Raya untuk Yatim & Dhuafa
Ia mengajak masyarakat mengganti tanaman ganja dengan palawija, yang sama-sama menguntungkan, serta tidak berhadapan dengan hukum.
Kapospol Beutong Ateuh Banggalang itupun setiap hari rutin mengajak masyarakat berubah. Langkah yang ditempuh olehnya memang tidak mudah. Meski tak melawan, ada saja warga yang enggan. Tapi Bripka Adi Syafnur Arisal tidak patah arang.
“Mereka umumnya hidup miskin. Ganja tidak menyelesaikan masalah mereka. Bahkan bila tertangkap akan berdampak jauh lebih buruk. Tapi mengubah kebiasaan tidak mudah,” kata Bripka Adi Syafnur, Rabu (8/1/2025).
Pilihan menanam ganja, umumnya karena alasan laku dengan harga jual tinggi. Meski harus menanam dan menjualnya secara sembunyi-sembunyi, warga tetap nekat.
Melalui pendalaman kebiasaan warga dan hasil diskusi panjang, ia pun mengambil kesimpulan. Komoditas palawija merupakan solusi yang dapat diusulkan, sebagai pengganti ganja. Palawija hanya membutuhkan waktu tiga bulan hingga panen. harganya juga kompetitif di pasar, serta tidak berisiko hukum.
Mulailah ia membentuk kelompok tani yang direkrut dari bekas petani ganja. Berkat ketekunan, dia berhasil membentuk enam kelompok petani palawija. Tiap kelompok menggarap 3,5 hektar ladang, di bekas ladang ganja.
Bila di ladang, petani menanam palawija, maka di pekarangan rumah, diubah menjadi bedeng sayur-mayur. Setiap inci tanah diubah menjadi lahan produksi yang hasilnya dapat dikapitalisasi.
Berkat kerja keras dan ketekunan, setiap kali panen palawija, tiap kelompok berhasil memproduksi hingga 30 ton palawija. Dengan jumlah panen demikian, serta harga yang bagus, terlihat pancaran bahagia di wajah petani.
“Ini bukan sekadar soal bertani, tetapi tentang memberi mereka kesempatan kedua dalam hidup. Tentang menunjukkan bahwa ada cara yang lebih baik untuk bertahan hidup tanpa harus kehilangan martabat” kata Bripka Adi Syafnur Arisal, dengan penuh kesungguhan.
Sejak pertama bertugas pada 2021, tanpa terasa telah lima tahun Bripka Adi Syafnur mendampingi warga di sana, yang dulunya bertani ganja, kini menanam palawija.
Ia berharap apa yang telah dirintis, kelak terus dilanjutkan. Palawija menjanjikan hasil nyata. Pengerjaannya dapat dilakukan terang-terangan. Panennya dilakukan secara penuh tawa. Tak ada yang perlu disembunyikan.
“Tiap kali melihat petani bahagia setelah panen, saya terharu. Mereka yang dulunya menjadikan ganja sebagai sandaran hidup, kini menjadikan palawija sebagai sumber pendapatan. Alhamdulillah, kiranya inilah yang dapat saya berikan, sebagai wujud tugas saya sebagai polisi Indonesia,” katanya.