Bila Ingin Maju, Aceh Harus Dipimpin Birokrat Berpengalaman

birokrat berpengalaman abdul latief
Tokoh Aceh yang juga pendiri HIPMI Abdul Latief, mengatakan bila ingin Aceh maju, maka tampuk kepemimpinan harus diberikan kepada birokrat berpengalaman. Foto: Screen video podcast Unpacking Indonesia.

Komparatif.ID, Jakarta—Dengan segala masalah yang membekapnya, Aceh membutuhkan pemimpin dari birokrat berpengalaman. Untuk menemukan sosok pemimpin kuat dan berpengalaman, para pemimpin partai politik di Aceh—termasuk Partai Aceh—harus duduk bersama, membahas masalah, kemudian menentukan kriteria sosok yang tepat menjadi Gubernur Aceh.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Abdul Latief, pengusaha kelahiran Meulaboh, 27 April 1940, pada podcast Zulfan Lindan Unpacking Indonesia, yang disitat Komparatif.ID, Rabu (7/8/2024).

Pada podcast bersama Zulfikar Lindan tersebut, Abdul Latief yang merupakan salah satu pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, serta Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Indonesia pada masa Kabinet Pembangunan VI dan Kabinet Pembangunan VII, memberikan pandangan progresif.

Baca: Tak Mengenal Kata Menyerah

Pria kelahiran Meulaboh, 27 April 1940, menyampaikan Aceh merupakan negeri yang kaya. Dulu, Aceh merupakan negeri yang makmur. Orang-orangnya bermental kuat, dan pemberani.

Akan tetapi, saat ini kondisi Aceh sangat menyedihkan. Dari segala sisi Aceh kalah.

Tingkat kemiskinan, Aceh berada di peringkat nomor satu termiskin di Sumatra. Jumlah penduduk miskin mencapai 15,43 persen.

Indeks kerukunan umat beragama, Provinsi Aceh berada di indeks 34 dari 37 provinsi. Pendidikan Aceh berada di rangking bawah tingkat nasional. Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Provinsi Aceh finish di peringkat 20.

Untuk stunting, Aceh peringkat tiga terbawah di Nasional. Demikian juga soal menggemari kabar bohong, Aceh berada di peringkat ketiga secara nasional.

Indeks korupsi, Aceh berada di rangking tujuh daerah paling korup di tingkat nasional. Artinya hampir semua pejabatnya adalah koruptor. Soal literasi, Aceh berada di peringkat 31 dari 34 provinsi. Belum lagi ditambah data korban konflik, dan narkoba.

Mengapa Aceh memiliki semua prestasi buruk? Aceh sangat kaya, tapi mengapa terpuruk?

Menurut Abdul Latief, persoalan-persoalan yang ia sebutkan, jangan sampai terus-menerus langgeng di Aceh. Sudah saatnya orang Aceh baik politisi, intelektual kampus, ulama, dan stakeholder lainnya, duduk bersama memetakan masalah.

“Aceh tidak bisa begini terus. Harus ada perubahan. Harus ada rencana. Kaum ulama juga punya peranan. Ayolah kita duduk, kita bangun kampung kita,” katanya dengan mimik wajah prihatin.

Persoalan utama di Aceh, selain ekses perang, adalah leadership. Sudah berkali-kali gonta-ganti pemimpin, Aceh belum memiliki pemimpin dengan kemampuan leadership yang kuat.

Abdul Latief mengatakan,secara genetik orang Aceh hebat, berani, cerdas, dan ditambah alam Aceh yang sangat kaya. Tapi ada satu masalah utama yang dari dulu membekap orang Aceh; tingkat keakuannya sangat tinggi. Ego—harga diri—yang sangat kuat, dan itu menjadi masalah pelik. Dengan keakuan tinggi itu, orang Aceh sulit bersatu.

Aceh saat ini nyaris tidak memiliki impian. Mau dibawa kemana Aceh? semua elemen bergerak sendiri-sendiri. Ia mencontohkan perubahan sistem keuangan konvensional ke syariah, perubahan tersebut tidak dipersiapkan matang. Semestinya, setiap ada peralihan, mestinya dipersiapkan dengan matang. Harus direncanakan secara menyeluruh. Tidak boleh dilakukan satu-persatu dan dijalankan terpisah-pisah.

Nah, mengapa bisa sampai terjadi seperti itu, karena pemimpinnya tidak memiliki kekuatan leadership yang bagus. Antar pemimpin tidak kompak. Aceh dibangun tanpa masterplan.

Lalu, bagaimana caranya untuk mengubah Aceh kea rah lebih baik? Abdul Latief mengatakan jikalau ingin melihat Aceh lebih baik, maka Aceh harus dipimpin oleh birokrat berpengalaman.

Birokrat berpengalaman tentu mengerti manajemen, tahu titik persoalan, dan bisa membangun tim kerja yang harmoni untuk mengatasi persoalan.

“Ke depan Aceh harus dipimpin oleh birokrat berpengalaman, orang yang mengerti manajemen, kasihlah kesempatan kepada birokrat berpengalaman,” sebutnya.

Birokrat berpengalaman akan mampu menyusun rencana pembangunan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia, sumber daya alam, serta dapat memahami persoalan yang membelit rakyat.

“Birokrat berpengalaman tentu punya kemampuan teknokrasi dan birokrasi yang bagus. Memahami persoalan regional, memahami sistem budaya keacehan, serta tentu akan membangun dengan perencanaan; baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata alumnus Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta tersebut.

Aceh tidak bisa dibangun lebih maju, dan masalah akan terus membuat rakyat menderita, bila pemimpin Aceh masih terus-menerus berpikir tentang perang. Aceh juga tidak akan bertambah maju—bahkan stagnan—bila pemimpin partai antara lokal dan nasional jalan sendiri-sendiri.

“Merekalah yang harus duduk bersama. Merumuskan masalah-masalah di Aceh, kemudian membuat kualifikasi calon kepala daerah,” katanya.

Lalu mengapa birokrat berpengalaman sangat menentukan majunya Aceh ke depan. karena sosok tersebut memiliki kemampuan melihat celah Korupsi, mengetahui penyebab utama stunting, serta mengetahui perbaikan perencanaan pembangunan daerah.

Orang Aceh harus menurunkan kadar keakuannya. Setiap manusia ada kelemahan. Tapi carilah yang terbaik. Carilah yang punya kapasitas memimpin.

“Kalau semua mau jadi gubernur, nanti ada yang masuk penjara. Ya kan, kasian Acehnya. Selama ini corrupt cukup tinggi di Aceh. Ini tidak bisa lagi [dibiarkan]. Malu kita,” katanya.

Oleh karena itu, Abdul Latief mengimbau Partai Aceh harus bersatu dengan partai lainnya. Tidak boleh lagi bergerak sendiri. Kalau terus-menerus membangun Aceh dengan pola yang sudah ada, rakyat akan terus menderita.

Strong government datang dari strong leadership. Strong leadership datang dari unity of the leaders. Kalau bersatu banyak yang bisa dikerjakan. Aceh jangan ribut-ribut lagi. Perang hanya membodohkan rakyat, melahirkan trauma panjang. Efeknya seperti yang saya bacakan tadi; serba buruk,” imbuhnya.

Artikel SebelumnyaPutranya Raih Gelar Doktor, Abu Mudi Bangga
Artikel SelanjutnyaSambutan HUT RI, FORKAB Pidie Salurkan Bantuan Untuk Warga Miskin
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

1 COMMENT

  1. Akhirnya, ada yang ngomong juga soal ego orang aceh tinggi. Makanya banyak orang Aceh yang paham sama sifat orang Aceh (waras), nggak setuju Aceh itu merdeka. Itu juga yang bikin orang-orang kompeten di Aceh malas maju, bakalan dihajar depan-belakang-kiri-kanan. Orang Aceh, selain ego tinggi, juga iri hati. Sama seperti streotype orang luar ke orang Aceh, orang Aceh besar bicara, dan “sok tau”, bisa diliat kekmana perlakuan orang pusat ke Aceh, ya dibiarin aja lah, buang-buang energi aja ngomong sama orang bodoh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here