Komparatif.ID, Banda Aceh— 500 penari meriahkan pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh, Sabtu (4/11/2023) malam.
Mereka menampilkan drama tari musikal Hikmah Angen yang diproduseri Vira Desalismana, dengan sutradara koreografi Kaka Zavana. Sejak tampil, suara sorak-sorai dan tepuk tangan tak henti-hentinya terdengar dari berbagai sudut arena PKA 8, memberikan apresiasi tanpa henti kepada para penari.
Sebelum penari dan pemain teater memasuki arena pertunjukan, pembukaan PKA ke-8 dimulai dengan upacara tradisional yang melibatkan penumbukan rempah di leusong kayee, sebuah tradisi tradisional yang menjadi simbol penting dalam budaya Aceh.
Upacara ini menjadi simbol penting yang menandai dimulainya pergelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA 8).
Baca juga: Doa untuk Palestina Bergema di Panggung PKA 8
Pertunjukan kolosal ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memperingati kekayaan alam yang dimiliki oleh Aceh pada masa lalu. Kekayaan ini telah membuka mata dunia dan membuat dunia melirik Aceh sejak zaman dulu hingga saat ini.
Menceritakan masa lalu Aceh yang dikenal sebagai negeri paling makmur di kawasan Selat Malaka, pertunjukan ini menggambarkan kemegahan dan kemakmuran yang pernah dimiliki oleh Aceh sejak disatukannya dua kerajaan Aceh, yaitu Darud Donya dan Darul Kamal oleh Sultan Mughayat Syah.
Pemersatuan ini menjadi cikal bakal peradaban dengan sejarah dan budaya lima pilar jalur rempah, yang kemudian diabadikan dalam traktat sebagai tinta emas dalam sejarah dunia.
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi menyampaikan, tema “Jalur Rempah” yang diangkat dalam PKA kali ini adalah sebuah pengingat Aceh merupakan salah satu pintu gerbang jalur rempah di Nusantara.
Ia menekankan rempah-rempah yang ditemukan di Aceh mencapai puncak kejayaan pada abad ke-15 hingga ke-18, di mana Tanah Rencong di Aceh menjadi produsen rempah terbaik di dunia pada saat itu.
“Kami sangat mengapresiasi tema ini dari pemerintah pusat, dan kami berharap bahwa melalui tema rempah ini, Aceh dapat kembali membangkitkan kejayaannya dalam industri rempah yang diharapkan akan mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat Aceh,” ujar Didik Suhardi.