2 Dekade Damai, Aceh Masih Hadapi Tantangan Serius

2 Dekade Damai, Aceh Masih Hadapi Tantangan Serius
Rektor UIN Ar-Raniry Mujiburrahman bersama anggota Tim Perunding GAM di Helsinki Munawar Liza Zainal saat melihat foto dokumentasi proses perundingan Helsinki 2005 yang dipajang di Museum Aceh, Rabu (30/7/2025).

Komparatif.ID, Banda Aceh— Meski dua dekade hidup dalam suasana damai pascakonflik, Aceh masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius yang belum terselesaikan.

Aceh tercatat sebagai daerah termiskin di Sumatra, dengan tingkat pengangguran tertinggi dan prevalensi gangguan kejiwaan, pengemis, serta penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda yang juga tertinggi secara nasional.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Mujiburrahman, saat membuka pameran foto bertajuk Exhibition 20 Years Peace in Aceh di Museum Aceh, Rabu, (30/7/2025). 

Mujiburrahman menyoroti ironi sosial yang saat ini dihadapi Aceh. Ia menyebut meskipun berbagai indikator sosial-ekonomi menunjukkan permasalahan yang cukup kompleks, Aceh justru mencatatkan posisi tinggi dalam indeks kebahagiaan secara nasional. 

“Walaupun demikian, Aceh justru masuk dalam indikator penduduk paling bahagia secara nasional,” ujar Mujiburrahman di hadapan puluhan tamu undangan dan mahasiswa.

Baca juga: UIN Ar-Raniry & BRA Bedah Buku “Dua Dekade Damai Aceh”

Ia menambahkan, Aceh memiliki banyak generasi muda yang potensial dan cerdas, namun pembinaan terhadap mereka masih kerap terabaikan.

“Ini merupakan modal besar bagi kita untuk membangun kolaborasi, termasuk dengan ICAIOS. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya mahasiswa,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) Aceh, Sunnyl Iqbal, juga menyampaikan pandangannya terkait pentingnya menjaga dan merawat perdamaian. 

Putra Gubernur Aceh Muzakkir Manaf itu mengatakan perdamaian bukanlah sesuatu yang diwariskan, melainkan hasil kerja bersama yang harus terus dirawat melalui karya, inovasi, dan gagasan.

“Dua dekade silam, tanah Aceh pernah diselimuti gelapnya konflik. Namun kini, kita berdiri di bawah cahaya perdamaian. Foto-foto yang dipamerkan hari ini menjadi saksi bisu perjalanan rakyat Aceh dalam meraih kedamaian,” ujarnya.

Sunnyl menambahkan pameran ini dapat menjadi ruang refleksi dan pembelajaran bersama, sekaligus menjadi tempat menumbuhkan harapan dan komitmen untuk menjaga perdamaian ke depan. 

Artikel SebelumnyaPertamina Uji Produksi Avtur dari Minyak Jelantah di Kilang Cilacap
Artikel SelanjutnyaSiap-siap, Rekening Nganggur Bakal Diblokir PPATK

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here