19 Pembagian Waktu dalam Kebudayaan Aceh

Pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh.
Pexels.com/JonathanPeterson.

Pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh sangatlah unik. Terdapat 19 pembagian waktu, yang membuat sangat berbeda dengan Melayu dan Jawa.

Baca juga: Makanan Orang Aceh Tempo Dulu

Pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh, sebagai berikut:

  1. Ban beukah mata uroe; ketika matahari baru terbit di ufuk timur. sekitar pukul enam pagi.
  2. Sigalah uroe; ketika matahari mulai meninggi, yang merujuk pada galah-galah untuk mendorong perahu. Kira-kira sekitar pukul tujuh hingga 7.30 pagi.
  3. Watee atau watee bu; waktu makan nasi/ jam makan, sekitar pukul 9 pagi.
  4. Ploih meuneune; melonggarkan mata bajak, waktu di mana pembajak sawah, yang sebelumnya sudah sarapan sejak pagi buta, pergi bersama kerbau-kerbaunya untuk beristirahat. Sekitar pukul 10 pagi.
  5. Peunab chot; matahari berada tepat di atas kepala, sekitar pukul 11 siang.
  6. Chot; puncak sekitar pukul 12 siang.
  7. Reubah chot; matahari tergelincir dari puncak, atau leuho (zuhur) sekitar pukul 12.30 siang.
  8. Peuteungahan leuho; tengah hari, saat untuk melakukan salat Zuhur. Sekitar pukul 01.30 sampai 02.00 siang.
  9. Akhe leuho, sekitar pukul 03.00 sore.
  10. Asa; permulaan waktu Ashar atau salat Ashar. Sekitar pukul 03.30 sore.
  11. Peuteungahan asa, pukul 04.40 sampai 05.00 sore.
  12. Akhe asa, sekitar pukul 05.30 sore.
  13. Magreb; matahari terbenam, sekitar pukul 06.00 sore.
  14. Icha; malam—merujuk pada dimulainya salat Isya, sekitar pukul 07.30 malam.
  15. Teungoh malam; tengah malam, sekitar pukul 12.00 malam.
  16. Saloih yang akhe; sepertiga malam terakhir, sekitar pukul 01.30 malam sampai 4.30 dinihari.
  17. Kukue mano siseun; satu kokok ayam jantan. Sekitar pukul 03.00 dinihari.
  18. Kukue mano rame; kokok ayam jantan bersaut-sautan. Sekitar pukul 04.00 sampai 04.30 pagi.
  19. Mureh; terbitnya fajar di ufuk timur yang berakhir 05.00

Demikianlah pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh tempo dulu.Apakah sekarang masih digunakan? Di kampung-kampung, khususnya orang-orang tua, masih menggunakan pembagian waktu tersebut bila berkomunikasi dengan sesamanya.

Catatan: 19 pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh disadur dari buku De Atjehers karya Prof.Cristian Snouk Hurgronje, yang diterbitkan pertama kali tahun 1893 oleh Batavia Landsdrukkerij.

Artikel SebelumnyaPemerintah Bireuen Larang Pementasan Live Musik
Artikel SelanjutnyaYakin Menang, PDIP Aceh Tengah Targetkan 8 Kursi DPRK
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here