Komparatif.id, Jakarta– 14 pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sudah dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI, mengancam kebebasan pers.
Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Sasmito dalam siaran persnya yang dikutip Komparatif.id, Senin (20/6/2022) menyebutkan RUU KUHP yang dibahas secara tertutup oleh DPR RI dan Pemerintah, mengandung ancaman bagi kebebasan pers di Indonesia. 14 pasal bermasalah di dalamnya, dapat mengantar wartawan dan pengelola media massa ke balik jeruji besi dengan sangat mudah.
“Pemerintah dan DPR RI sudah membahas draft RUU KUHP terbaru. Tapi publik belum diberikan draft tersebut. Pada akhir Mei 2022 sudah dibahas, sampai sekarang belum diberi ke publik,” ujar Sasmito.
Sasmito menyebutkan 14 pasal bermasalah yang menjadi monster mengerikan yaitu 218 dan 220 tentang penerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Pasal 240 dan 241 tentang tindak pidana terhadap ketertiban umum bagian penghinaan terhadap pemerintah.
Pasal 353 dan 354 tentang tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Pasal 439 tindak pidana penghinaan.
Pasal 304 penodaan agama.
Pasal 336 perihal informatika dan elektronika.
Pasal 262, 263, 512 perihal penyiaran berita bohong.
Pasal 281 perihal gangguan dan penyesatan proses peradilan.
Pasal 445 pencemaran orang mati.
Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan yang merupakan karakter dari pekerjaan jurnalis yaitu “memginformasikan kepada khalayak luas. Sehingga dengan mudah akan dipakai oleh orang yang tidak suka kepada jurnalis untuk memprosesnya secara hukum, dengan dalih yang mungkin tidak kuat dan gampang dicari.
AJI mendesak Pemerintah dan DPR mencabut pasal-pasal tersebut karena dapat disalahgunakan oleh siapa saja.
Untuk dunia pers, AJI mendorong penguatan etika jurnalis, dan penyelesaian sengketa pemberitaan menggunakan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Karena itu pasal-pasal yang berkaitan dengan persoalan etika seperti 263 RUU KUHP tentang kabar tidak pasti dan berlebih-lebihan perlu dihapus dari RUU tersebut.