Komparatif.ID, Banda Aceh— The Aceh Institute (AI) mengungkapkan warung kopi (warkop), kafe, dan pasar menjadi lokasi dengan tingkat pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tertinggi di Banda Aceh.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif AI, Muazzinah, pada konferensi pers Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Kota Banda Aceh di Hotel Kyriad Muraya, Selasa (17/12/2024).
Menurutnya, meskipun terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam kepatuhan terhadap kebijakan ini, penerapannya masih menghadapi tantangan serius di beberapa lokasi tersebut. Beberapa kafe bahkan secara terang-terangan menampilkan spanduk promosi rokok di area mereka.
“Meski peningkatan ini cukup menggembirakan,Kepatuhan KTR masih rendah di warung kopi dan pasar,” ujarnya.
Muazzinah menegaskan kebijakan KTR tidak bertujuan untuk memusuhi perokok, tetapi menertibkan perilaku merokok agar tidak merugikan orang lain.
Menurutnya, merokok di ruang publik seperti warung kopi dan pasar berpotensi membahayakan kesehatan orang di sekitar, terutama anak-anak dan perempuan.
Karena itu, ia mengimbau para perokok untuk mematuhi aturan dengan merokok hanya di tempat-tempat khusus yang telah disediakan. Ia juga mendorong kesadaran kolektif tentang bahaya rokok, baik bagi perokok aktif maupun pasif.
Baca juga: Illiza Dorong Kolaborasi Dunia Usaha Perkuat KTR di Banda Aceh
Salah satu perhatian utama adalah fenomena anak-anak yang merokok, termasuk mereka yang masih mengenakan seragam sekolah. Muazzinah mengakui pengaruh lingkungan keluarga dan pertemanan menjadi faktor signifikan dalam kebiasaan ini.
Orang tua yang meminta anak mereka untuk membeli rokok, secara tidak langsung memperkenalkan harga dan akses pembelian rokok kepada anak tersebut.
Selain itu, perkembangan rokok jenis baru seperti vape dan pod juga menambah tantangan dalam upaya perlindungan generasi muda dari bahaya rokok.
Menurutnya, revisi terhadap Qanun KTR diperlukan untuk mengakomodasi berbagai aspek teknis yang belum diatur, termasuk penguatan pengawasan dan penerapan sanksi yang lebih tegas.
Meskipun Qanun KTR telah menunjukkan perkembangan positif dengan tingkat kepatuhan yang meningkat dari 21,1 persen pada 2019 menjadi 45,3 persen pada 2023, upaya berkelanjutan tetap dibutuhkan.
Muazzinah menegaskan kesuksesan Qanun KTR tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Edukasi tentang bahaya rokok, peningkatan kesadaran, dan kerja sama lintas sektor menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok di Banda Aceh.
Sementara itu, Kabid SDM dan Manajemen Dinas Pendidikan Dayah (Disdik Dayah) Kota Banda Aceh, Muhammad Syarif, mengatakan Qanun KTR merupakan langkah penting dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Ia juga menilai kebijakan ini sebagai bagian dari komitmen Banda Aceh untuk menjadi kota layak anak.
Lebih lanjut, Syarif menyebutkan perlunya menambah jumlah petugas Badan Penyidik Negeri Sipil (BPNS) yang bertugas khusus untuk menangani pelanggaran KTR di lapangan.
Menurutnya, pengawasan ketat dan penerapan sanksi tegas sangat diperlukan untuk memberikan efek jera bagi para pelanggar. “Pengawasan harus dilakukan secara ketat, dan pelanggaran tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kita perlu memberikan efek jera kepada pelanggar,” imbuhnya.