
Komparatif.ID, Banda Aceh— Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar mengatakan sejumlah negara seperti Tiongkok, Singapura, Rusia, hingga Uni Emirat Arab telah menyatakan kesiapan membantu penanganan bencana yang melanda Aceh.
Namun menurutnya, bantuan tersebut belum dapat direalisasikan karena Pemerintah Pusat belum menetapkan status bencana di Aceh dan dua provinsi lainnya sebagai bencana nasional.
Wali Nanggroe mengatakan negara-negara tersebut telah menghubungi dan dihubungi pihaknya, namun mekanisme bantuan tidak dapat dijalankan sebelum ada persetujuan pemerintah.
Ia menyebut satu-satunya bentuk bantuan luar negeri yang diperbolehkan saat ini hanya melalui konsulat atau kedutaan yang sudah ada di Indonesia, dan sifatnya terbatas.
“Jadi mereka belum bisa masuk, karena pemerintah pusat belum membuka ‘pintu’. Yang bisa masuk bantuan ke Aceh dari negara luar itu cuma dari konsulat, atau kedutaan yang sudah ada di dalam Indonesia, itu bantuannya terbatas,” ujarnya saat bertemu pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aceh di kediamannya, Selasa (10/12/2025),
“Padahal negara-negara tetangga terdekat sudah banyak yang bersiap membantu Aceh, tapi tidak dibuka ‘pintu’, dengan Rusia juga kami sudah kontak,” tambahnya.
Selain terkait bantuan internasional, Wali Nanggroe juga mempertanyakan dua kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh yang menurutnya tidak menyasar wilayah terdampak terparah.
Baca juga: Tito Karnavian Terima Anugerah Panglima Hukom Nanggroe dari Wali Nanggroe
Ia menyebut tidak menerima informasi apapun terkait agenda tersebut maupun undangan untuk mendampingi.
“Ada staf saya tanya nggak diundang dampingi Presiden di Aceh? Saya bilang saya tidak ada kabar apa-apa. Dua kali datang, dua kali tidak ada kabar,” ucapnya.
Ia menilai hal tersebut bukan sepenuhnya kesalahan Presiden, tetapi kemungkinan akibat masukan yang keliru dari jajaran terkait.
Wali Nanggroe mengungkapkan hingga saat ini masih ada daerah terisolir dan masyarakat yang kesulitan mendapatkan bantuan. Ia menyebut penanganan darurat dinilai masih lambat.
Wali Nanggroe menjelaskan kerja sama internasional untuk kemanusiaan di Aceh diperbolehkan sesuai perjanjian damai Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Ia menyebut Aceh memiliki kewenangan membangun hubungan luar negeri non-diplomatik untuk pendidikan, kebudayaan, ekonomi, dan kemanusiaan, namun tetap melalui persetujuan Pemerintah Pusat.
“Maka, terkait bantuan hibah luar negeri dan bantuan kemanusiaan itu boleh, terutama untuk bencana, karena Aceh memiliki kewenangan, namun tetap sepengetahuan Pemerintah Pusat,” imbuhnya.











