Tiga orang anak di Pelabuhan Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, dengan hanya menyalup bagian bawah tubuhnya menggunakan celana dalam, berenang di dinginnya air Danau Toba. Mereka senantiasa berada di air bila ada kapal yang akan menarik sauh.
Demikian pemandangan yang terpampang di depan mata, kala rombongan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sedang menaiki KMP Tao Toba II, Senin (6/2/2023), pukul 13.00 WIB. Rombongan yang bergabung dalam kegiatan Ekspedisi Geopark Kaldera Toba, akan berangkat ke Parapat, Simalungun, Sumatera Utara.
Langit tidak cerah; angin danau tidak berembus. Meski cahaya matahari tidak terik, tapi rasa sejuk yang biasa diberikan danau dan gunung, tak mampu memberikan kesegaran pada tubuh yang kian lelah setelah dua hari berkeliling Danau Toba melalui jalan darat yang berliku.
Tiga anak laki-laki, begitu melihat penumpang mulai naik ke dalam kapal, segera melompat ke dalam air. Mereka berenang sembari menyeru, “Pak, lemparkan koinnya!”
Penumpang yang berdiri di tepi teralis besi, memperhatikan tingkah polah anak-anak yang sangat lihai berenang di dalam danau tersebut. Nila dan ikan mas yang biasanya berenang bergerombol, menjauh dari anak-anak lasak itu.
Sejumlah wartawan memotret aktivitas belia yang menanti lemparan rupiah di Pelabuhan Tomok itu. Beberapa penumpang melepaskan lembaran-lembaran uang. Uang itu melayang di udara dan kemudian jatuh ke air. Anak-anak itu berlomba saling mendahului; siapa cepat dia dapat. Tak ada yang saling berebut. Sepertinya mereka sudah terbiasa “bertarung” dengan semangat gentleman.
Baca juga: Puncak Huta Ginjang, Surga Paralayang di Sumatera
Tiap lembar rupiah lepaskan, anak-anak itu berlomba saling mendahului. Di dinginnya air, mereka berkompetisi demi mendapatkan uang yang diberikan oleh penumpang.
Sesekali mereka menyeru, ” Pak, lemparkan uang koin!”
Mengapa uang koin? Karena uang logam akan tenggelam, dan itulah atraksi paling menarik. Mereka akan berlomba menyelami danau, memburu koin yang jatuh perlahan ke dasar tepian Toba.
Polisi Air datang. Mereka memberikan aba-aba supaya anak-anak itu segera menjauh. Aktivitas anak-anak tersebut, meski telah menjadi kebiasaan, tapi berisiko. Polisi tidak mau terjadi hal yang tidak perlu.
KMP Tao Toba II perlahan meninggalkan dermaga yang berada di ujung lidah tanah liat Pulau Samosir. Meninggalkan warga di sana yang terus hidup dengan kearifan lokal, di tengah tebaran salib gereja yang sangat banyak.
Para perenang cilik kembali ke tepian, menapak dapat dan kemudian memakai baju. Bocah-bocah itu akan kembali beraksi bila ada kapal lainnya yang akan berlabuh dan menarik sauh dari Tomok.
Sepanjang jalan, dari tepian danau hingga ke puncak bukit, salib-salib terlihat menjulang. Ada yang dipasang di gereja, di tugu, maupun di pemakaman-pemakaman pribadi di depan rumah, di kebun jagung, di dalam kebun mangga, hingga ke puncak-puncak bukit.
Lembah-lembah di Samosir, tiap sudut tanah merupakan tanah Injil. 98, 90 persen penduduknya menganut Kristen. 56,47 persen di antaranya menganut Kristen Protestan, 42,43 persen Katolik, dan 1,10 persen pemeluk Islam.