Terdampak El Nino, Bencana Besar Intai Aceh

El Nino
Hingga Juni 2023, Aceh memuncaki sebagai daerah yang paling banyak kebakaran di Indonesia. Infografis Walhi Aceh.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Aceh terdampak badai El Nino. El Nino merupakan pemanasan air laut di atas ambang normal yang terjadi di Samudera Pasifik. Akibatnya, Provinsi Aceh sedang diintai bencana besar seperti kebakaran hutan dan lahan, serta banjir dan kekeringan.

Demikian disampaikan oleh Direktur Walhi Aceh Muhammad Solihin, Rabu (26/7/2023) sore. Aktivis lingkungan hidup dan pelestarian alam tersebut mengatakan, El Nino telah menimbulkan cuaca ekstrem di Aceh.

Saat ini Aceh sedang memasuki masa krisis iklim. Krisis iklim tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Ke depan banjir bandang dan kebakaran akan semakin sering terjadi di Aceh.

Baca: El Nino Dimulai, Ahli Prediksi 2024 Tahun Terpanas

Solihin menjelaskan, puncak El Nino menurut BMKG terjadi pada bulan Agustus-September 2023. Dampaknya Aceh akan dilanda kekeringan lebih parah dari yang sudah terjadi. kekeringan akan membuat Serambi Mekkah rentan terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta banjir hidrometeorologi basah.

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), hingga Huni 2023, Aceh merupakan daerah tertinggi karhutla dengan 53 kali kebakaran. Total karhutla seluruh Indonesia 206 kejadian. Di peringkat kedua Kalimantan tengah dengan 35 kejadian.

El Nino Nyata, Pemerintah Aceh Jangan Lengah

Solihin mengimbau Pemerintah jangan lengah. Dampak El Nino di Samudera Pasifik sangat nyata. Aceh telah berbulan-bulan kering dan cuaca sangat panas. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan berkurang.

Pemerintah Aceh harus membuat strategi yang terintegrasi mengatasi persoalan tersebut. Apalagi ke depan, Aceh berpotensi besar mengalami krisis air baik untuk konsumsi, pertanian, maupun perkebunan.

Dampak terbesar lainnya bila kekeringan terjadi, produktivitas pangan akan menurun drastis. Efek buruknya ketahanan pangan Aceh akan jungkir balik. Gagal panen akan terjadi di mana-mana.

“Pemerintah harus segera mencari solusi mengatasi ancaman yang sudah di depan mata. Harus ada skenario untuk menghindari kelaparan massal yang sangat berpotensi akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan,” sebut Solihin.

Tingginya angka karhutla di Aceh, merupakan early warning yang harus menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh.

Kekeringan Semakin Meluas

Dalam konteks kekeringan, Aceh berada di peringkat 4 secara nasional. Di peringkat pertama Jawa Tengah, kedua Jawa Barat, ketiga Jawa Timur, dan keempat Aceh.

Kejadian kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh kekeringan di Aceh pada tahun ini telah terjadi di Aceh Jaya, Aceh Tengah, dan Subulussalam. Total lahan yang dilalap si jago merah 491,8 hektare. Masing-masing 117,7 hektare di Aceh Jaya, 78,5 hektare di Aceh Tengah, dan 75,5 hektare di Subulussalam.

Kebakaran yang massif—bila terjadi- akan melahirkan persoalan lainnya yaitu bencana asap (jerebu). Pengalaman buruk itu pernah terjadi pada 2015-2016 ketika 2,6 juta hektare lahan hutan di Indonesia terbakar. Aceh terdampak jerebu yang memerihkan mata dan menyebabkan penyakit ispa. Kerugian kala itu mencapai Rp221 triliun untuk seluruh Indonesia.

Secara luas kawasan, hingga Juni 2023, daerah yang paling sering terjadi karhutla di Indonesia adalah di Aceh, maka perlu menjadi perhatian. Selain itu, tidak seluruh daerah akan mendapatkan bencana yang sama. Sehingga harus dimitasi dari sekarang, dengan persiapan yang benar-benar matang.

Pemerintah Aceh juga harus memiliki persiapan anggaran yang terukur, serta lokasi-lokasi pengungsian jiwa sewaktu-waktu bencana terjadi.

Artikel SebelumnyaSejarah PO Bus Bireuen Express
Artikel SelanjutnyaMohamad Hasan Luncurkan Buku Menjaga Jokowi Menjaga Nusantara
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here