Tarekat Syattariyah Nagan Raya dan Syaikh Ahmad Khatib Langgien

Pemerintahan Pusat Harus Tuntaskan Seluruh Poin MoU Helsinki Pemerintah Pusat harus menuntas penerapan seluruh poin-poin kesepakatan damai yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki. Al Kahar Dukung Rencana Mualem Ukur Ulang HGU Sawit Dorong Pemerintah Aceh Susun Qanun Agraria tarekat syattariyah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Al Kahar, Muhajir Ibnu Marzuki. Foto: HO for Komparatif.ID.

Apa yang dilakukan oleh imam dan pengikut Tarekat Syattariyah di Nagan Raya menarik ditelisik. Karena bila merujuk pada penanggalan qamariyah, 27 Februari masih berada di dalam bulan Syaban, belum memasuki Ramadan. Tapi mereka sudah berpuasa Ramadan.

Tahun 2025 Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama melakukan sidang isbat pada hari Jumat, 28 Februari 2025 bertepatan 29 Sya’ban 1446 H.

Keputusan sidang isbat biasanya diputuskan berdasarkan penglihatan hilal. Jika hilal terlihat maka Bulan Sya’ban hanya sampai di tanggal 29 saja. Namun jika hilal tidak terlihat maka Sya’ban akan digenapkan menjadi 30 hari.

Baca: Uniknya Aceh, Satu Lebaran, 3 Kali 1 Syawal

Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Syaban menjadi 30 hari. HR Bukhari dan Muslim, hadis no.1776.

Dari hadis ini jelas terlihat bahwa berpuasa ada tata cara dan aturannya. Semua harus kembali kepada tuntunan yang diajarkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad S.A.W.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Karena itu, seyogyanya kita sebagai umat Nabi Muhammad sudah semestinya dan menjadi kewajiban untuk meneladani Rasulullah S.A.W, baik persoalan akhlak hingga beribadah.

Puasa yang diwajibkan bagi umat Muhammad, hanya dapat dilaksanakan pada bulan Ramadan. Tidak ada pembenar dilakukan sebelum dan sesudah Ramadan.

Bagaimana menentukan 1 Ramadan di luar ketentuan pemerintah sebagai ulil amri? Di Nagan Raya terdapat sebuah kelompok Tarikat Syattariyah yang telah berpuasa pada hari Kamis, 27 Februari 2025.

Apa yang dilakukan oleh imam dan pengikut Tarekat Syattariyah di Nagan Raya menarik ditelisik. Karena bila merujuk pada penanggalan qamariyah, 27 Februari masih berada di dalam bulan Sya’ban, belum memasuki Ramadan. Bila merujuk pada penanggalan yang dipegang oleh Kemenag RI, maka Tarekat Syattariyah di Nagan Raya telah berpuasa pada 28 Sya’ban. Dengan demikian, Idulfitri 1446 Hijriah yang akan mereka sambut kelak akan jatuh pada akhir Ramadan.

Ada yang menyebutkan bila kelompok Tarekat Syattariyah di Nagan Raya menggunakan metode hisab. Dengan segenap keanehannya, metode hisab tersebut sepertinya perlu diuji kembali.

Karena di Indonesia organisasi Muhammadiyah—ormas Islam terbesar di Tanah Air—juga menggunakan metode hisab dalam penentuan 1 Ramadan. Tahun 2025 Muhammadiyah memulai puasa pada tanggal 1 Maret 2025.

Awal Mula Tarekat Syattariyah di Aceh

Bila ditelusuri melalui rentang sejarah, Tarekat Syattariyah di Aceh dikembangkan oleh Syaikh Abdur Rauf Fansuri As – Sinkily pada awal abad 17. Perkembangan Syattariyah di Aceh kala itu, tatkala Imperium Aceh Darussalam sedang sangat ditakuti oleh Portugis dan bangsa-bangsa Eropa lainnya. Kekuatan politik Imperium Aceh Darussalam sedang sangat disegani.

Untuk selanjutnya, Tarekat Syattariyah dikembangkan lagi oleh Syaikh Ahmad Khatib Langgien pengarang Dawaul Qulub. Di kalangan masyarakat awam, Syaikh Ahmad Khatib dikenal sebagai pengarang Kitab Delapan (Jam’u Jawani’ Al Musannifat).Padahal kitab tersebut disusun oleh Syaikh Ismail bin Abdul Muthalib Al Asyi. Isinya berisikan delapan rangkuman kitab, salah satu  rangkuman merupakan kitabnya Syaikh Ahmad Khatib Langgien.

Syaikh Ahmad Khatib Langgien hidup pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Lokasi makamnya berada di Langgien, Bandar Baru, Lueng Putu, Pidie Jaya. Ia hidup masa Aceh di bawah Pemerintahan Sultan Alaudin Jauhar Alam Syah yang memerintah hingga tahun 1823.

Garis keturunan Syaikh Ahmad Khatib Langgien ini sekarang banyak yang tinggal di Teupin Raya, Pidie. Di antara garis keturunannya yang terkenal adalah Tgk Chik di Simpang, dan juga Tgk Harun Yang akrab di sapa Tgk Chik di Teupin Raya. Kedua tokoh ini lokasi makamnya ada di Teupin Raya.

Kelompok tarikat Nagan Raya yang mengklaim diri mengikuti Tarikat Syattariah ini sudah semestinya harus ada hubungan dengan Teupin Raya, Langgien dan dengan Syaikh Ahmad Khatib Langgien.

Adakah hubungan antara kelompok Tarikat Nagan Raya dan Syaikh Ahmad Khatib Langgien? Perlu ditelusuri kembali berdasarkan catatan sejarah yang ada.

Tahun 2022, Wakil Ketua DPRA Teuku Raja Keumangan (TRK) yang juga bagian dari keluarga besar tarikat di Nagan Raya yang mulai berpuasa pada kamis, 27 Februari 2025, melalui pokir dirinya di DPRA memugar makam Syaikh Ahmad Khatib Langgien di Pidie Jaya.

Pria yang kini merupakan Bupati Nagan Raya tersebut, memberikan perhatian besar kepada perawatan khazanah yang berkaitan dengan Syattariyah.

Pun demikian, harus dicermati, pemugaran makam tersebut memiliki tali-temali apa? Apakah karena hubungan sejarah dengan Syaikh Ahmad Khatib Langgien. Ataukah hanya kedok atau taktik kelompok tarikat di Nagan Raya yang mencari pengaruh, supaya Syattariyah versi Nagan Raya semakin luas pengikutnya.

Syaikh Ahmad Khatib Langgien merupakan seorang ulama, tokoh Aceh, yang keilmuannya telah dikenal dan diakui. Ia banyak meningggalkan warisan pengetahuan. Tentu, bilamana kelompok tarekat Syattariyah di Nagan Raya mengakui memiliki hubungan dengan sang ulama, kiranya perlu kembali kepada tata cara dan aturan berpuasa sesuai dengan syariat Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah S.AW.

Penulis adalah mantan Ketua Umum Masyarakat Peduli Aceh (Mapesa), dan salah seorang Zuriat Syaikh Ahmad Kharib Langgien, berdomisili di Nagan Raya.

Artikel SebelumnyaSelama Ramadan, Café di Pantai Lhoknga Dilarang Gelar Buka Puasa
Artikel SelanjutnyaPenetapan Mawardi Nur Sebagai Dirut PT PEMA Tidak Sesuai Qanun
Muhajir Ibnu Marzuki
Ketua Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) Sumatera, Direktur Sumatra Institute.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here