Snouck Hurgronje Buka Rahasia Ulama Aceh Kepada Pemerintah Kolonial

Snouck Hurgronje
Penulis biografi Prof. Dr. Cristian Snouck Hugronje yang berjudul het volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje, Prof. Wim van den Doel, saat berpidato tentang Snouck pada seminar di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Rabu, 14 Mei 2024. Foto: Dok. UIN Ar-Raniry.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Penulis biografi Prof. Dr. Cristian Snouck Hurgronje yang berjudul het volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje, Prof. Wim van den Doel, menyebutkan kekuatan ulama Aceh dibongkar oleh Snouck.

Prof. Wim dalam acara seminar dan pameran foto bertema :Admired And Despised: The Life & Work of Snouck Hurgronje, di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Rabu, 14 Mei 2024, sebelum datang ke Aceh sebagai seorang antropolog dan Penasihat Pemerintah Hindia Belanda, Snouck Hurgronje telah mempelajari Islam secara mendalam di Mekkah. Dia juga bermukim di Banten untuk beberapa waktu.

Baca: 2 Sisi Snouck Hurgronje: Dikagumi dan Dicela

Di Aceh, dia menghabiskan waktu selama dua bulan untuk mempelajari bahasa Aceh. Dia juga intens berkomunikasi dengan informan –warga lokal yang menjadi vocal point– yang membantu pengumpulan informasi tentang Aceh.

Di Banda Aceh dia juga menulis kamus, melakukan analisa, serta berkomunikasi dengan warga.

Dari pendalaman informasi yang disampaikan informan, mempelajari dokumen, Snouck Hurgronje mengambil kesimpulan bahwa kekuatan politik di Aceh bukan semata berada di tangan Sultan Aceh, dan segenap unsur perangkat kesultanan.

Kekuatan politik di Aceh juga berada di tangan ulama. Ulama yang berada di garis paling depan dalam hal pembinaan umat, memiliki power sangat besar. Mereka dapat menggerakkan perlawanan kepada Pemerintah Kolonial Belanda.

Orang Aceh juga perlu menjadi perhatian. Mereka perlu dilibatkan dalam menjalankan kebijakan kolonial.

Belanda yang mulai kewalahan menghadapi Aceh, dan mereka terkurung di lini terkonsentrasi, barulah dapat bergerak lebih leluasa, setelah menjalankan rekomendasi Snouck Hurgronje. Termasuk melakukan sweeping ke kampung-kampung; melakukan bumi hangus, dan berlaku kejam terhadap rakyat dan pejuang Aceh.

Wim menjelaskan, apa pun yang pernah dia sampaikan kepada Pemerintah Kolonial, sepertinya disesali di masa tuanya. Snouck Hurgronje meninggalkan Hindia Belanda pada tahun 1906, beberapa waktu jelang kematiannya.

Di Indonesia dia meninggalkan lima orang anak. Dia menikah dengan perempuan Banten.

Jelang kematiannya, dia mulai kritis. Snouck mulai mengkritisi gagasannya sendiri, mengkritik kebijakan Kolonial.

“Dia pernah bilang bahwa jika kebijakan Kolonial tidak diubah di Hindia Belanda,maka segera kekuasaan hindia belanda segera berakhir di Nusantara,” sebut Wim.  Penulis tersebut juga menambahkan, Snouck tidak ingin dikunjungi ketika mayatnya masuk dalam kuburan.

Terlepas dari berbagai hal terkait orientalis tersebut, bagi Wim tidak mudah menyampaikan tentang sang Profesor dalam waktu 15 menit. Apalagi berkaitan dengan biografi yang telah ia tulis.

Di buku biografi itu Wim menulis tentang masa muda Snouck; pernah kawin lari, menikah beberapa kali, serta sisi akademisnya Snouck.

Sebagai seorang pelajar, Snouck sangat brilian. Dia mempelajari kitab-kitab suci, membaca manuskrip dengan sudut pandang kritis, hingga akhirnya menjadikan ia sebagai Guru Besar Bahasa Arab di Universitas Leiden.

Sebagai seorang ilmuan, dia tidak merasa puas hanya berhubungan dengan dokumen, kita-kitab suci, dan manuskrip. Dia kemudian mengajukan izin mempelajari Islam langsung ke Mekkah. Setelah izin keluar, dia langsung berangkat ke sana.

“Profesor Snouck mempelajari Islam bukan semata dari teks, tapi juga dari penganutnya. Dia melakukan hal tersebut menggunakan pendekatan antropologi. Di Mekkah dia berhubungan dengan para jamaah haji.

Dari Mekkah dia kemudian pulang ke Hindia Belanda, dan menuju Banten. Di sana dia melihat pemberontakan petani Banten yang disebabkan oleh isu soal norma-norma lokal dan keislaman yang tidak dihargai oleh Kolonial.

Di sana dia juga bertemu seorang intelektual Islam bernama Haji Hasan Mustofa. Dia belajar dari sang ulama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here