Singapura Pertimbangkan Adopsi Hukuman Cambuk bagi Pelaku Penipuan

Singapura Pertimbangkan Adopsi Hukuman Cambuk bagi Pelaku Penipuan Pemerintah Singapura mempertimbangkan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan seiring meningkatnya kasus kejahatan siber. Ilustrasi: Komparatif.ID.
Pemerintah Singapura mempertimbangkan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan seiring meningkatnya kasus kejahatan siber. Ilustrasi: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Singapura— Pemerintah Singapura tengah mempertimbangkan penerapan hukuman cambuk bagi para pelaku penipuan, seiring dengan meningkatnya kasus kejahatan siber yang telah menyebabkan kerugian miliaran dolar.

Menteri Negara dalam Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pembangunan Sosial dan Keluarga, Sun Xueling, mengatakan hukuman cambuk menjadi salah satu opsi yang sedang dikaji sebagai bentuk tindakan tegas terhadap kejahatan ini.

Ia menekankan bahaya serius dari penipuan semakin mengkhawatirkan, sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih keras untuk menekan angka kasus yang terus meningkat.

“Kami akan mempertimbangkan (hukuman) cambuk untuk diterapkan pada pelanggaran terkait penipuan tertentu,” ujar Sun Xueling mengutip AFP pada Selasa (4/3/2025).

Singapura mencatat rekor kerugian akibat penipuan sebesar 1,1 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp13 triliun sepanjang 2024. Angka ini melonjak 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca jugaPasangan Gay Delmaza Ahmad & Apis Irawan Divonis 165 Cambuk

Meskipun industri perbankan menerapkan berbagai mekanisme perlindungan, kejahatan siber terus berkembang dengan berbagai modus yang semakin canggih.

Salah satu tren yang menjadi perhatian adalah penggunaan mata uang kripto sebagai alat transaksi oleh para scammer. Para pelaku penipuan kini meminta korban untuk menukar uang mereka ke dalam bentuk cryptocurrency sebelum melakukan transfer, sehingga lebih sulit dideteksi dan dicegah oleh sistem perbankan konvensional.

Penipuan berbasis kripto menyumbang hampir 25 persen dari total kerugian akibat kejahatan siber di Singapura. Mengingat risiko yang ditimbulkan, Sun Xueling mengimbau warga untuk menghindari transaksi dengan mata uang digital tersebut.

Salah satu platform yang menjadi sarang penipuan adalah Telegram, di mana kasus penipuan yang terjadi di aplikasi tersebut meningkat hampir dua kali lipat pada 2024.

Dengan sistem komunikasi yang bersifat anonim, Telegram menjadi alat utama bagi para penipu untuk melancarkan aksinya tanpa mudah terlacak.

Selama beberapa tahun terakhir, otoritas Singapura melakukan berbagai upaya edukasi publik terkait ancaman penipuan. Salah satunya adalah pendirian saluran telepon darurat nasional khusus untuk melaporkan kasus-kasus penipuan.

Pada 2020, pemerintah juga meluncurkan aplikasi “ScamShield,” yang memungkinkan pengguna untuk memeriksa panggilan, situs web, serta pesan yang berpotensi mencurigakan.

Fenomena penipuan daring tidak hanya berdampak pada warga biasa, tetapi juga menyasar berbagai lapisan masyarakat, termasuk pejabat tinggi. Tahun lalu, mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, menjadi korban penipuan ketika barang yang dipesannya secara daring tidak pernah sampai.

Artikel SebelumnyaLayanan Penukaran Uang Diminta Jangkau Masjid-Masjid di Banda Aceh
Artikel SelanjutnyaSelama Ramadan, Café di Pantai Lhoknga Dilarang Gelar Buka Puasa
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here