
Komparatif.ID, Banda Aceh— Barang bukti uang tunai sebesar Rp18 juta yang disita saat kejadian dugaan politik uang yang melibatkan timses Illiza-Afdhal di warkop Dek Gus, Geuce Inem, Kecamatan Banda Raya, pada Selasa malam (26/11/2024) lalu hilang di Kantor Panwaslih Banda Aceh.
Hal itu disampaikan Kepala Sekretariat Panwaslih Kota Banda Aceh, Alfian, pada sidang pemeriksaan pelanggaran dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada Kamis (17/7/2025).
Alfian menuturkan dirinya sama tidak tahu keberadaan uang tersebut usai disita Panwaslih Banda Aceh. Dirinya hanya mendapatkan kabar bahwa saat penggerebekan di Dek Gus turut diamankan sejumlah barang bukti termasuk uang tunai dari tangan Cut Hera yang diduga bagian dari timses Illiza-Afdhal.
“Saya tahu ada uang yang disita, tapi saya tidak tahu mengenai angka pasti jumlah uang tersebut,” ujarnya
Saat ditanya Ketua Majelis Sidang Kode Etik DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, Alfian menuturkan uang sitaan tersebut diamankan oleh Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi, Hidayat.
“Tidak pernah menerima dan tidak pernah saya simpan. Setahu saya uang tersebut dipegang Kordiv penanganan pelanggaran,” lanjutnya.
Padahal sebelumnya, para teradu (komisioner Panwaslih Kota Banda Aceh) mengatakan barang bukti uang tunai yang disita saat penggerebekan dugaan pelanggaran politik uang oleh timses Illiza-Afdhal di Warkop Dek Gus diamankan oleh Kepala Sekretariat Alfian.
Namun usai Alfian didatangkan ke sidang pemeriksaan untuk dimintai keterangan, penjelasan dari para komisioner Panwaslih Banda Aceh tiba-tiba berubah.
Usai penjelasan Alfian, Majelis Sidang Etik DKPP kembali menanyakan dimana keberadaan barang bukti uang tunai Rp18 juta yang disita kepada para komisioner Panwaslih. Ketua Komisioner Panwaslih Banda Aceh Indra Milwady kemudian menyebut uang tersebut berdasarkan laporan staf sekretariat Wahyu Nurjanah telah hilang.
Baca juga: Panwaslih Banda Aceh Diduga Abaikan Temuan Politik Uang Timses Illiza-Afdhal
Indra menyebut uang tersebut dibagi ke dalam dua amplop, satu berisi sekitar Rp16–17 juta dan satu lagi Rp1 juta. Namun berdasarkan laporan staf, amplop berisi Rp17 juta dinyatakan hilang.
“Yang kita tahu uang itu dipisah dalam dua amplop, satu berisi sekitar 16-17 juta, satu lagi satu juta. Total 18 juta. Berdasarkan laporan staf, uang yang 17 juta tersebut hilang,” ujarnya.
Mendengar keterangan tersebut, Ketua Majelis Sidang DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, menyindir inkonsistensi keterangan para teradu yang sejak awal berubah-ubah, yang sebelumnya berada di bawah pengawasan kepala sekretariat, lalu di simpan di laci komisioner, hingga dinyatakan hilang.
“Jangan mempersulit diri sendiri, dari tadi keterangan saudara berubah-ubah terus. Tadi mengamini apa yang disampaikan teradu tiga (uang dipegang kepala sekretariat). Namun saat saat kepala sekretariat hadir pernyataan saudara beda lagi,” sindir Tio.
Sementara itu, Komisioner Panwaslih lainnya, Hidayat, mengatakan barang bukti uang tunai tersebut berada di dalam laci meja Effendi, dan kunci laci itu dipegang oleh staf sekretariat Wahyu Nurjanah.
Namun Effendi sendiri menolak mengonfirmasi hal tersebut. Ia menyebut memang uang tersebut pernah ditaruh di mejanya saat pemeriksaan, tetapi ia tidak pernah memegang kunci laci maupun melihat uang tersebut secara langsung.
“Uang itu memang di laci meja saya, tapi kunci laci tidak pernah saya lihat. Uang tidak pernah saya lihat, kunci tidak pernah ada sama saya,” ujar Effendi.
Sebelumnya, Panwaslih Banda Aceh diduga tidak menindaklanjuti laporan dugaan politik uang tersebut. Padahal, berdasarkan pengakuan dalam sidang, mereka telah menerima informasi soal dugaan pelanggaran sejak malam kejadian.
Saat itu, Panwaslihcam Banda Raya bersama pihak kepolisian dari Gakkumdu mendapati tiga anggota Panwascam bersama tiga warga lainnya, termasuk Cut Hera yang belakangan diketahui sebagai bagian dari tim sukses Illiza-Afdhal.
Meski sudah ada temuan lapangan, Panwaslih Banda Aceh baru menggelar rapat pleno satu pekan kemudian, tepatnya pada 3 Desember 2024. Padahal, sesuai Peraturan Bawaslu No. 9 Tahun 2024, dugaan pelanggaran pemilu harus diproses dalam waktu maksimal tujuh hari.