Sepanjang 2008-2023, APBA dan DD di Aceh Capai Rp243, 21 Triliun

Pemerintah Aceh Gelar Uji Kompetensi Pejabat Eselon II Pekan Depan, Ini Daftarnya Sepanjang 2008-2023, APBA dan DD di Aceh Capai Rp243, 21 Triliun Pemerintah Aceh Bentuk Satgassus Tambang Ilegal
Kantor Gubernur Aceh. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Provinsi Aceh telah mengelola Rp243,21 triliun sepanjang 2008 hingga 2023. Dana ratusan triliun tersebut merupakan anggaran investasi pembangunan yang bersumber dari APBA dan Dana Desa (DD).

Dari data yang dikoleksi Komparatif.ID, dana investasi pembangunan yang mengalir ke Aceh sejak 2008-2023, untuk Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) sebesar 203,81 triliun dan dana desa sebesar 39,40 triliun.

Untuk APBA kontribusi terbesarnya adalah dari suntikan dana otsus yang mencapai nilai total 100, 34 triliun atau sekitar 49, 20 persen dari alokasi APBA per tahunnya. Sementara nilai Pendapatan Asli Aceh rata-rata per tahunnya hanya 1,78 triliun. Kecil sekali.

Menurut sejumlah ekonom, dari data tersebut rakyat Aceh bisa melihat betapa jomplang antara nilai investasi pembangunan dengan kekuatan fiskal Provinsi Aceh.

Ini adalah indikasi sahih bahwa, pertama, Aceh sangat tergantung pada suntikan anggaran dari Pemerintah Pusat. Kedua, Injeksi ratusan triliun anggaran pembangunan belum mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah.

Baca juga: Mualem: Sebelum 30 Juni, 35,5 Persen APBA Sudah Terealisasi

Pendapatan rendah, peningkatan nilai tambah nihil, investasi minim, sektor produktif tidak tumbuh, lapangan kerja tidak tersedia, tenaga kerja tidak terserap, pengangguran tinggi.

Akibatnya Aceh terus menjadi daerah konsumen hingga mengalami capital flight, uangnya mengalir ke daerah lain sampai puluhan triliun per tahunnya,

Tak heran Serambi Mekkah terus berkutat sebagai daerah termiskin, naik turun rangking 1-2 di Sumatera, dan 6-7 tingkat nasional, dengan rata-rata pendapatan perkapita rakyatnya hanya $2,718, terendah di Sumatera.

Rakyat Aceh seperti ayam mati di lumbung padi. Uang yang begitu banyak mengalir setelah lahirnya perdamaian, tak mampu menjadi modal pembangunan ekonomi, yang di dalamnya terdapat banyak sektor.

Di sisa waktu yang tersedia, akankah Aceh mampu memperbaiki keadaan? Menjawab ini seperti tebak-tebak buah manggis. Masih meraba-raba. Karena sampai saat ini roadmap tentang masa depan Aceh belum terlihat jelas.

Narasi pembangunan masih sebatas cang panah, dan negeri ini kian tergadai untuk kepentingan kapitalisme, yang menempatkan rakyat sebagai pesakitan di kampungnya yang kaya raya.

Artikel SebelumnyaPurbaya: Harga Asli LPG 3 Kg Rp42.750/Tabung, Pemerintah Tanggung 70 Persen
Artikel SelanjutnyaMantan Kepala Kantor Pos KCP Rimo Ditahan, Diduga Korupsi Rp1,9 Miliar
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here