Secangkir Espresso Robusta di Negeri Lamno

Sajian kopi Espresso Robusta di Portugis Caffee keude Lamno. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.
Sajian kopi Espresso Robusta di Portugis Caffee keude Lamno. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Saya benar-benar lupa bila Aceh Jaya merupakan salah satu penghasil kopi robusta di Aceh. Saya kaget ketika memesan espresso, yang disajikan secangkir kopi “ringan” tapi tidak asing di lidah.  Demikianlah pengalaman yang saya dapatkan ketika berkunjung ke Aceh Jaya, Rabu (21/6/2023).

Rencana berkunjung ke Calang—ibukota Aceh Jaya—lahir dua hari setelah melihat informasi Kontes Eksplorasi Durian Nusantara, yang digelar oleh komunitas Durian Traveller. Acara itu digelar pada 20 sampai 21 Juni 2023 di tepi Samudera Hindia, tepatnya di sebuah kafe di Pantai Pasie Luah. Kontes itu menghadirkan juri internasional dari Malaysia, Australia, dan Amerika Serikat.

Akan tetapi, karena tidak mendapatkan informasi secara utuh, ketika saya dan rombongan Komparatif.ID tiba di Pasie Luah, kontes baru saja usai.

Di tepi pantai itu, saya disambut oleh tiga wartawan. Dua di antaranya sudah cukup akrab karena pernah berkolaborasi langsung. Kami saling melepas rindu sembari menyeruput kopi hitam khas Lamno yaitu robusta.

Saya tidak berharap banyak pada cita rasa kopi yang disajikan di cafe itu. Maklum, tampilannya lebih kepada nuansa gaul ala anak muda. Tapi begitu menyeruput kopi hitamnya, segenap penat hilang seketika. Rasanya benar-benar maknyus.

Seperti biasa, saya hanya menghabiskan satu gelas saja. Sedangkan dua teman lainnya dapat menyeruput sampai dua gelas dalam masa dua jam hangout di tepi pantai.

Espresso Robusta Lamno

Sebelum tiba di Calang, dalam perjalanan saya singgah di Warung Kopi Portugis di Keude Lamno. Kawasan itu terkenal karena dua hal, kopi dan keturunan Portugis. Bagi orang yang menggemari lagu-lagu Aceh yang diproduksi oleh Restu Record, akan menambah satu penyebab lagi, Sabirin Lamno.

Ya, penyanyi dangdut berambut kribo itu memperkenalkan dirinya ke publik dengan nama Sabirin Lamno. Suaranya empuk, cengkok dangdutnya sangat terasa. Salah satu lagu yang paling top darinya yaitu Yatim Lam Kandong. Di era konflik Aceh dan Pemerintah Pusat, lagu tersebut sangat populer. Karena setiap hari di Aceh lahir anak yatim karena orangtua mereka menjadi korban keganasan konflik bersenjata.

Baca juga: Masjid Jin Samalanga, Cagar Budaya Karya Ulama

Keude Lamno sangat cerah. Saya memarkirkan mobil di dekat plang nama Warkop Portugis. Saya tidak jeli melihat tulisan Portugis Caffee, Kopi Robusta Asli Lamno.

Setelah duduk di teras sembari menanti rombongan menikmati bakso, saya memesan secangkir espresso. Dalam minda saya saat itu, kalau menyebut espresso pastilah arabika.

Ketika secangkir espresso disajikan di atas meja, saya agak curiga dari aromanya. Semerbak earthy dan nutty terpapar ke indera cium. “Ini bukan arabika” batin saya sembari menyeruput kopi tersebut.

Hmm, taste-nya ringan, membawa saya mengira-ngira di mana pernah menyeruput kopi yang sama. Bintang kejora! Rasa kopi ini seringkali saya seruput ketika berkunjung ke Bener Meriah dan Aceh Tengah. Dulu saya sering menikmati sajian tubruk robusta. Satu lagi, ini khas Solong, Banda Aceh, tapi yang di hadapan saya aroma dan rasanya lebih kuat.

Bagi penikmat kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh, robusta Lamno bukan hal yang asing. Karena secara bergenerasi yang diseruput secara umum di Kutaraja adalah robusta dari negeri yang penduduknya sebagian bermata biru.

Tidak butuh waktu lama, kopi itu segera habis saya tengak dalam dua kali angkat gelas. Kemudian saya jumpai barista yang bernama M. Reza. Saya tanyakan kopi apa yang tadi disajikan kepada saya. Awalnya dia agak kaget, tapi segera mencair setelah saya jelaskan maksud mengapa saya bertanya.

“Di sini hanya ada robusta, Bang. Khas Lamno. Kami tidak menyediakan arabika,” katanya sembari tersenyum.

Istri saya cekikikan ketika saya mengajukan pertanyaan itu. Sembari melangkah ke luar Portugis Caffee di mengatakan “Di papan merek jelas ditulis kopi robusta, hahahaha,” katanya sembari tertawa. Kami tergelak bersama. Kemudian melanjutkan perjalanan.

Tidak jauh dari sana, seorang teman menelpon, memberi tahu supaya singgah di kebun durian milik saudaranya. Di sana saya dan seorang wartawan belum bersertifikat kompetensi, turun. Kami berjalan kaki menuju kebun yang berada sepelemparan batu dari Masjid Nyak Sandang yang dibangun oleh Presiden Jokowi atas jasanya ikut membeli obligasi pembelian pesawat untuk Indonesia di awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Kami menikmati satu butir langsung di kebun itu. Rasa duriannya tidak begitu manis. Dagingnya putih, tapi rasa lemaknya aduhai. Saat pulang, sang teman membekali 3 butir sebagai oleh-oleh.

Di Calang, setelah gagal nonton festival durian, saya dan rombongan ditraktir makan durian oleh Kepala Bidang Ketertiban Umum, Ketentraman dan Perlindungan Masyarakat Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Jaya, Hamdani.

Hamdani termasuk ahli memilih durian. Dari semua durian yang ia beli, seluruhnya enak. Durian itu bertambah nikmat karena Hamdani dan Aklima—istrinya—menyambut kami dengan sangat ramah.

Kami pamit dari Calang jelang Magrib. Melintasi tiga gunung hingga akhirnya tiba lagi di Banda Aceh pada pukul 22.30 WIB.

Ada yang menarik, bermodal dua gelas kopi robusta Lamno, saya bisa menikmati perjalanan tanpa rasa lelah. Tidak sekalipun rasa kantuk menghinggapi. Efek robusta Lamno memang luar biasa.

Aceh Jaya merupakan salah satu sentra robusta di Serambi Mekkah. Menurut data yang disajikan dalam Statistik Perkebunan Aceh tahun 2021, jumlah produksi coffea canephora pada tahun 2021 sebanyak 611 ton. Data itu merupakan produksi tahunan secara rata-rata. Jumlah itu dihasilkan dari 870 hektare yang sudah produktif.

Robusta Lamno merupakan salah satu komoditas unggulan Aceh Jaya. Hasil perkebunan tersebut telah menjadi duta daerah tersebut hingga ke luar negeri.

Artikel Sebelumnya288 Pelamar Lulus Seleksi Administrasi Panwaslih Zona 3 Aceh
Artikel SelanjutnyaPelaku Bunuh Diri di Korea Utara Akan Dihukum Mati
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here