SBY: Generasi Muda Aceh Berhak Dapatkan Dividen Perdamaian

SBY: Generasi Muda Aceh Berhak Dapatkan Dividen Perdamaian
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan generasi muda Aceh juga berhak dapatkan hasil perdamaian. Foto: Dok. ERIA.

Komparatif.ID, Jakarta— Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan generasi muda Aceh —anak-anak yang lahir atau masih kecil pada 2005, berhak mendapatkan berhak atas dividen perdamaian berupa layanan pendidikan, kesehatan, pekerjaan, infrastruktur, dan kesempatan untuk membangun masa depan tanpa rasa takut maupun kemiskinan.

Tanggung jawab untuk mewujudkan itu, ujarnya, ada pada seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sipil, maupun sektor swasta.

“Rakyat Aceh berhak mendapatkan dividen perdamaian. Mereka berhak atas pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan, infrastruktur, dan kesempatan untuk membangun masa depan tanpa rasa takut dan kemiskinan,” tegas SBY pada peringatan 20 Tahun Perjanjian Damai Aceh yang digelar oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Selain terkait generasi muda Aceh, SBY menuturkan masih banyak rencana pembangunan Aceh pasca-MoU Helsinki 2005 belum terwujud sepenuhnya.

“Melihat kembali setelah 20 tahun, saya harus berbicara dengan jujur. Meskipun ketiadaan konflik bersenjata adalah pencapaian besar, banyak dari mimpi yang kami miliki untuk pembangunan Aceh belum sepenuhnya terwujud,” ujarnya.

SBY mengingatkan MoU Helsinki sejak awal bukanlah formula ajaib yang secara otomatis menghadirkan kemakmuran. Ia menjelaskan kesepakatan di Helsinki pada dasarnya adalah penyelesaian politik untuk menghentikan konflik bersenjata, memberikan kerangka pemerintahan, serta menciptakan kondisi damai dan stabilitas agar pembangunan dapat berjalan.

Baca juga: Mualem Minta Rp1,5 T Dana Abadi Untuk Eks Kombatan GAM ke Prabowo

Namun, pembangunan memerlukan faktor-faktor lain seperti kebijakan yang tepat, tata kelola yang efektif, investasi sumber daya manusia, serta partisipasi aktif masyarakat.

Menurutnya, rakyat Aceh memang sudah menikmati keamanan dan kebebasan dari rasa takut. Stabilitas politik juga tetap terjaga. Namun, kemajuan di bidang ekonomi, pembangunan sosial, dan pelayanan publik masih bervariasi sehingga belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat.

“Pertumbuhan ekonomi belum mencapai potensi penuhnya. Dan, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan perbaikan sosial dan infrastruktur benar-benar memenuhi aspirasi rakyat. Kesenjangan antara apa yang dibayangkan dan apa yang telah dicapai mengingatkan kita akan perjalanan yang masih harus ditempuh,” lanjut SBY.

SBY menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap dua dekade perjalanan pascaperdamaian. Evaluasi itu, kata dia, harus dilakukan bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan semangat keterbukaan dan saling menghormati.

Tujuannya untuk menilai apa yang sudah berhasil, apa yang masih tertinggal, kesalahan apa yang terjadi, serta langkah berbeda apa yang perlu ditempuh ke depan. Ia mengingatkan agar evaluasi ini tidak terjebak pada saling menyalahkan, melainkan tetap berpijak pada semangat kerja sama sebagaimana yang diusung Perjanjian Helsinki.

“Jakarta dan Banda Aceh harus duduk bersama, dengan keterbukaan dan saling menghormati, untuk meninjau dua dekade terakhir. Apa yang berhasil? Kesalahan apa yang telah dibuat? Dan yang terpenting, apa yang harus dilakukan secara berbeda di tahun-tahun mendatang? Evaluasi seperti itu harus menghindari jebakan saling menyalahkan. Semangat Helsinki adalah kerja sama, bukan konfrontasi,” katanya.

SBY mengingatkan bahwa jika tata kelola yang baik dan pembangunan merata diabaikan, frustrasi yang dulu menjadi pemicu konflik dapat muncul kembali dalam bentuk baru. Namun, jika perdamaian dipelihara dengan prinsip keadilan, kesempatan, dan inklusivitas, maka stabilitas di Aceh akan semakin kokoh.

“Saat kita menatap ke depan, mari kita ingat: penandatanganan Perjanjian Helsinki bukanlah akhir dari cerita. Itu adalah awal dari bab baru. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita akan menulis bab-bab berikutnya, apakah akan menjadi kisah kemajuan yang berkelanjutan atau kisah peluang yang terlewatkan. Pilihan dan tanggung jawabnya ada pada kita,” pungkas SBY.

Artikel SebelumnyaMualem Lantik M. Nasir sebagai Sekda Aceh
Artikel SelanjutnyaGugatan Ditolak, MK: Masa Jabatan Keuchik Tetap 6 Tahun

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here