Komparatif.ID, Bireuen— Sarjana Aceh harus menjadi tuan di negeri sendiri. Pengalaman buruk masa lampau jangan terulang, Ketika Angkatan muda Aceh menjadi penonton pembangunan. Supaya dapat ambil bagian dalam pembangunan, sarjana Aceh harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
Mewakili Gubernur Aceh, Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh Murthalamuddin, melangkah menuju podium pada Rapat Senat Terbuka Wisuda Angkatan XXXIX Program Diploma, Sarjana, dan Magister Universitas Almuslim, di Matangglumpangdua, Peusangan, Bireuen.
Pada wisuda yang dihelat selama dua hari, Senin-Selasa (27-28/10/2025), Murthalamuddin hadir dua hari penuh di universitas yang bercikal-bakal dari Jamiatul Almuslim, yang pertama kali didirikan pada 1929. Sebuah Lembaga Pendidikan hasil kolaborasi ulama dan umara serta tokoh-tokoh masyarakat kala itu.
Rapat Senat Terbuka Wisuda Diploma, Sarjana dan Magister Angkatan XXXIX, digelar di halaman Gedung M.A Jangka, Camat Peusangan yang legendaris, tokoh penting di balik pendirian sekolah tinggi di dalam lingkup Perguruan Tinggi Almuslim (PTA) kala itu.
Di halaman Gedung M.A. Jangka Murthalamuddin berpidato, menggali ruang kesadaran sarjana dan orang tua para sarjana yang ikut hadir pada resepsi besar tersebut.
Mewakili Gubernur Aceh Muzakir Manaf, pria yang biasa disapa Bang Mur atau Pak Kadih, menyampaikan kelulusan menjadi seorang ahli madya, sarjana, dan magister, bukanlah pencapaian akhir. Lulus menjadi ahli madya, sarjana, dan magister merupakan sebuah proses membuka pintu menuju ke wahana yang lebih luas.
Wisuda merupakan pintu gerbang yang harus dilewati, yang kemudian membawa seorang lulusan menuju dunia persaingan yang sangat kompetitif. Persaingannya bukan saja kompetitif, tapi sangat keras. Di luar, persaingan merupakan hal wajib.
Baca juga: Tingkatkan Mutu Pendidikan, Mualem Godok Program Kartu Aceh Unggul
Para wisudawan jangan sampai menjadi beban yang membuat kedua orangtua kecewa. Mereka mengantarkan putra-putrinya belajar ke perguruan tinggi, supaya menjadi insan berguna. Salah satunya memiliki kesadaran bahwa Pendidikan tinggi tidak melatih calon sarjana hanya menjadi pekerja, apalagi sebagai pekerja kantoran.
“Kalau tujuan Pendidikan tinggi demi mendidik Anda menjadi pekerja kantoran, tidak cukup kantor pemerintah dan swasta. Oleh karena itu Anda sekalian harus membuka cakrawala selebar-lebarnya, supaya kelak menjadi tuan di negeri sendiri,” kata Murthalamuddin.
Pria tinggi besar tersebut berkisah, Ketika dirinya kecil hingga mahasiswa, kampung halamannya di Aceh Utara, merupakan lading migas yang sangat besar di Indonesia. Hasil tambang migas Exxon Mobil di lading Arun, sangat besar, memberikan kemakmuran bagi Indonesia dan kontraktornya. Tapi bagi warga sekitar lading gas, umumnya mereka hanya sebatas sebagai penonton.
Sebagai anak yang bertumbuh dari sana, Murthalamuddin mengatakan dirinya tidak pernah mendapatkan bantuan apa pun dari Exxon Mobil maupun PT Arun. Tak selembar kertas pun dia pernah merasakan dari perusahaan multinasional raksasa itu.
Padahal gas yang disedot berasal dari bawah tanah teman Murthalamuddin bermain, di bawah makam leluhurnya.
“Kami tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari ladang gas itu. Padahal saat itu lading gas Arun merupakan yang terbesar di dunia, sebelum ditemukannya lading migas di Uni Emirat Arab,” terang Murthalamuddin.
Karena saking tak mendapatkan prioritas, bila ada warga yang dipekerjakan sebagai sopir dan tukang potong rumput, bangganya luar biasa. Meski pakaian kerjanya sangat tebal, tapi mereka sangat antusias.
Apa yang terjadi masa itu, merupakan sebuah pengalaman buruk bagi Aceh. Ketika sumber daya alam di dalam perut bumi Aceh Utara, memberikan mata air untuk orang asing, dan melahirkan air mata bagi orang tempatan.
Ke depan, pengalaman buruk itu tidak boleh lagi berulang. Sarjana Aceh, khususnya lulusan Universitas Almuslim, dan kepada seluruh sarjana Aceh lulusan semua universitas, supaya menumbuhkan kesadaran, bahwa negeri ini harus kita Kelola. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus ditingkatkan. Setiap sarjana Aceh harus memiliki skill yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
“Kalian harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” pesan Murthalamuddin, yang menghasilkan tepuk tangan dari hadirin.
Murthalamuddin mengingatkan perguruan tinggi supaya memerankan diri sebagai agent of change. Jangan lagi sibuk bermain di ruang mapan, yang tujuannya sekadar mendapatkan mahasiswa sebanyak-banyaknya.
Kampus harus meluluskan sarjana yang mampu mengisi ruang kosong dengan inovasi-inovasi yang menggerakkan perubahan kea rah lebih baik. Supaya kelak tidak lagi berulang, hidup miskin di negeri yang kaya SDA.
“Jangan berulang lagi pengalaman buruk, negeri-negeri yang kaya SDA tapi miskin SDM. Mari kita ubah. Kampus harus menjadi agent of change, bukan ruang mapan semata,” pesan Murthalamuddin, mengutip harapan Gubernur Aceh Teungku H. Muzakir Manaf.












