Revolusi Mindset Mutu: Dari Reaktif Menuju Preventif dalam Pembangunan Infrastruktur

Revolusi Mindset Mutu: Dari Reaktif Menuju Preventif dalam Pembangunan Infrastruktur
Ir. Jufandi, S.T., M.T. Engineer dan konsultan teknik sipil. Foto: Dok. Penulis.

Belakangan ini, publik kembali diingatkan pada pentingnya jaminan mutu infrastruktur menyusul beberapa insiden kegagalan struktur yang terjadi di berbagai daerah.

Kejadian-kejadian tersebut bukan hanya menimbulkan duka, tetapi juga memantulkan pertanyaan mendasar tentang bagaimana kita membangun dan mengawasi infrastruktur di negeri ini.

Selama ini, pendekatan yang banyak diterapkan cenderung bersifat reaktif. Pemeriksaan dan evaluasi biasanya baru dilakukan setelah terjadi kegagalan. Padahal, dalam perspektif manajemen mutu yang modern, pendekatan semacam ini tidak hanya efisien, tetapi juga berisiko tinggi terhadap keselamatan publik. Setiap insiden yang terulang pada hakikatnya adalah cerminan dari sistem yang mengabaikan prinsip pencegahan.

Perlu disadari, mutu infrastruktur tidak bisa hanya dijamin melalui inspeksi akhir. Mutu harus dibangun sejak dari tahap konsep, perencanaan, desain, hingga pelaksanaan. Sayangnya, dalam praktiknya, masih banyak proyek yang mengutamakan kecepatan dan biaya rendah, dengan mengorbankan aspek kelayakan dan keberlanjutan struktural. Akibatnya, yang tampak gagah di atas kertas, justru rapuh di lapangan.

Di sinilah pentingnya menggeser paradigma dari pendekatan reaktif menuju preventif. Salah satu kuncinya adalah penerapan sistem manajemen mutu yang terintegrasi, seperti siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA), yang menekankan perbaikan berkelanjutan dan deteksi dini potensi kegagalan.

Baca juga: Kampanye Ekoteologi dan Sikap Kita

Teknologi juga dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya melalui pemodelan Building Information Modeling (BIM) untuk mensimulasikan kinerja struktur sebelum dibangun.

Selain aspek teknis, penguatan sumber daya manusia juga tak kalah penting. Tenaga teknis, baik perencana, pelaksana, maupun pengawas, tidak hanya menguasai kompetensi teknis, tetapi juga memiliki integritas dan kesadaran penuh terhadap keselamatan pengguna.

Pelatihan dan sertifikasi profesi harus ditingkatkan, sementara lembaga pengawas harus diberi kewenangan yang jelas dan independen.

Tidak kalah mendasar, sistem pengadaan proyek infrastruktur perlu betul-betul diterapkan sesuai Peraturan yang berlaku saat ini. Kriteria harga terendah yang harganya dibawah ambang batas dikhawatirkan akan mengabaikan aspek kualitas. Sudah saatnya kita mengedepankan nilai (value) daripada sekadar harga (price), dengan mempertimbangkan rekam jejak mutu dan kapasitas teknis pelaku.

Pada akhirnya, membangun infrastruktur yang aman dan berkelanjutan adalah komitmen kolektif. Pemerintah, swasta, asosiasi profesi, dan masyarakat harus bersama-sama menolak mentalitas “perbaiki nanti” dan beralih pada budaya “kerjakan dengan benar sejak awal.” Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap infrastruktur yang dibangun tidak hanya membanggakan, tetapi juga melindungi.

Mari jadikan setiap insiden sebagai pembelajaran untuk memperbaiki tata kelola infrastruktur nasional. Karena membangun dengan mutu, pada hakikatnya adalah membangun peradaban.

Artikel SebelumnyaGagal Petik Poin Penuh di Kandang, Persiraja Ditahan Imbang Bekasi FC 1-1
Artikel SelanjutnyaBelum Setahun Memimpin Bireuen, Subarni Minta Masyarakat Beri Waktu Untuk H. Mukhlis
Jufandi
Engineer dan Konsultan Teknik Sipil.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here