Review Film Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso

Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso
Poster film Ice Cold di Netflix.

Film Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, kembali mengingatkan publik tentang kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin (27) setelah meminum es kopi Vietnam di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. Es kopi tersebut disebut telah dicampur sianida oleh Jessica Wongso; teman Mirna yang datang lebih dulu dan memesan minuman.

Kasus kematian Mirna Salihin meninggalkan sejumlah kejanggalan. Meski kemudian pengadilan memutuskan Jessica sebagai terpidana, tapi kasus kopi sianida tersebut benar-benar meninggalkan banyak hole. Tersebar selentingan bahwa Jessica telah menjadi korban kebusukan penegakan hukum yang telah lama menjadi trade mark polisi Indonesia.

Ketika kasus pembunuhan Brigadir Yosua mencuat, kasus kematian Mirna kembali muncul ke permukaan. Publik mengait-kaitkan segenap skandal hukum yang terjadi dan cara polisi Indonesia menyelesaikannya.

Baca: Review Film A Haunting in Venice

Kembali ke soal film Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, Netflix membuat film documenter tentang misteri kematian Mirna Salihin. Film ini telah rilis pada 28 September 2023. Ayah Mirna Salihin; Edi Darmawan Salihin, Otto Hasibuan, Erasmus Napitupulu, dan Marcella Zalianty menjadi pemerannya.

Tempat nonton Ice Cold tentu di Netflix. Cara nonton Ice Cold, Anda cukup berlangganan Netflix dengan harga cukup terjangkau.

Meski bukan siapa-siapa, kasus kematian Mirna Salihin menyita perhatian luas media massa. Selama berbulan-bulan, kasus tersebut mendapatkan porsi khusus di media massa. Meski awalnya mereka bukan siapa-siapa, akhirnya menjadi sesuatu yang mendatangkan pendapatan untuk media –naiknya rating–dan pihak lain, menghadirkan kisah persahabatan yang tercederai, serta hukum yang membingungkan.

Film dokumenter Ice Cold mencoba mengangkat kisah tersebut secara berimbang. Termasuk menyajikan beberapa informasi terbaru. Bahkan mampu memberikan gambaran utuh tentang peristiwa itu dari A to Z. benar-benar lengkap. Untuk rekontruksi ulang cerita kemudian dijadikan sebuah film, Ice Cold patut diberikan nilai A.

Baca: Trailer Sleep Call Keren, Kamu Wajib Nonton

Penonton benar-benar dimanjakan oleh sutradara dan penulis naskah, bagaimana kasus itu bermula, dan ujungnya seperti apa.L atar belakang Jessica juga digambarkan secara utuh.

Meski telah berusaha berimbang, sutradara secara –mungkin tidak sadar—telah menghadirkan dua gambaran persoalan utama. Pertama, soal bukti-bukti yang lemah terhadap keterlibatan Jessica dan kecenderungan keberpihakan. Kedua, gambaran tentang kepolisian dan pengadilan di Indonesia yang kerap menempuh jalan pintas supaya cepat menyelesaikan persoalan. Perihal apakah tertuduh benar-benar melakukan kejahatan yang dituduhkan, menjadi persoalan kesekian. Alhasil, Jessica seperti terbela setelah menonton film tersebut.

Kekurangan lainnya dari film Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, karena film ini merupakan documenter. Banyak footage lama yang dirangkai, menghadirkan degradasi kualitas yang sering menjadi standar Netflix.

Sebagai film yang berbasis dokumenter, Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso memiliki satu kekurangan paling penting dari sisi jurnalistik. Meski coba dihadirkan dalam bentuk karangan khas (features) dengan pola indept, tapi kesan yang ditampilkan seperti straight news yang ditulis panjang.

Mengapa demikian? Film ini hanya mengedepankan tell, bukan how. Hanya memberitahu, tapi tidak bercerita. Sekadar mewartakan, tanpa menghadirkan rasa. Ibarat sayur rebus yang sangat kekurangan garam. Kekurangan itu bukan karen Jessica yang tidak mendapatkan porsi wawancara—karena sebab-sebab tertentu—tapi memang karena Ice Cold digarap tanpa dapat menghadirkan rasa.

Pesan Tersirat Ice Cold

Meski demikian, film yang disutradarai oleh Herwin Novianto meninggalkan pesan tersirat tentang centang perenanganya hukum di Indonesia. Film ini menambah fakta baru tentang jual beli hukum, intrik politik, serta kebejatan moral penegak hukum. Jessica bukan orang yang benar-benar dari akar terbawah di Republik ini, tapi mendapatkan kesempatan menyicip—meski pahit—fakta betapa ia dihukum dengan bukti-bukti yang lemah.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang kecil lainnya? Bagaimana dengan rakyat jelata yang tanahnya dirampas demi pembangunan, tanahnya dirampas karena masuk HGU? Bagaimana kisah penduduk Pulau Rempang di Kepulauan Riau yang dipaksa pindah secara tidak manusiawi atas nama investasi?

Kamu perlu menonton film Ice Cold full di Netflix. Ini bukan tentang kebagusan sebuah bangunan cerita. Tapi tentang mendokumentasikan fakta tentang penegakan hukum yang kabur. Kamu perlu menonton film Ice Cold karena ini dokumenter yang patut menjadi museum tentang penegakan keadilan yang kabur tapi berhasil mengantarkan tersangkanya ke balik jeruji besi.

Di Twitter, para netizen menilai film ini kehilangan tone-nya karena ketidakberhasilan mewawancarai Jessica. Lalu, benarkah Mirna dihabisi karena memiliki polis asuransi yang sangat besar? Film itu tidak sedalam itu mengupasnya. Terlalu banyak misteri yang menggelayuti peristiwa kematian Mirna Salihin.

Artikel SebelumnyaH. Mukhlis Kembali Bantu Pembangunan Meunasah Gampong Lueng
Artikel SelanjutnyaMembumikan Filsafat
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here