Komparatif.ID, Banda Aceh—Revisi Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Qanun Jinayat), saat ini sudah rampung dilakukan oleh Komisi I DPRA. Bila nanti disahkan, hukuman terhadap pemerkosa anak akan semakin berat.
Ketua Komisi I DPRA Iskandar Usman Al-Farlaky, pada pekan pertama bulan September 2022 kepada Komparatif.ID menyebutkan penguatan Qanun Jinayat dalam revisi tersebut yang tuntas dibahas pada Selasa (1/11/2022) akan memberikan perlindungan hukum lebih efektif kepada korban.
“Revisi Qanun Hukum Jinayat dilakukan terbatas. Pasal-pasal yang direvisi berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak,” kata Iskandar Usman, yang juga politisi Partai Aceh.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pembahasan revisi tersebut melibatkan tenaga ahli, Biro Hukum Pemerintah Aceh, Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, dan stakeholder lainnya.
Ia menjelaskan, pasal-pasal yang direvisi yaitu Pasal 33, Pasal 34, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 72.
Melalui revisi ini, tambah Iskandar Al-Farlaky, untuk menjawab permasalahan hukuman terhadap pelaku yang selama ini dianggap ringan, bahkan sering diputuskan bebas. Selain itu juga fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual, seperti pelecehan dan pemerkosaan.
“Pertama, revisi Qanun Jinayat merumuskan hukuman pemberatan terhadap pelaku. Selama ini hukumannya pilihan antara cambuk, denda dan penjara. Pada revisi ini, pelaku selain akan dicambuk juga akan dipenjara, jadi bukan lagi alternatif tetapi kumulatif. Kedua, revisi ini juga merumuskan tentang hak pemulihan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual,” terang Iskandar Usman Al Farlaky.
Dalam rumusan Qanun Jinayat pasal sebelumnya, hak atas pemulihan anak yang menjadi korban tidak ada. Padahal menurut Al Farlaky pemulihan sangat mendasar, agar anak yang telah menjadi korban, jangan sampai menanggung beban penderitaan baik secara fisik maupun non fisik secara terus menerus.
Tambahan lainnya dalam revisi tersebut, anak yang menjadi korban akan mendapatkan restitusi. “Negara harus bertanggungjawab atas pemulihan baik fisik maupun non fisik, mengingat anak merupakan generasi bangsa dan generasi Aceh pelanjut tamaddun,” sebut mantan Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA tersebut.
Komisi I berharap revisi Qanun Jinayat dapat disahkan pada tahun 2022 dan tahun depan sudah dapat diterapkan.
“Dalam waktu dekat akan diadakan RDPU untuk memperluas partisipasi publik, demi mendapatkan masukan baru, agar ketika disahkan, qanun dapat lebih memberikan perlindungan dan keadilan yang lebih maksimal,” imbuhnya.