Komparatif.ID, Jakarta— Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan oleh Miswar, salah satu peserta seleksi calon Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), terkait dugaan pelanggaran prosedur pengangkatan Nasri Djalal sebagai Kepala BPMA.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung pada Rabu, (2/7/2025). Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan gugatan dengan nomor perkara 62/G/2025/PTUN.JKT tidak dapat diterima. PTUN juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp392.500.
Salah satu alasan penolakan tersebut adalah karena penggugat dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menggugat dalam perkara ini. Hal tersebut sejalan dengan eksepsi yang diajukan oleh pihak tergugat, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp392.500,” bunyi putusan dikutip dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta.
Gugatan ini sebelumnya dilayangkan oleh Miswar melalui kuasa hukumnya, Erlizar Rusli, SH., MH. Ia menggugat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia atas dugaan pelanggaran prosedur dalam pengangkatan Nasri Djalal.
Dalam keterangannya pada Kamis, (27/2/2025) lalu, Erlizar mengatakan kliennya menggunakan hak hukumnya sebagai warga negara untuk menguji legalitas proses seleksi yang dilaksanakan oleh Pj Gubernur Aceh melalui Panitia Seleksi BPMA.
Baca juga: Bahlil Lantik Nasri Jalal Sebagai Kepala BPMA
Menurut Erlizar, seleksi tersebut seharusnya dilakukan oleh Gubernur Aceh definitif sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015. Ia menilai Pj Gubernur tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan strategis seperti menggelar seleksi Kepala BPMA.
Ia juga menyebut adanya dugaan pelanggaran dalam penerbitan Surat Keputusan Menteri ESDM yang menetapkan Kepala BPMA yang baru, serta mempertanyakan urgensi seleksi mengingat Kepala BPMA sebelumnya, Teuku Muhammad Faisal, masih memiliki sisa masa jabatan hingga 25 November 2025.
Dalam sidang yang digelar pada 4 Juni 2025, pihak tergugat menghadirkan dua saksi, yakni saksi fakta Azhari Idris dan saksi ahli R Hendy Nur Kusuma dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Dalam kesaksiannya, R Hendy menyampaikan berdasarkan peraturan yang berlaku, Pj Gubernur memiliki kewenangan yang setara dengan gubernur definitif. Ia mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa Pj Gubernur berwenang menetapkan keputusan yang mendukung kesinambungan pembangunan dan pelayanan publik, termasuk dalam konteks pengangkatan pejabat.
Lebih lanjut, saksi ahli menegaskan jika tidak ada koreksi dari Gubernur definitif terhadap keputusan Pj Gubernur, maka tindakan tersebut dapat dianggap sah. Bahkan, dukungan tertulis dari pejabat definitif akan memperkuat legalitas keputusan tersebut.