
Komparatif.ID, Banda Aceh— Direktur Bina Potensi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Agus Haryono, menegaskan pentingnya koordinasi antara seluruh elemen potensi pencarian dan pertolongan atau Search and Rescue (SAR) dalam setiap operasi penyelamatan.
Hal tersebut disampaikan dalam Forum Koordinasi Potensi Pencarian dan Pertolongan (FKP3) yang digelar di The Pade Hotel, Darul Imarah, Aceh Besar, Senin (6/10/2025).
Menurut Agus, istilah potensi SAR mencakup semua pihak yang memiliki kemampuan, sumber daya manusia, sarana, teknologi, dan logistik yang dapat mendukung operasi pencarian dan pertolongan.
“Potensi yang dimaksud adalah semua pihak, baik organisasi, kementerian, maupun lembaga lain yang dapat berkontribusi. Semua itu merupakan bagian dari potensi SAR, termasuk kita semua yang hadir di sini,” ujarnya.
Agus menekankan kerja SAR tidak bisa dilakukan secara individu. Dalam setiap operasi penyelamatan, seluruh elemen harus saling mendukung tanpa menonjolkan diri. “Kalau kita lihat di lapangan, tidak ada yang bekerja sendiri. Semua pihak, mulai dari relawan, TNI, hingga pemerintah daerah, bergerak bersama-sama,” katanya.
Ia menjelaskan, dengan luasnya wilayah kerja hingga lebih dari 130.000 kemungkinan lokasi operasi di seluruh Indonesia, Basarnas tidak mungkin bekerja sendiri. Oleh karena itu, koordinasi dengan berbagai potensi SAR di seluruh daerah menjadi kunci utama dalam memperkuat kesiapsiagaan nasional.
“Kami terus berhubungan dengan seluruh potensi SAR kapan pun dan di mana pun. Kegiatan rutin seperti ini penting untuk membangun kesiapan bersama,” ujar Agus.
Baca juga: Wabup Aceh Besar Ingatkan Wisatawan: Keselamatan Harus Jadi Prioritas
Dalam penanganan kondisi darurat, kecepatan dan ketepatan menjadi faktor penentu keberhasilan operasi. Agus menjelaskan dalam situasi gawat, seperti kecelakaan udara, tim penyelamat biasanya bergerak dalam waktu maksimal 25 menit setelah menerima informasi.
Selain itu, ada istilah Golden Time, yakni masa krusial selama 3×24 jam setelah kejadian, di mana kemungkinan korban masih hidup masih cukup besar.
“Selama masa Golden Time, kita bekerja tanpa henti untuk mencari korban yang mungkin masih hidup. Dalam kasus bangunan runtuh, kita tidak bisa langsung menggunakan alat berat, karena bisa saja masih ada korban di bawah reruntuhan. Penggunaan alat berat pada saat yang tidak tepat justru bisa membahayakan nyawa mereka,” jelasnya.
Agus juga menyinggung kesalahpahaman yang kerap muncul di masyarakat, terutama di media sosial, terkait lambatnya proses evakuasi. Ia menegaskan keterlambatan tersebut bukan karena kelalaian, melainkan karena prosedur keselamatan yang ketat.
“Sering kali masyarakat melihat alat berat sudah tersedia tapi tidak segera digunakan. Padahal, itu memang belum boleh dilakukan sebelum dipastikan tidak ada korban yang masih hidup. Keselamatan satu nyawa pun menjadi prioritas,” tegasnya.
Ia menegaskan operasi SAR bukan hanya tentang kecepatan, tetapi juga tentang kehati-hatian dan koordinasi. Setiap langkah harus dilakukan sesuai dengan prosedur untuk memastikan tidak ada korban yang terabaikan.
“Kami selalu berupaya maksimal. Meski hanya satu orang yang bisa diselamatkan, itu tetap menjadi tanggung jawab dan kebanggaan bagi kami semua,” kata Agus Haryono.











