Komparatif.ID, Banda Aceh– Pemerintah Aceh bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sepakat membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) untuk menertibkan praktik pertambangan ilegal yang marak terjadi di berbagai kabupaten di Aceh.
Keputusan pembentukan Satgassus tambang ilegal diambil setelah rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Meuligoe Gubernur, Banda Aceh, Selasa (30/9/2025).
“Iya pasti, dan kami sudah siap untuk membentuk Satgas ke lapangan dalam waktu dekat ini,” kata Mualem usai rapat bersama unsur Forkopimda, Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), dan pemerintah kabupaten/kota.
Ia menegaskan, pembentukan satgassus tambang ilegal merupakan langkah Pemerintah Aceh menata kembali sektor pertambangan, perkebunan, serta sumber daya mineral dan batubara.
Berdasarkan hasil rapat, Satgas akan dibagi dalam dua fungsi. Pertama, untuk urusan administrasi, perizinan, sosialisasi, dan edukasi masyarakat terkait tata kelola tambang. Kedua, pembentukan Satgassus yang beranggotakan Pemerintah Aceh, TNI, dan Polri untuk melakukan penertiban langsung di lapangan.
Baca juga: Pansus DPRA Ungkap 1000 Alat Berat Tambang Ilegal Setorkan Rp30 Juta/Bulan ke Aparat
“Kami sudah sepakat untuk melihat Aceh ke masa depan. Maka, sepakat kita tangani dan tertibkan di lapangan tidak lama lagi,” ujar Mualem.
Sekretaris Daerah Aceh M. Nasir Syamaun menambahkan Satgassus hanya akan beroperasi sementara, yakni dalam hitungan minggu. Fokus utama tim ini adalah menertibkan lokasi tambang ilegal yang tersebar di sejumlah daerah. Setelah itu, pemerintah akan membuka kembali peluang usaha melalui jalur resmi.
“Satgassus ini singkat, beberapa minggu untuk aksi penertiban sampai selesai. Setelah itu, masyarakat atau pelaku usaha bisa mengurus perizinan melalui koperasi. Langkah ini penting agar titik tambang diketahui pasti, sekaligus mencegah penggunaan merkuri atau air raksa,” kata Nasir.
Sebelumnya, Mualem memberikan ultimatum kepada pelaku pertambangan emas ilegal agar segera mengeluarkan seluruh alat berat dari hutan Aceh dalam dua pekan sebelum pemerintah mengambil tindakan tegas.
Ia juga menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 08/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan/Non Perizinan Berusaha Sektor Sumber Daya Alam.
Langkah ini tidak lepas dari temuan DPR Aceh melalui Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Migas. Dalam sidang paripurna pada 25 September lalu, pansus melaporkan adanya 450 titik tambang ilegal yang tersebar di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, hingga Pidie.
Selain itu, ditemukan sekitar 1.000 unit ekskavator yang beroperasi aktif di lokasi tambang tersebut. Laporan pansus juga mengungkap adanya dugaan pungutan sebesar Rp30 juta per bulan per alat berat yang harus disetorkan kepada oknum penegak hukum di daerah sebagai uang keamanan. Jika dihitung, nilai pungutan itu mencapai sekitar Rp360 miliar per tahun.