Pawang harimau merupakan keahlian langka di Sumatera. Maka tidak heran bila Sarwani berangkat ke berbagai rimba, untuk “menjinakkan” harimau liar yang berkonflik dengan manusia. Pun demikian, usia manusia ada batasnya. Pukul Senin (20/6/2022) pukul 18.55 WIB, lelaki berusia 85 tahun itu menutup mata untuk selama-lamanya.
Suatu malam, beberapa tahun lalu, di tengah hamparan kebun sawit maha luas di Kampung Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, seorang lelaki tua berkopiah hitam duduk bersila di atas tanah. Telapak tangannya menggenggam tanah bekas tapak harimau. Jejak tapak itu masih sangat baru, menandakan bila sang raja rimba masih berada di kawasan tersebut.
Mulutnya komat-kamit membaca mantra. Di hadapannya, asap kemenyan menyeruak mengisi ruang udara, menebar semerbak aroma penuh misteri. Fotografer Agence France-Presse (AFP) Biro Jakarta,Chaideer Mahyuddin, menanti dengan harap-harap cemas. Momen itu sangat sakral. Jurnalis foto tersebut dirudung ragu, antara percaya dan tidak, bilakah mantra yang dibaca tidak mempan, apatah yang akan terjadi?
Lelaki tua itu bernama Sarwani Sabi, pawang harimau yang memiliki nama besar. Bila Chaideer Mahyuddin dilanda ragu, sang pawang justru sangat tenang. Tak ada sedikitpun keraguan di wajahnya. Lelaki bertubuh kecil, kurus, dan bertongkat itu tetap fokus melaksanakan tugasnya sebagai pawang harimau.
Usai membaca mantra, Sarwani bangkit. Dengan dibantu tongkat, dia mengelilingi perangkap yang telah diisi seekor kambing muda. Binatang berkaki empat dari jenis herbivora disiapkan khusus untuk memancing nek (nama panggilan untuk harimau bila seseorang sedang berada di tengah rimba-red) keluar dari semak belukar di tengah hamparan kebun sawit.
Chaideer mengabadikan setiap momen yang menurutnya menarik. Kameranya punya dua tugas saat itu, merekam Sarwani, sekaligus harimau yang diharapkan secepatnya akan masuk perangkap.
Dan, momen itu akhirnya tiba!
Sebuah auman keras dari raja rimba menggemparkan semua orang pada subuh buta. Binatang karnivora itu berhasil masuk perangkap. Si loreng meronta, mencoba melawan dan melepaskan diri, tapi tenaganya kalah kuat ketimbang kerangkeng besi yang dipersiapkan khusus untuk menangkap dirinya.
Chaideer sempat memotret momen itu. Dia merekam dengan sangat jelas mulut si kucing besar yang mengaum marah karena dijebak oleh manusia. Ia yang tertipu oleh “bujukan” Sarwani, benar-benar menunjukkan ekspresi tak terima dijebak dengan godaan seekor kambing muda.
Chaideer menghela nafas. Dia lega, prosesi itu berjalan sempurna.
Kakek berambut perak berkemeja lengan panjang dan berulit gelap juga lega. misinya bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dapat dilaksanakan dengan baik. Ia melepas lelah sembari duduk di atas gundukan tanah, di bawah naungan pelepah sawit.
Profesi Langka
Pawang harimau merupakan sebuah keahlian yang semakin langka di Aceh. Sarwani salah seorang dari generasi tua yang masih memiliki kemampuan berkomunikasi dengan harimau.
Karena langkanya keahlian tersebut, meskipun telah sepuh, ia masih terlibat aktif membujuk harimau agar masuk perangkap BKSDA di berbagai wilayah di Sumatera. Syarwani memawangi dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Provinsi Riau. Ia dibawa untuk membujuk berbagai harimau yang berkonflik dengan manusia.
Di Aceh, Sarwani keluar masuk berbagai Kawasan pedalaman, untuk misi yang sama, menjinakkan harimau liar yang memiliki konflik dengan homo sapiens.
Sarwani Pamit dari Kehidupan Dunia
Kakek legendaris itu akhirnya pamit dari hiruk-pikuk dunia pada Senin (20/6/2022) pukul 18.55 WIB. Ia mengembuskan nafas terakhir setelah salat Magrib.
Kepergian sang legenda memantik duka dari penggiat konservasi hingga jurnalis yang fokus pada isu lingkungan hidup.
Di lini masa Facebook, ucapan duka disampaikan dengan penuh haru-biru oleh siapa saja yang pernah berhubungan dengan sang pawang. Mereka mengaku kehilangan, tapi tak berdaya menolak takdir.
“Terima kasih atas pengabdian tanpa batas kepada konservasi, semoga kami menemukan sosok lain pengganti dirimu, kakek Carwani! Semoga husnul-khatimah, amin!” tulis Chaideer Mahyuddin di linimasa Facebook-nya.