Partai-partai oposisi akan segera bentuk pemeritahan persatuan baru setelah perdana menteri dan Rajapaksa berjanji akan mundur pada Rabu 13 Juli mendatang.
***
Komparatif.ID, Kolombo— Partai-partai oposisi utama Sri Lanka akan segera membentuk pemerintah persatuan, sehari setelah presiden dan perdana menteri mengundurkan diri pada Rabu, 13 Juli mendatang. Meningkatnya tekanan publik akibat krisis ekonomi terparah sejak kemerdekaan memaksa Gotabaya Rajapaksa harus rela mundur dari kursi presiden.
Pemimpin dari partai-partai politik oposisi utama bertemu untuk membahas transisi kekuasaan yang efektif pada Minggu (10/7). Perdana Menteri sementara Ranil Wickremesinghe, yang baru menjabat sejak Mei, juga setuju untuk mundur jika pemerintah bisa dibentuk untuk mengambil alih pemerintahan negara.
Wickremesinghe, yang kediaman pribadinya dibakar oleh demostran pada hari Sabtu (9/7), menekankan bahwa negara sedang menghadapi masa-masa kritis dan membutuhkan pemerintahan yang stabil.
Wimal Weerawansa, anggota parlemen yang sebelumnya bergabung dengan partai berkuasa, mengatakan bahwa partai-partai oposisi telah “pada prinsipnya setuju untuk membentuk pemerintahan persatuan dengan partisipasi semua pihak untuk sementara waktu”. Diskusi lanjutan dikabarkan masih berlanjut tentang siapa yang akan menjadi perdana menteri dan presiden berikutnya.
Pemerintah persatuan kemungkinan hanya akan menjadi tindakan sementara sampai pemilihan parlemen dapat diadakan. Namun, siapa pun yang mengambil alih menjalankan pemerintahan baru menghadapi jalan yang sulit kedepannya.
Menurut konstitusi, begitu Presiden Rajapaksa mundur, ketua parlemen Mahinda Yapa Abeywardena untuk sementara akan mengambil alih selama 30 hari, dan kemudian parlemen harus memilih untuk menunjuk pengganti presiden resmi.
Hal paling penting bagi Sri Lanka saat ini adalah memiliki pemerintahan yang dapat terus bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Negara tersebut, yang telah gagal membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar USD, mengharapkan bailout darurat sebesar 4 miliar USD karena cadangan devisanya telah habis dan tidak mampu lagi mengimpor bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Kondisi ekonomi Sri Lanka yang mengkhawatirkan tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Sri Lanka masih mengalami kekurangan bahan bakar dan makanan pokok. Pemerintahan baru juga bisa menghadapi masalah legitimasi publik. Banyak dari pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang Presiden Rajapaksa tidak mendukung banyak anggota parlemen, yang mereka pandang sebagai bagian dari kemapanan politik yang menyebabkan kejatuhan Sri Lanka.
Rajapaksa menjabat sebagai presiden sejak November 2019 lalu. Ia bersama lima anggota keluarganya yang ikut memegang jabatan politik senior, dituduh melakukan korupsi, membangkrutkan negara dan memicu krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan Sri Lanka.
Presiden Rajapaksa telah menghadapi protes terus-menerus selama berbulan-bulan yang menyerukan dia untuk mundur dari kekuasaan, namun berulang kali ia tolak. Tetapi, setelah serangkaian peristiwa dramatis terjadi pada hari Sabtu (9/10), termasuk terbakarnya rumah Perdana Menteri serta istana negara yang diambil alih, Rajapaksa akhirnya mengumumkan akan mundur.
Rajapaksa berjanji untuk mengundurkan diri pada hari Rabu untuk mengawasi “transisi damai”, pernyataan itu disampaikan melalui ketua parlemen pada Sabtu malam waktu setempat. Namun meski telah berjanji untuk segera mundur, Presiden Sri Lanka itu masih belum terlihat didepan publik. Beberapa sumber melaporkan, Rajapaksa masih bersembunyi di bawah perlindungan militer.