Orang Singkil Bukan Pencuri Budaya Minang

Surat dari Minang untuk Singkil.
Sepucuk surat yang dibawa pulang kakek penulis ke Singkil. Surat tersebut berisi pengakuan dan data sanak-saudara mereka di tanah rantau. Dok. Fauzan.

Sebuah akun Instagram yang dibuat oleh seorang pengecut telah melecut luka di hati orang Singkil. Akun fake bernama @gsosnsh, telah menghina Singkil dengan menyebutnya sebagai pencuri budaya Minang, daerah terbelakang, dan cacian-cacian lainnya.

Akun tersebut mungkin dibuat oleh orang dengan gangguan mental. Atau oleh manusia yang gagal dididik dengan baik di dalam keluarganya. Atau bahkan oleh seseorang yang kesepian karena tak dihargai di dalam keluarganya sendiri. Karena, bila orang normal—meski menggunakan akun fake—tak mungkin menulis hinaan hina dina tersebut. Bila ia dari keturunan bermartabat, tak mungkin mampu menghina seburuk itu. Bila dia dari keturunan baik-baik, takkan keluar cacian sekotor itu.

Baca: Admi, Tionghoa yang Merawat Jejak Bandar Singkel Lama

Akun itu kini telah menghilang dari Instagram. Saya yakin telah dihapus. Tapi meski belum ada yang tahu siapa pemiliknya, tapi setidaknya kita semua tahu bahwa ternyata masih ada orang yang dilahirkan hanya untuk gagal menjadi manusia.

Saking buruknya hinaan itu, sehingga tak pantas untuk ditulis kembali. Saking tak eloknya kalimat itu, saya sebagai manusia merasa aib menyalin kembali cacian yang ditulis oleh manusia yang mengalami gangguan Kesehatan mental tersebut.

Tapi, soal orang Singkil dituduh sebagai keturunan Pakpak yang mencuri identitas Minang, patutlah diluruskan.

Singkil merupakan Kawasan terbuka yang dihuni oleh anak manusia dari beragam suku bangsa di masa lampau. Komponen sosialnya dibangun atas dasar keberagaman. Ada dari Pakpak, ada dari Minang, ada dari Aceh, ada dari Tionghoa, bahkan dari Jawa. Keberagaman ini menunjukkan bahwa Singkil di masa lalu merupakan bandar penting, yang menarik siapa saja untuk hidup di dalamnya.

Kisah kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam di ujung barat Pulau Sumatera, tidak dapat dipisahkan dari kebesaran seorang ulama yang berasal dari Singkil. Syaikh Abdurrauf As-Singkily, merupakan ulama penting Aceh yang lahir di Negeri Batuah, tempat kami hari ini hidup dengan kebudayaan Singkil yang eksotis. Ulama yang di Aceh lebih dikenal dengan sebutan Syiah Kuala, sampai kini masih harum namanya sebagai pendakwah berpengaruh di Nusantara.

Perihal tudingan bahwa Singkil mencuri kebudayaan Minang, kiranya asumsi tersebut keliru. Mungkinkah seseorang bersedia menggunakan budaya orang lain, tanpa ada sangkut pautnya? Mungkinkah seseorang memakai kebudayaan lain, bila tak memiliki hubungan?

Ada dua hal yang menjadi subtansi hinaan. Pertama dari sisi infrastruktur, dan kedua, soal budaya. Tapi kali ini saya ingin melihat dari subtansi kebudayaan. Mengapa kebudayaan Singkil berbau Minang?

Penulis merupakan salah satu pihak yang punya tali temali dengan Ranah Minangkabau. Di Singkil saya dan keluarga besar telah menjadi suku Aneuk Jamee. Semua orang tahu siapa Aneuk Jamee.

Kakek (Pak Gaek) saya lahir di Pulau Banyak, Aceh Singkil. Begitu pula dua keturunan di atasnya. Menyadari asal muasalnya sebagai orang Minang, pada tahun 1977 beliau pernah berkunjung ke negeri asal leluhur kami di sana, tepatnya di kampung Sungai Jariang, yang kini masuk wilayah Kecamatan Jambe, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Beliau pulang ke Pulau Banyak membawa sepucuk surat yang hingga kini masih saya simpan. Surat itu berjudul “Surat Keterangan Keluarga” yang berisi ungkapan kebahagiaan mereka akan kedatangan sang kakek muda yang punya keinginan kuat merajut kembali ikatan darah (silaturrahim) nun jauh di negeri seberang.

Surat itu juga berisi keterangan nama-nama saudara/sanak famili dari leluhur kami yang tersebar di beberapa kota seperti Sibolga, Tapaktuan, Riau, dan beberapa wilayah lainnya.

Ini adalah fakta bahwa kami memang berasal dari Ranah Minang dan kini hidup berpencar di berbagai belahan bumi Allah ini. Oleh karenanya, tidak ada seorang pun yang berhak melarang kami menggunakan bahasa, budaya, serta adat dan istiadat leluhur kami.

Tentu bukan keluarga kami semata yang punya tali temali dari Minangkabau. Banyak lainnya yang juga berasal dari sana. Orang-orang Minang sejak lampau dikenal sebagai perantau tangguh. Aib bagi lelaki Minang bila sudah dewasa, tetap tinggal di kampung halamannya. Tentang tradisi Minang tersebut, semua orang yang melek literasi tahu.

Jadi anak cucu mereka yang kini menetap di Singkil dan melanjutkan tradisi leluhurnya, bukanlah pencuri. Tapi generasi yang melanjutkan tradisi, yang kemudian menjadi kebudayaan tak terpisahkan dari Singkil. Aneuk Jamee dan suku-suku lainnya yang menetap di Singkil, merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan khazanah negeri yang dulunya merupakan kawasan penting politik dan ekonomi.

Demikian juga perihal banyak yang berkuliah ke Padang. Karena alasan budaya dan geografis, maka banyak yang menimba ilmu di sana. Itu sesuatu yang lumrah.

akun fake yang mencaci maki Singkil mungkin ingin mengangkat sentiment rasial. Tapi seperti kata pepatah Melayu: Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Lewat caci makinya itu terhadap Singkil, telah membuka informasi tentang siapa dirinya, dari keturunan seperti apa ia dilahirkan.

Ia yang mengira telah berhasil menghina lebih kurang 130 ribu masyarakat Aceh Singkil, ternyata tanpa ia sadari, dirinya telah menjadi bagian dari manusia yang disebut di dalam Alquran.

Allah Ta’ala berfirman:

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 58)

Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam bersabda:

Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari di mana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal salih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal salih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi. (HR. Bukhari no. 6534).

Artikel SebelumnyaTak Cukup Bukti, Polda Akan Tutup Kasus Dugaan BBM Oplosan PT BA
Artikel SelanjutnyaIngin Berlebaran di Aceh, Ratu Azira Zahra Tenggelam di Selat Malaka
Fauzan Hidayat
Perantau yang bermuasal dari Kepulauan Banyak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here