Komparatif.ID, Jakarta— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap sepanjang awal tahun hingga 31 Maret 2025, tercatat uang masyarakat senilai Rp1,7 triliun lenyap akibat berbagai modus penipuan daring.
Data tersebut berasal dari Indonesia Anti-Scam Center (IASC), sebuah lembaga yang secara khusus menangani laporan penipuan di internet dan bekerja sama dengan OJK untuk menanggulangi kasus-kasus tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan IASC telah menerima sebanyak 79.969 laporan kasus penipuan selama periode tersebut.
Friderica juga mengungkapkan jumlah rekening yang dilaporkan terkait aktivitas penipuan mencapai angka 82.336. “Sejauh ini, total kerugian masyarakat yang dilaporkan kepada IASC sebesar Rp1,7 triliun, dengan total dana korban yang sudah diblokir sebesar Rp134,7 miliar,” terangnya pada konpres RDKB Maret 2025 secara virtual, Jumat (11/4/2025).
Dari total rekening yang dilaporkan, IASC sejauh ini telah memblokir 35.394 rekening yang diduga menjadi sarana penipuan. Namun, langkah ini belum mampu memulihkan seluruh kerugian yang dialami para korban.
Baca juga: OJK Pastikan Pengelolaan 3 Bank BUMN di Danantara Tetap Prudent
Friderica menjelaskan dana korban yang berhasil diblokir sejauh ini baru mencapai Rp134,7 miliar, jauh di bawah nilai total kerugian yang dilaporkan. Ia juga menyebutkan adanya lonjakan aktivitas penipuan selama bulan Ramadan.
OJK menerima 4.127 pengaduan dari masyarakat selama periode tersebut, dengan total kasus scam dan fraud yang dilaporkan ke IASC mencapai 21.763 kasus. Ia menegaskan maraknya transaksi daring selama Ramadan turut membuka celah bagi para pelaku kejahatan memanfaatkan kelengahan atau kebutuhan masyarakat.
Menurut Friderica, modus yang paling banyak digunakan oleh pelaku meliputi penipuan jual beli online, panggilan palsu (fake call), penyamaran (impersonation), penawaran kerja fiktif, hingga penipuan berkedok investasi.
OJK mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan tidak mudah tergiur dengan tawaran-tawaran yang mencurigakan, terutama yang datang dari sumber yang tidak dikenal atau tidak resmi.
Mengenai proses pengembalian dana, Friderica menjelaskan apabila terdapat sisa dana milik korban di rekening penipu yang telah diblokir, maka upaya pengembalian akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, proses ini tidak bisa instan dan seringkali terkendala oleh lambatnya pelaporan atau keterlambatan dalam mendeteksi aksi penipuan. Ketika laporan masuk setelah beberapa hari atau bahkan minggu, biasanya saldo dalam rekening pelaku sudah habis, sehingga memperkecil kemungkinan pengembalian dana kepada korban.
Friderica menegaskan OJK melalui IASC terus melakukan koordinasi intensif dengan perbankan nasional untuk mempercepat proses pengembalian dana kepada para korban.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa proses ini bersifat kompleks dan memerlukan kelengkapan dokumen dari pihak-pihak terkait, termasuk dari bank tempat rekening tersebut terdaftar.