Komparatif.ID, Jakarta—M. Asjik Ali bin Muhammad Ali Hasan, tokoh Aceh yang pernah berjuang membela kemerdekaan Indonesia, Senin (1/5/2023) mangkat. Masa muda hingga tua ia abdikan seutuhnya untuk Aceh dan Indonesia. Ia menghadap Ilahi pada pukul 04.00 dinihari di Jakarta dalam usia 94 tahun. Jasadnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
M. Asjik Ali, pria kelahiran Montasik, Aceh Besar pada 15 April 1930, merupakan seorang pengusaha asal Aceh di Jakarta. Ia sangat memperhatikan perkembangan Serambi Mekkah. Bahkan ikut turun tangan memberikan support supaya Aceh dapat berkembang lebih bagus.
Pengusaha yang pernah menjadi bagian Tentara Peladjar Islam di masa perang mempertahankan kemerdekaan, pada 23 Mei 1990 mendirikan Aceh Bussiness Club (ABC) di Jakarta.
Baca: A. Madjid Ibrahim, Guru Besar dari Krueng Agam
Kiprah M. Asjik Ali—Drs. M. Asjik Aly—diakui oleh Pemerintah Indonesia. Presiden Ir. Sukarno menganugerahkan Tanda Djasa Pahlawan kepada yang bersangkutan pada 10 November 1958. Dalam TDP tersebut Presiden Sukarno menyebut pangkat Asjik adalah Letnan I pada Kesatuan Tentara Peladjar Islam Resimen Aceh.
Sebelumnya, pada 17 Agustus 1958, Menteri Pertahanan RI Djuanda, menganugerahkan “Satyalencana Peristiwa Perang Kemerdekaan kesatu”. Pada tanggal yang sama, Djuanda juga memberikan tanda penghargaan “Satyalencana Peristiwa Kemerdekaan Kedua” untuk sang patriot M. Asjik Ali.
Presiden Suharto pada 6 Agustus 1987 memberikan penghargaan kepada Drs. Asjik Ali, dengan kategori “Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya Tingkat II”, dalam jabatan sebagai Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Ekonomi Perdagangan Departemen Perdagangan di Jakarta.
Munawar Liza Zainal, Walikota Sabang periode 2007-2012 punya kenangan khusus terhadap sosok M. Asjik Ali. Dalam sebuah memoir yang ditulis di Facebook, Munawar Liza menyebutkan ia berkenalan dengan sang tokoh setelah diperkenalkan oleh Sayyid Umar, yang juga seorang tokoh besar Aceh yang bermukim di Jakarta.
Pertemuan yang difasilitasi oleh Sayyid Umar berlangsung di Hotel Four Seasons. Di sana Munawar diperkenalkan dengan tiga tokoh Aceh yang menjadi Penasihat Gubernur Aceh untuk Kawasan Sabang. Mereka adalah Adnan Ganto, seorang bankir terkemuka penasihat Menteri Pertahanan, Ibrahim Abdullah atau Utoh Hiem, alumnus Amerika Serikat yang saat itu menjadi pembina Yayasan Universitas Nasional, dan M. Asjik Ali, seorang pengusaha terkemuka pendiri bank simpan pinjam di Jakarta.
Mereka juga berempat berjanji selalu bersedia untuk memberikan nasihat terkait dengan pembangunan kawasan Sabang.
Keempat tokoh ini tidak pernah absen membantu dalam setiap kesempatan. Sayyid Umar bertemu terakhir di Kuala Lumpur sebelum berpulang ke Rahmatullah.
Utoh Hiem, juga mengawal proses kerjasama antara BPKS dengan Dublin Port, selalu menjaga agar semua dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Sampai akhir hayatnya tetap selalu membantu apa yang bisa untuk pengembangan kawasan Sabang, walaupun kemudian kerjasama dengan Dublin terhenti karena perkembangan politik di Irlandia.
Adnan Ganto, menjadi penasihat kemudian Ketua Dewan Pengawas. Tidak henti-henti memberikan masukan dan pertimbangan dan berupaya menggaet investasi dari berbagai negara. Termasuk kerjasama dengan Damen Shipyards Group Belanda yang kemudian terhenti karena perubahan arah politik di Aceh.
Asjik Ali yang sudah sepuh, tidak bisa lagi berpergian ke Sabang. Tetapi selalu berkomunikasi memberikan masukan untuk pengembangan ekonomi Aceh.
M Ali Asjik Sangat Mencintai Aceh
Dalam memoir singkat di laman Facebook, Munawar mengurai sesuai ikut terlibat dalam perang mempertahankan kemerdekaan RI di Aceh, ia hijrah Jakarta bekerja di Departemen Perdagangan. Membina karier sehingga menjadi pengusaha terpandang di ibukota. Mendirikan BPR di beberapa pasar di ibukota. BPR Tapeuna Dana yang melibatkan banyak tokoh Aceh di Jakarta. Berkawan dan mengenal hampir dengan semua pengusaha besar di sana.
Di Aceh allahyarham mendirikan Yayasan Teungku Chiek Eumpee Awe. Yayasan tersebut dikhidmatkan untuk dunia pendidikan.
Bulan Desember 2022, Munawar yang sedang berada di Jakarta, ditelepon oleh M. Asjik Ali. Ia menyampaikan rasa rindunya kepada Aceh. Karena ditanya mengapa tak pernah lagi mengunjunginya, Munawar dan dua koleganya, berkunjung ke kediamaan sang pengusaha. Saat bertemu Munawar, Asjik bernostalia tentang masa lalunya di Aceh. Tentang kiprahnya bersama Tentara Pelajar.
Kemudian berlanjut cerita tentang dirinya yang sudah mempersiapkan segala sesuatu karena umurnya yang sudah lebih 90 tahun. “Semua kawan saya, pengusaha besar, setelah meninggal, anak-anaknya berebut harta. Saya tidak ingin anak-anak saya demikian,” demikian kata Asjik, tulis Munawar.
Kemudian ia bercerita tentang yayasan pendidikan di Aceh, dia ingin dimajukan sehingga bisa membantu pendidikan anak yatim dan orang dhuafa.
Munawar menyampaikan duka mendalam atas kepergiaan sang pria visioner. “Tadi pagi mendapatkan kabar, bahwa M. Asjik Ali Bin Muhammad Ali Hasan, telah berpulang ke Rahmatullah di Jakarta pada usia 93 tahun. Semoga Allah meluaskan kubur almarhum, diberikan tempat yang mulia bersama orang-orang yang saleh.”