Nezar Patria & Secangkir Arabica Gayo

Nezar Patria kebijakan afirmatif
Nezar Patria. Foto: Humas Kemenkominfo.

Nezar Patria pulang kampung. Kali ini bukan sebagai Nezar Patria; jurnalis dan tim ahli. Tapi sebagai Wakil Menteri Kominfo RI. Ia menapak di Aceh pada Rabu (25/10/2023) setelah sempat delay satu jam di Soekarno Hatta International Airport.

Tiba di Aceh, ia melangkah ke Gedung PWI Aceh di Kuta Alam,Banda Aceh. Ia pulang dalam rangka beberapa agenda, salah satunya peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar PWI Aceh.

Karena terlambat ia tidak sempat mendengar tausiyah yang disampaikan oleh Ustad Masrul Aidi. Tapi melihat agenda kunjungannya kali ini, inti pesan sang penceramah teraplikasi dalam bentuk aksi.

Baca: Prolog Dialog di Monolog

Sebagai pejabat negara ia telah memiliki banyak agenda selama di Banda Aceh. Bertemu milenial yang bergerak pada bisnis e-commerce, bertandang ke sejumlah kampus.  Semuanya dirangkum dalam satu tema besar; literasi digital.

Literasi merupakan sebuah masalah sangat krusial di Aceh. Dr. Ir. Elly Sufriadi yang mengajar di Universitas Syiah Kuala pada  bedah buku Cahaya Negeri Pala, menyebutkan dari 50 mahasiswa yang diteliti, hanya tiga yang membeli buku untuk dibaca tahun ini. 7 orang membaca buku, dan sisanya asyik berselancar di internet.

Temuan Dr. Elly Sufriadi tentu menjadi data terbaru betapa minat generasi muda Aceh pada dunia literasi sangat rendah. Apakah ini ada kaitannya dengan status Aceh yang menjadi salah satu daerah paling banyak mengonsumsi hoaks sebagai basis pengetahuan sosial dan politik? Mungkin saja.

Baca: Azhari Idris, dari Bireuen ke Bisnis Hulu Migas Indonesia 

Melihat Nezar Patria pulang kampung dengan misi besarnya mendenyutkan literasi digital, tentu sangat menarik. Misi itu tidak mudah dijalankan di Aceh. Di tengah minimnya minat literasi, ia mengarungi samudera. Tapi wajahnya menunjukkan antusias, bahwa apa yang ia lakukan akan membuahkan hasil. Ia tidak boleh jera. Ia harus bergerak, mumpung kesempatan masih ada. Jabatannya sebagai Wamen Kominfo harus dimaksimalkan untuk membantu Aceh di bidangnya.

Bagi saya, Nezar merupakan pustaka yang memadukan nilai-nilai klasik dan modern. Ia generasi X yang mampu beradaptasi dengan modernitas masa. Ia bergelut di dalamnya.

Semua tahu bahwa ia putra jurnalis senior Sjamsul Kahar. Tapi nama besar ayah tak melekat dengan dirinya. Ia perantau Aceh di Jawa yang bertumbuh besar dengan nilai yang ia perjuangkan. Menjadi angkatan muda Indonesia yang bersinar di jalur jurnalistik. Sebuah ruang yang juga saya geluti sejak 13 tahun lalu.

Misi membumikan literasi digital di Aceh, merupakan misi besar. Meski kualitas manusia Aceh juga sangat kompetitif, tapi banyak yang masih “bijih besi” di dalam perut bumi. Butuh penandatanganan khusus dan memakan waktu.

Baca: Ismail Rasyid, CEO Trans Continent Berkelas Dunia

Misi pria ramah tersebut perlu ditemani. Bahkan perlu didampingi. Tanpa diminta, orang Aceh yang melek literasi digital harus membersamai langkah mantan Pemred The Jakarta Post itu. Saya dengan segenap kemampuan –tentunya masih minim– wajib ikut serta. Paling kecil; meneruskan gagasannya ke audien di kabupaten/kota di Aceh.

Akhirnya, Nezar Patria seperti arabica Gayo, setiap menyeruputnya menghadirkan kesegaran dan kewarasan. Bagi saya –dalam konteks berbeda– Nezar Patria seperti Jack Ma dan Ismail Rasyid serta Azhari Idris. Selalu menghadirkan inspirasi, meski hanya melalui satu kalimat singkat.

Artikel SebelumnyaKomunitas Perempuan Menari Siap Pentaskan Renggana di GKJ
Artikel SelanjutnyaSerangan Militer Israel Renggut 7 Ribu Warga Palestina
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here