Komparatif ID, Jakarta– Muhammad Ali (83) membuktikan kesaktian pepatah Melayu sepandai-pandai tupai melompat, sesekali jatuh juga. Pria asal Aceh Utara kelahiran 5 Juni 1940, juga membuktikan sendiri kebenaran pepatah ada hujan ada panas, ada hari boleh balas.
Muhammad Ali menjadi buronan setelah menjadi tersangka dalam kasus penipuan. Pria gaek itu melarikan sertifikat tanah setelah menjualnya kepada PT Wijaya Karya Beton senilai Rp199.360.000.000.
Entah bagaimana ceritanya, usai menjual tanah seluas 500.000 meter persegi ia bisa menggondol uang dan tak menyerahkan sertifikat kepada pembeli. Belum ada penjelasan dari humas Kejaksaan Agung.
Baca: Ketua PDIP Aceh Dilaporkan ke Polisi Karena Diduga Menipu
Tapi yang pasti, setelah menerima uang, ia raib bak ditelan bumi. Mungkin ia mengira bahwa pelariannya akan membuat PT Wijaya Karya Beton hanya mencarinya sebentar saja. Kemudian melupakannya. Muhammad Ali mungkin mengira anak perusahan PT Wijaya Karya itu tak punya waktu lebih untuk mengurus masalah itu.
Seorang sumber mengatakan Ali mungkin lupa, BUMN manapun hanya lupa bekerja dengan baik untuk kemajuan bangsa. Mereka seperti perempuan dalam dialog film Tenggelamnya Kapal Van der wick, yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Hamka.
Sebagai pelaku penipuan ia cukup cerdik. Ia tidak lari terlalu jauh dari Jakarta. Pria yang beralamat di Kecamatan Kebayoran Baru,Jakarta Selatan, satu kecamatan dengan Kejaksaan Agung, bersembunyi di Depok.
Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung RI, menangkap Muhammad Ali di persembunyiannya di perumahan Jl. Bukit Rivaria M2, Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
Saat ditangkap, Rabu (27/9/2023) pukul 23.30 WIB, Ali dengan rambut panjang warna perak, janggut tebal dan kumis warna serupa, serta memakai kaos abu-abu; tidak melawan. Ia sangat kooperatif. Pun demikian, wajahnya ibarat ayam disambar elang; pasrah.
Setelah memakai jaket dan mengganti celana, ia pun dibawa oleh tim Tabur Kejagung malam itu juga. Pria kurus itu kemudian diserahkan kepada Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Bagaimana cerita selengkapnya tentang pria yang berperilaku seperti peribahasa alah mahu, bertimbang enggan; cungkil merih akan pembayar. Patut disimak perkembangannya. Karena ada yang janggal sekaligus lucu.