Komparatif.ID, Banda Aceh—Ketua DPA Partai Aceh Teungku H. Muzakir Manaf, atau yang lazim disapa dengan sebutan Mualem,telah mengundurkan diri dari Partai Gerindra. Dengan demikian ia bukan lagi Ketua Dewan Penasihat DPD I Gerindra Aceh.
Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri,S.T, kepada Komparatif.ID, Selasa (30/8/2022) menjelaskan pengunduran diri tersebut secara administrasi sudah dilakukan dua bulan lalu. Hanya saja baru sempat diumumkan ke publik pada hari ini.
Tidak ada masalah apa pun, sehingga Mualem mengundurkan diri dari Partai Gerindra yang dibesut oleh Prabowo Subianto. Undur diri sang mantan Panglima Perang GAM, tersebut karena secara aturan dalam kepengurusan partai politik tidak boleh rangkap.
“PKPU terbaru dan Undang-Undang Partai Politik, tidak membenarkan adanya rangkap kepengurusan. Ruang partisipasi hanya ada di dalam PP Partai Lokal, itupun keanggotaan saja dalam rangka penyaluran aspirasi politik partai lokal ke tingkat Nasional,” terang Nurzahri.
Sebagai Ketua Umum Partai Aceh, Mualem pun harus fokus mengelola parlok tersebut, dalam rangka menyongsong Pemilu 2024 yang sudah di depan mata.
Tentang Mualem
Teungku H. Muzakir Manaf lahir di Seunuddon, Aceh Utara, pada 3 April 1964. Ayah dan ibunya bernama Manaf dan Zubaidah. Alumnus Universitas Sultan Iskandar Muda (Unida) tersebut merupakan jebolan MIN Sampoinit, Aceh Utara; SMP Negeri Idi, Aceh Timur;SMU Swasta Pase Sejaya, Panton Labu, Aceh Utara.
Ia bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada 1986, dengan jabatan terakhir sebagai Panglima Angkatan Perang Aceh Merdeka (Teuntra Neugara Aceh/TNA); pangkat jenderal.
Lelaki yang pernah menjadi pengawal Presiden Libya Moammar Khadafi, tersebut ketika konflik pernah disebut mirip dengan Sunil Shetty, salah seorang mega bintang Bollywood yang berperan sebagai Dev dalam sinema roman musical berjudul Dhadkan.
Muzakir Manaf menjadi Panglima TNA setelah syahidnya Jenderal Abdullah Syafi’i yang gugur dalam pertempuran di rimba Pidie Jaya. Sang Panglima dimakamkan di di Cubo, Pijay.
Muzakir Manaf termasuk salah satu pasukan elit Gerakan Aceh Merdeka. Dia pernah mendapatkan Pendidikan militer di Tanzura, Libya.
Setelah perjanjian damai di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, Jenderal berkarisma tersebut turun gunung, dan ditunjuk sebagai Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) yang awalnya didirikan sebagai lembaga transisi militer GAM menuju sipil murni.
Selanjutnya ia ikut menjadi bagian dari pendiri Partai Aceh, dan menjadi top leader partai tersebut hingga saat ini.