
Komparatif.ID, Banda Aceh— Mantan Koordinator Relawan dan Juru Bicara pasangan Muzakir Manaf (Mualem)–Fadhlullah (Dek Fadh), Rozzy Wanela, mengatakan tanggung jawab membangun Aceh tidak bisa hanya dibebankan Gubernur-Wagub saja, tetapi merupakan kerja bersama antara pemerintah dan rakyat.
“Roda pemerintahan tidak akan berjalan maksimal bila hanya ditarik oleh satu pihak. Mualem dan Dek Fad telah menyiapkan peta jalan pembangunan Aceh yang sangat visioner. Sekarang, tugas kita semua adalah memastikan peta itu benar-benar diwujudkan,” ujar Rozzy kepada media saat dihubungi, Minggu (5/10/2025).
Rozzy menjelaskan visi kepemimpinan Mualem–Dek Fadh berakar pada semangat pembaharuan Aceh, bukan hanya dalam pembangunan fisik tetapi juga pada reformasi sistem pemerintahan, pemberdayaan ekonomi rakyat, serta tata kelola sumber daya alam.
Ia mengatakan, arah kebijakan yang tertuang dalam RPJMD dan RPJP sangat jelas, yakni menuju Aceh yang mandiri, berdaya saing, dan sejahtera berlandaskan nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.
Menurutnya, pembangunan Aceh tidak boleh lagi berorientasi pada proyek jangka pendek. Ia menilai pemerintahan baru telah menegaskan perlunya gerakan besar yang membawa perubahan menyeluruh dan berkelanjutan.
Rozzy menekankan keberhasilan program strategis hanya akan tercapai jika seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, DPR Aceh, ulama, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat sipil, bergerak dalam satu irama.
Baca juga: Wagub Aceh Bagi-bagi Uang untuk Sopir Truk Plat BK
“Kita tidak bisa lagi bekerja dalam sekat-sekat sektoral. Pemerintah butuh dukungan legislatif yang konstruktif, bukan oposisi yang destruktif. Dunia usaha butuh kepastian kebijakan, sementara masyarakat butuh ruang partisipasi yang terbuka,” katanya.
Rozzy menilai model kepemimpinan Mualem–Dek Fad membuka ruang besar bagi kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan pentahelix, yakni sinergi antara pemerintah, akademisi, dunia bisnis, masyarakat, dan media.
Ia juga mengapresiasi gaya kepemimpinan Dek Fadh yang dinilai merangkul dan komunikatif. “Ia turun langsung ke lapangan, berdialog dengan masyarakat, mendengar keluhan, dan mencari solusi bersama. Itu tanda bahwa pemerintahan ini siap bekerja dari bawah, bukan dari menara gading,” ujarnya.
Rozzy menegaskan keberhasilan kepemimpinan Mualem–Dek Fadh akan bergantung pada kesediaan semua pihak untuk meninggalkan ego sektoral dan menumbuhkan kembali semangat keacehan, gotong royong, serta tanggung jawab moral dalam membangun negeri sendiri. Ia mencontohkan potensi besar Aceh di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata yang belum tergarap maksimal karena kurangnya sinergi antarinstansi.
“Jika semua pihak bergerak serentak, kita tidak hanya akan bicara soal peningkatan PAD, tetapi juga kesejahteraan rakyat yang merata,” tegasnya.
Rozzy juga menekankan pentingnya membangun kepercayaan publik melalui transparansi, akuntabilitas, dan ketulusan. Menurutnya, pemerintahan baru telah memberi sinyal kuat soal itu, dan kini tinggal bagaimana jajaran di bawahnya menerjemahkan visi tersebut menjadi kerja nyata.
Ia menilai Aceh kini tengah memasuki fase transformasi dari pola pembangunan konvensional menuju pendekatan berbasis inovasi dan kemandirian daerah. “Kita harus mendukung langkah-langkah ini, bukan sekadar mengomentari dari pinggir lapangan,” katanya.
Menurutnya, tanggung jawab moral untuk memajukan Aceh kini berada di tangan semua pihak, bukan hanya di pundak Mualem-Dek Fadh.
“Kita semua bagian dari cerita besar Aceh baru. Mari menulis babak itu bersama, dengan kerja nyata, keikhlasan, dan kolaborasi,” tutupnya.