Mosi Tak Percaya Terhadap Pj Bupati Aceh Utara Tak Mendasar!

Mosi tak percaya
Teuku Murdani. Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Lhokseumawe—Mosi tak percaya terhadap Pj Bupati Aceh Utara Azwardi Abdullah, yang dilayangkan oleh 12 anggota DPRK setempat kepada Kemendagri, merupakan tindakan yang tidak berdasarkan fakta kinerja.

Hal-hal yang dijadikan dasar oleh 12 anggota DPRK melakukan mosi tak percaya terhadap Pj Bupati Aceh Utara, merupakan masalah pembangunan yang sejak dulu tak kunjung mampu dibenahi oleh pemerintah sebelumnya.

Demikian disampaikan oleh Teuku Murdani, dosen Pengembangan Ekonomi Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Baca juga: Setelah 15 Tahun Pembangunan Aceh Utara di Tangan Awak Droe

Kepada Komparatif.ID, Selasa (28/2/2023) Teuku Murdani yang merupakan pria kelahiran Kecamatan Nisam, Aceh Utara mengatakan, perihal tudingan bahwa Azwardi Abdullah belum mampu memberikan memberikan kontribusi yang dibutuhkan masyarakat Aceh Utara, baik sosial, ekonomi maupun pembangunan infrastruktur, yang semestinya menjadi  skala prioritas Pemkab Aceh Utara, merupakan hal yang telah lama menjadi persoalan di Bumi Pasee.

“Pertanyaan saya, apakah bupati sebelumnya sudah berhasil membenahi bidang-bidang tersebut? Setelah perdamaian ada Ilyas Pasee, dan kemudian Muhammad Thaib yang jadi Bupati Aceh Utara dua periode, apakah persoalan sosial, ekonomi, dan pembangunan infrastruktur sudah ditangani dengan baik? Setahu saya belum. Mereka terlalu banyak meninggalkan persoalan di daerah yang dipimpin,” sebut Teuku Murdani.

Perihal tudingan dari 12 anggota DPRK yang mengajukan mosi tak percaya bahwa Azwardi Abdullah dinilai kurang peka terhadap ancaman yang dialami para petani, karena belum selesainya Bendungan Krueng Pase, yang mulai dikerjakan November 2021 dan ditargetkan selesai akhir 2022. Menurut Murdani lagi-lagi itu tidak mendasar.

Menurut Murdani banjir di Aceh Utara merupakan persoalan klasik. Sudah terjadi berkali-kali jauh sebelum Azwardi ditetapkan sebagai Pj Bupati Aceh Utara. Demikian juga dengan pembangunan Bendungan Krueng Pase, dilakukan sebelum Katibul Wali Nanggroe tersebut diperintahkan oleh negara memimpin Aceh Utara di masa transisi menuju Pemilu 2024.

Perihal tudingan bahwa Azwardi tak mampu menyelaikan proses penawaran participating interest (PI) di Blok B Aceh Utara, apakah persoalan itu baru saja terjadi?

Sesuai data yang dimiliki Teuku Murdani, persoalan negosiasi PI Blok B, masalahnya tak diselesaikan oleh Bupati Muhammad Thaib dan anggota DPRK. Tim negosiasi yang dibentuk gagal melaksanakan tugasnya.

“Pada masa Muhammad Thaib alias Cek Mad menjadi Bupati Aceh Utara, beberapa anggota DPRK juga terlibat langsung dalam negosiasi PI di Block B, tetapi gagal. Kemudian mereka mengalihkannya seolah-olah ini kesalahan Pj Bupati. Kalau bukan upaya cuci tangan jelang pemilu 2024, apa lagi yang patut disebut?” sebut Murdani.

Dalam analisa Teuku Murdani, upaya mosi tak percaya terhadap Azwardi Abdullah, dilakukan oleh sejumlah anggota DPRK, sebagai upaya memindahkan kegagalan kepada pundak penjabat bupati.

“Ini upaya cuci tangan. Seakan-akan penyebab pembangunan tidak berjalan di Aceh Utara karena kesalahan Azwardi. Padahal semua rakyat tahu bila apa yang dituding dalam mosi tak percaya, merupakan pekerjaan yang tak diselesaikan di pemerintah sebelumnya, yang di dalamnya turut serta anggota DPRK sebagai bagian dari pemerintahan,” imbuh Murdani.

Sofyan: Mosi Tak Percaya Berbasis Ketidaksukaan

Seirama dengan kritik Teuku Murdani, aktivis sosial kemasyarakatan, Sofyan Panton, melihat aksi mosi tak percaya kepada Azwardi Abdullah berdasarkan ketidaksukaan semata. Mungkin ada keinginan-keinginan para penyampai mosi tak percaya, yang tidak difasilitasi oleh Pj Bupati Azwardi Abdullah.

Sebagai orang yang lahir dan bertumbuh besar di Aceh Utara, Sofyan mengaku bahwa tudingan-tudingan terhadap Azwardi Abdullah merupakan bentuk memboikot orang luar Pase dengan alasan yang dibuat-buat.

Mosi tak percaya
Sofyan, aktivis sosial kemasyarakatan menyebutkan mosi tak percaya terhadap Pj Bupati Aceh Utara Azwardi Abdullah, karena ada keinginan pribadi yang tidak dipenuhi. Foto: HO for Komparatif.ID.

“Pekerjaan rumah yang tak diselesaikan bahkan gagal dituntaskan oleh Bupati Muhammad Thaib yang 10 tahun memimpin coba dilemparkan kepada Azwardi. Padahal ia baru enam bulan melaksanakan tugas di Aceh Utara,” sebut Sofyan.

Menurutnya mosi tak percaya itu kekanak-kanakan. DPRK sebagai legislatif seperti tidak memiliki ide lain yang lebih berbobot.”Kalau tidak ada sesuatu—udang di balik batu—saya yakin Azwardi tidak akan diperlakukan demikian. Bagaimana seseorang yang baru menjabat enam bulan, dianggap tidak becus bekerja, sementara banyak sektor yang terus dibenahi tanpa banyak publikasi. Saya tahu anggota DPRK tahu itu, tapi pura-pura tidak tahu,” sebutnya.

Baca juga: Infografis Capaian Pembangunan Aceh Utara di Era Azwardi

Sebagai rakyat Sofyan bertanya, selama 10 tahun Muhammad Thaib menjadi bupati, di mana anggota DPRK itu? Di mana 12 anggota Parlemen Pase yang melakukan mosi tak percaya? Bukankah tudingan-tudingan terhadap Azwardi, sejatinya PR yang tak diselesaikan oleh Muhammad Thaib?

Ketika itu, performa pembangunan Aceh Utara salah satu yang tak menggembirakan di Aceh. kemiskinan sangat tinggi, stunting tinggi, anggaran daerah defisit, lapangan kerja tak mampu diperbanyak, investasi macet, pemotongan gaji aparatur desa dan ragam persoalan lainnya. Termasuk korupsi pembangunan Monumen Samudera Pase, dan ragam dugaan korupsi lainnya yang kini terus menjadi atensi penegak hukum.

“Di mana anggota DPRK Aceh Utara kala itu? 10 tahun Muhammad Thaib tak mampu bekerja dengan baik, mengapa tak ada mosi tak percaya? Apakah karena awak dalam? Bila model begini menjadi wakil rakyat, percayalah Aceh Utara tak akan pernah menjadi daerah yang sehat secara ekonomi,” sebut Sofyan.

Sofyan juga mengomentari perihal belum berjalannya PI Block B, yang menurutnya anggota DPRK juga dilibatkan di masa Muhammad Thaib. Tapi hasilnya nihil.

“Sia-sia saja anggaran daerah kala itu dihabiskan membiayai tim negosiasi. Hasilnya tidak ada. Di dalam tim itu ada beberapa anggota DPRK yang menandatangani mosi tak percaya.”

Sofyan menyarankan 12 pelaku penandatanganan mosi tak percaya, segera bercermin, supaya jernih melihat persoalan. Sudah cukup berpikir untuk kepentingan pribadi. Kehadiran Azwardi ke Aceh Utara sebagai upaya pemerintah membantu Pase membenahi diri. Selama menjabat, Azwardi juga sudah menunjukkan sejumlah prestasi.

“Imbauan saya, jangan hanya gara-gara ada keinginan yang tidak dipenuhi oleh Pj Bupati, justru anggota DPRK merusak upaya serius Azwardi membangun sesuai dengan tupoksinya. Seharusnya, dengan kerja keras yang dilakukan Azwardi dan SKPK, anggota DPRK patut memberikan dukungan. Bukan malah menjegal kaki dengan fitnah-fitnah, yang akhirnya merugikan seluruh rakyat Aceh Utara,” katanya.

Perihal Azwardi sering ke luar daerah, bukankah sebagai pejabat pemerintah, ia tak mungkin selalu harus ada di kantornya. Dia harus memenuhi undangan, melaksanakan koordinasi, melakukan lobi-lobi, dan lain sebagainya.

“Tolok ukur sukses tidaknya pembangunan bukan seberapa banyak seorang pemimpin duduk di balik meja di kantornya. Bila itu menjadi tolok ukur, lalu untuk apa ada Sekda dan kepala SKPK? Jadi kritisilah dengan logis. Kalau seperti ini kan Nampak sekali serangan terhadap Pj Azwwardi karena ada hal yang keinginan pribadi yang tidak dipenuhi,” sebut Sofyan.

Sebelumnya, pada 21 Februari 2023, 12 anggota DPRK Aceh Utara melayangkan mosi tak percaya terhadap Pj Bupati Azwardi Abdullah. Mosi tersebut dikirimkan kepada Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.

Dalam surat bernomor istimewa tersebut, 12 anggota DPRK menyebutkan lima alasan mereka mengajukan mosi tak percaya.

Pertama, Azwardi dinilai tidak mampu memberikan kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat Aceh Utara. Kedua, kurang peka terhadap ancaman yang dialami oleh petani Aceh Utara karena berlarut-larutnya pembangunan Bendungan Krueng Pase. Ketiga, polemik proses penawaran participating interest (PI) di Blok B Aceh Utara, yang mengakibatkan hal tersebut hingga saat ini belum dapat diselesaikan.

Keempat, Azwardi dinilai terlalu sibuk di luar daerah dan lebih banyak menghadiri acara-acara seremonial, ketimbang memprioritaskan program kerja yang secara substansial dan signifikan dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat Aceh Utara.

Kelima, Pj Bupati Aceh juga dinilai tidak melaksanakan/mengabaikan rekomendasi fraksi-fraksi dan komisi DPRK Aceh Utara dalam sidang-sidang paripurna dewan untuk kesejahteraan rakyat Aceh Utara.[]

Artikel SebelumnyaBawa 4 Kilo Sabu, Seorang Warga Aceh Utara Ditangkap di Kuala Namu
Artikel SelanjutnyaKecelakaan Kereta Yunani: 26 Tewas dan Puluhan Luka-luka
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here