Mercusuar Willem’s Toren III, “Kenangan” Nederland di Serambi Mekkah

Menara mercusuar Willem's Toren III
Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli

Komparatif.ID, Lampuyang– Mercusuar Willem’s Toren III yang dibangun di Gampong Meulingge, Pulo Breuh, merupakan kenang-kenangan penjajah Belanda di Aceh. Di dunia hanya ada tiga mercusuar yang sama dibangun oleh Pemerintah Netherland; satu mercusuar berada di Belanda, dan kini sudah dijadikan museum. Satunya lagi berada di Kepulauan Karibia.

Mercusuar dibangun pada tahun 1875 oleh Pemerintah Belanda dan  mengadopsi nama sang raja yang menguasai Luksemburg (1817-1890), yakni Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk.

Untuk mencapai puncak mercusuar Willem’s Toren III harus menaiki 167 anak tangga, yang dipasang pada 7 lantai. Di puncak mercusuar berdaya besar itu pengunjung dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah. Sayangnya ketika Komparatif.ID berkunjung pada Selasa (14/2/2023), cuaca tidak begitu cerah. Sehingga Pulau Weh dan birunya Samudera Hindia tersamarkan.

Pembangunan menara suar Willem’s Toren III pada tahun 1975 dilaksanakan sebagai upaya Pemerintah Hindia Belanda memberikan navigasi laut supaya kapal-kapal yang berlayar di Samudera Hindia dapat melewati kawasan itu dengan lancar. Menurut informasi lainnya juga sebagai menjaga keamanan laut di malam hari dari serangan musuh yang datang.

Mercusuar Willem’s Toren III. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Tower berbentuk silinder tersebut memiliki tinggi 85 meter. Dibangun di ujung sebuah bukit yang menjorok ke laut. Kekuatan lampunya dapat menyorot hingga  jauh. Menurut kabar, mercusuar Willem’s Toren III tersebut dulunya juga berfungsi sebagai media menghitung jumlah kapal yang lalu lalang di Samudera Hindia. Tapi saat ini tidak lagi difungsikan untuk tugas tersebut.

Di tiap lantai menara itu, dibuat jendela yang ditutup kaca tebal. Dinding Willem’s Toren III memiliki ketebalan 1 meter. 

Mercusuar tersebut dibangun sebagai pendukung navigasi menuju Pulau Weh–Sabang– yang dipersiapkan oleh Belanda sebagai pusat transit perdagangan di Selat Malaka. Di lokasi itu juga dibangun gedung cukup besar sebagai tempat tinggal para perwira. Sayangnya gedung itu telah runtuh oleh sebab yang belum diketahui. 

Mercusuar yang dibangun satu abad lalu hingga kini masih kokoh. Dibangun untuk sebuah cita-cita besar dan berdaya guna dalam umur yang panjang. 

Di pintu masuk mercusuar ditempel tulisan: Willem’s Toren 1875. Gesticht in oorlogstijd, den vrede gewyd, tevens een blijvende eerezuil voor al de dapperen en braven, die ter bereiking van dit doel des vredes hun bloed en leven ten offer gaven. (Menara Willem 1875. Didirikan pada masa perang, sebuah kenangan abadi untuk setiap keberanian dan para pemberani, untuk mencapai tujuan damai ini darah dan nyawa telah dikorbankan).”

Baca juga: Pantai Lambaro, Surga Penyu Belimbing di Pulo Aceh

Mercusuar Willem’s Toren III. Foto: Komparatif.ID/Muhjir Juli.

Mercusuar Willem’s Toren III Ikon Pulo Breuh

Saat ini mercusuar  Willem’s Toren III tersebut telah menjadi  ikon Pulo Breuh yang utama. 

Bagi Anda yang menyukai wisata menantang adrenalin, Willem’s Toren masuk rekomendasi. Dengan menaiki 167 anak tangga yang meliuk-liuk mengikuti bentuk menara, peluh Anda akan mengalir deras. Konon lagi bila masuk ke ruang lampu di tingkat paling atas, sangat panas bila siang hari. Maklum, di sisi paling atas itu dipasangi kaca supaya lampu sorot dapat berfungsi tanpa kendala. Untuk menyempurnakan keluarnya peluh, maka ruangan tersebut adalah pilihan paling jitu.

Di luar ruang kaca, ada selasar melingkar yang dipagari dengan besi. Pagar itu masih kokoh meski telah berusia satu abad lebih. 

Foto: Komparatif.ID/Muhjir Juli.

Udara di sana sangat sejuk. Angin laut yang kaya oksigen akan menyentuh Anda dengan lembut. Membelai wajah hingga rasa penat secara perlahan akan sirna. 

Bonusnya, Anda dapat melihat pemandangan aduhai. Hutan hujan yang tumbuh menghijau, serta bentang laut Samudera Hindia yang eksotis. 

“Dari puncak menara ini kita dapat melihat dengan lebih leluasa tentang keindahan alam Pulo Weh. Benar-benar menakjubkan,” sebut Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh Almuniza Kamal yang ikut menapaki tiap anak tangga hingga mencapai lantai teratas.

Mari berkunjung ke Willem’s Toren. Belanda telah meninggalkan “kenangan” di sana. Seakan-akan memberi pesan, ” beginilah cara membangun negeri. Sekali bangun berguna untuk masa yang sangat panjang.”  

Artikel SebelumnyaPantai Lambaro, Surga Penyu Belimbing di Pulo Aceh
Artikel SelanjutnyaDirut Bank Aceh Syariah Seyogyanya Beraroma Seulanga
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here