Mengapa Pulau Mangkir Besar dkk “Pindah” ke Sumatera Utara?

Surat dari Kemendagri kepada Pemerintah Aceh terkait status 4 pulau di Singkil. Surat itu diteken oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Eko Subowo.

Komparatif.ID, Jakarta—Empat pulau di Aceh Singkil yaitu Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, tiba-tiba “pindah” alamat ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, mengangetkan banyak pihak di Aceh. Mulai rakyat awam hingga petinggi ikut bicara. Dari yang menyalahkan Pemerintah Pusat, hingga saling menyalahkan antar sesama Aceh pun terjadi. Saling sindir menjadi isu utama di beranda media sosial seperti Facebook sejak Minggu (22/5/2022).

Lalu, benarkah empat pulau itu “dirampas” oleh Pemerintah Pusat lalu diberikan kepada Provinsi Sumatera Utara, yang notabenenya gubernur di sana juga “orang Aceh”. Mengapa Edi Rahmayadi—pria kelahiran Sabang pada 1961—dan sangat dibela oleh orang Aceh ketika Pilkada Sumut, tega “merampas” empat pulau nan elok rupawan di belahan bumi barsela itu?

Seperti apakah perjalanannya sehingga pulau-pulau itu jatuh ke tangah Pemprov Sumut? Adakah itu kesalahan Gubernur Nova Iriansyah, Edi Rahmayadi, Dirjend Adwil Dr. Safrizal, ataukah siapapun lainnya yang saat ini punya jabatan, baik di daerah maupun di Pusat.

Pusat Penerangan (Puspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Senin (23/5/2022) menayangkan cuplikan perjalanan proses panjang yang melibatkan banyak pihak, yang akhirnya membuat empat pulau itu harus pamit dari Aceh dan menjadi wilayah Sumatera Utara. Berikut keterangan dari Puspen Kemendagri:

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Kepmen tersebut menetapkan status wilayah administrasi Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut). Penetapan status wilayah administrasi 4 pulau tersebut telah melalui berbagai proses, mulai dari langkah verifikasi hingga konfirmasi kepada pemerintah setempat.

Pada tanggal 14 hingga 16 Mei 2008 di Medan, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari Kemendagri, KKP, Dishidros TNI AL, Bakosurtanal (sekarang Badan Informasi Geospasial), pakar Toponimi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, serta pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Sumut melakukan verifikasi dan membakukan sebanyak 213 pulau di daerah tersebut.

Jumlah itu termasuk mencakup 4 pulau, yakni terdiri dari Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Hasil verifikasi ini, kemudian mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumut melalui surat Nomor 125/8199 yang ditandatangani pada 23 Oktober 2009. Surat itu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut terdiri dari 213 pulau, termasuk Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Selanjutnya, pada 20 hingga 22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi serta Pemprov Aceh dan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Aceh telah memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di daerah tersebut. Dalam jumlah itu tidak memuat Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Hasil verifikasi ini, kemudian mendapat konfirmasi dari Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/63033 pada 4 November 2009, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 Pulau.

Perubahan titik koordinat menyebabkan bergesernya empat pulau di Aceh Singkil ke wilayah Sumatera Utara. Foto:Ist.
Perubahan titik koordinat menyebabkan bergesernya empat pulau di Aceh Singkil ke wilayah Sumatera Utara. Foto:Ist.

Kemudian, pada 2012 dan Agustus 2017, Pemerintah Indonesia melaporkan pulau bernama ke PBB termasuk Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.

Namun, pada 15 November 2017, Gubernur Aceh menyampaikan surat No. 136/40430 perihal Penegasan 4 Pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.

Intinya, Gubernur Aceh menyampaikan bahwa berdasarkan peta topografi TNI AD 1978, keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh. Gubernur meminta agar Mendagri menegaskan kepada Gubernur Sumut bahwa keempat pulau tersebut merupakan wilayah Aceh, sehingga perlu dikeluarkan dari Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sumut. Pada surat tersebut, Pemprov Aceh menyertakan surat Nomor 125/63033 tertanggal 4 November 2009 yang memuat koordinat atas 4 pulau dimaksud.

Lalu kemudian pada 30 November 2017 dilakukan analisa spasial dengan menggunakan ArcGIS versi 10 terhadap koordinat 4 pulau tersebut.

Analisis dilakukan dengan menggunakan data pulau hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi Tahun 2008, hasil konfirmasi Gubernur Aceh (Surat Nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009) dan konfirmasi Gubernur Sumut (Surat Nomor 125/576 Tanggal 27 Januari 2010). Hasil konfirmasi itu menyatakan, keempat pulau itu sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.

Rapat tersebut menyepakati beberapa hal. Pertama, menetapkan status Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut. Kedua, peta topografi tahun 1978 dan peta RBI bukan referensi resmi mengenai garis batas administrasi nasional maupun internasional. Ketiga, RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pemerintah provinsi, serta bukan merupakan pedoman penetapan wilayah administrasi pulau.

Berita acara hasil rapat tersebut telah disampaikan kepada Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/8177/BAK pada 8 Desember 2017, perihal tanggapan atas surat Gubernur Aceh. Selain itu, hasil rapat juga disampaikan kepada Gubernur Sumut melalui surat Nomor 136/046/BAK tertanggal 4 Januari 2018.
Namun, Pemprov Aceh masih mengklaim kepemilikan atas keempat pulau tersebut, dan memohon adanya revisi koordinat atas pulau yang dimaksud. Permohonan itu dilayangkan melalui sejumlah surat.

Menanggapi itu, Ditjen Bina Adwil Kemendagri menggelar sejumlah rapat pembahasan terkait permasalahan status wilayah keempat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut. Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Kemenkomarves, KKP, Pushidrosal, BIG, LAPAN, Direktorat Topografi TNI AD, dan Ditjen Bina Bangda. Pada kesempatan lain, rapat melibatkan KKP, Pushidrosal, BIG, ORPA- BRIN, dan Biro Hukum Kemendagri. Dari sejumlah rapat tersebut menghasilkan kesepakatan, yang tetap menetapkan keempat pulau itu berada di wilayah administrasi Provinsi Sumut.

Terakhir, Kemendagri juga menggelar rapat yang melibatkan Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, Biro Hukum Setjen Kemendagri, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN BRIN, serta Direktorat Pendayagunaan PPKT dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu, rapat juga melibatkan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG, Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi BIG, serta Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG. Adapun rapat ini hanya berisi penyampaian pandangan dari Pemprov Aceh dan Sumut, serta kementerian/lembaga terkait wilayah administrasi 4 pulau tersebut.

Untuk menjawab beberapa aspirasi maka Ditjen Adwil telah meminta kepada Pemda Aceh dan Sumut bersama tim rupabumi terdiri BIG, KKP, DISHIDROS TNI AL dan pihak terkait lainnya untuk melihat kondisi lapangan pulau pulau dimaksud agar mendapat keterangan lebih jelas untuk dipaparkan lebih lanjut. Tim diminta berangkat minggu ini juga.

Artikel SebelumnyaPartai NasDem Besar Karena Politik Tanpa Mahar
Artikel SelanjutnyaGelar Media Gathering, Bawaslu Aceh Besar Ajak Media Perkuat Demokrasi
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here